Hari-hariku di LP Tanjung Gusta


     
     Selasa, 8 Nopember 1994.
     ------------------------

          Bangun tidur aku berdoa agar aku dikuatkan menerima keadaan
     ini, dan kiranya kepadaku diberikan hikmat olehnya. Setelah
     sport dan mandi pagi, pekerjaanku hari ini menulis surat.  Ada
     beberapa surat yang kutulis. Kepada isteri dan anak-anakku, aku
     pemberitahukan perkaraku sudah vonis dan menasihati mereka agar
     tabah dan tetap berdoa.  Kepada teman-temanku DPP SBSI dan LSM,
     mereka kuminta tetap berjuang jangan gentar, "teruskan perjuan-
     gan".  Kepada Lane Evans kuberitahu hukumanku, dan tetap kuminta
     perhatian Amerika terhadap Indonesia.  Serta kuucapkan terima kasih
     atas perhatiannya.  Kepada Feye Duim dkk di GKN Belanda, aku
     beritahu hukumanku dan mohon dukungan doa dan dana.  Kepada
     Nelson Mandela aku beritahu hukumanku, dan kuminta agar Nelson
     Mandela membicarakan keadaan perburuhan dan HAM, sebab aku tahu
     Nelson Mandela sangat dekat dengan Presiden Soeharto.  Kepada
     Presiden Bill Clinton aku beritahukan hukumanku dan memintanya
     agar dalam pertemuannya tanggal 16 Nopember 1994 dengan Presiden
     Soeharto, masalah perburuhan (SBSI) dibicarakan, kepada Gentrud
     Ktreuter dan R. Chr. Peterson di Loccum, Jerman.  Aku beritahukan
     hukuman dan mohon doa dan dukungan.  Kepada ILO, ICFTU dan WCL
     juga aku tulis surat meminta protes ke Indonesia, karena Pemerin-
     tah melanggar konvensi ILO.
           Sore harinya aku masih mendapat kunjungan dari Syafei dkk
     dari LBH dan Adolf Rachman Othman utusan ICFTU.  Adolf berjanji
     membantu SBSI di luar negeri.  Ia sudah tahu semua, sebab dari
     awal persidangan hingga akhir, ia ada di sini.  Selesai itu, baru
     sekarang ada waktu bagiku membaca foto copy surat Danrem 163
     wirasatya Bali, No.R.225/VII/1991, hal rahasia tertanggal 29 Juli
     1994, ditujukan kepada Ketua Bakorstanasda Nusra di Bali, Kajati
     Bali dan Ketua DPRD I Bali isinya meminta agar perkara warisan
     yang sedang kutangani di Pengadilan Negeri Denpasar dikalahkan.
     "Apabila tidak ditolak, maka akan dimanfaatkan untuk membesarkan
     diri dan peranannya sebagai Ketua SBSI dalam kegiatan politisnya
     menentang pemerintah. Ini bukti yang berikut, betapa tidak be-
     narnya jajaran ABRI.  Perkara perdana dipolitikkan, atau bisa
     juga, lawan perkaraku yang memanfaatkannya. Yang jelas kalau hal
     itu sikap resmi ABRI, ABRI sudah terlalu jauh dan mengada-ada.
           Malamnya atas saran hamba Tuhan, Dr. Sri Hardono dan Sihom-
     bing pada kebaktian pagi aku membaca Bilangan 22-23.  Selesai aku
     membaca, aku tutup buku catatan harian.  Aku mulai kehidupan
     sebagai narapidana politik.  Pendidikan S-4 kumulai, aku keliha-
     tannya akan menggondol gelar N.P. ( Narapidana Politik), Tentunya
     masih besar harapan di PT dan atau MA, aku pasti bebas bila
     ketemu Hakim yang berpihak pada kebenaran.

     

          [Prev: November 7]    [Next: Kesan-Kesan/Realitas]    [Main Page]
       
                    (sumber: Jurnal Muchtar Pakpahan, INDONESIA-L: apakabar@clark.net)
                    (Hari-hariku di LP Tanjung Gusta)