Hari-hariku di LP Tanjung Gusta


     
    Kamis 27 Oktober 1994
      ---------------------
      Bangun dari tidur, pagi ini aku berdoa khusuk, soalnya pagi ini
      aku akan mendengar tuntutan jaksa.  "Apapun tuntutan jaksa, Engkau
      kuatkan aku Tuhan, agar aku tidak takut dan gentar, agar semua
      peristiwa ini menjadi persembahanku yang Kudus bagimu, dan rakyat
      kami dapat menikmati hasilnya.  Habis itu kuteruskan sport pagi.
            Jam 08.30 kami berangkat meninggalkan Rutan, aku duduk di
      samping supir mobil tahanan. Di pengadilan, ruang tunggu dan
      halaman pengadilan sesak dengan manusia.  Di ruang tungguku aku
      minta anak dan istriku dizinkan masuk.  Kami ada satu jam di
      sana, sambil menunggu Jaksa Penuntut menyelesaikan berkas.
      Mungkin masih berembuk berapa lama tuntutanya kata seorang Jaksa
      yang ada disitu.
             Jam 10.00 persidangan dimulai, aku disuruh masuk.  Setelah
      aku duduk, Hakim "Terdakwa sehat"?  Kujawab "sehat", dan kuterus-
      kan "di luar KUHAP, kebetulan isteri dan anak-anak saya di sini,
      saya mohon mereka diizinkan masuk".  Ketua menjawab "KUHAP melar-
      ang anak-anak hadir dalam ruang sidang, berbahaya bagi pertumbu-
      han jiwa anak". Lalu aku beri komentar "anak saya sudah saya
      persiapkan, kalau ada akibatnya biarlah itu menjadi beban dan
      resiko saya".  Hakim tetap menolak dan melanjutkan sidang.
      Tetapi aku katakan "Semalam saya telah menulis surat ke Ketua
      Pengadilan Tinggi, ini surat selengkapnya".  Hakim menolak lalu
      dilanjutkan bertanya "apa Penasihat Hukum tidak hadir? kemarin
      saya berikan izin bezuk.  Apa mereka tidak datang?" aku jawab
      "mereka datang, dan mereka menegaskan tidak ikut bertanggung jawab
      terhadap persidangan yang tidak fair dan tidak jujur ini. Ketua
      melanjutkan "tidak ada Penasihat Hukum yang baru?"  Kujawab "itu
      tidak mungkin, biarlah saya hadapi rekayasa  peradilan yang sudah
      ada".

      Kepada Yth,                                     Medan, 24 Oktober 1994
      Sdr.  Ketua Pengadilan Tinggi SH
      Sumatera Utara
      di Medan.
     

      Dengan hormat,
     

      Saya Dr. Muchtar Pakpahan, SH, MA selaku terdakwa dalam perkara
      pidana No. 966/Pen.Pid/1994/PN. Mdn, dengan ini menyampaikan
      berbagai berikut.
      1. Majelis Hakim yang terdiri dari V.D Napitupulu, SH sebagai
         Ketua dan anggota-anggota Netty Barus, SH dan K.L Nainggolan,
         SH, tidak bertindak netral dan tidak membuat pengadilan ini
         mencari kebenaran material.
      2. Pada persidangan 19 oktober 1994, Hakim telah menyetujui dua
         saksi ahli yang dimajukan terdakwa dan Penasehat Hukum.  Pada
         penetapan persidangan 21 Oktober 1994, tiba-tiba Hakim Ketua
         menyatakan, sidang diundurkan  pada Senin 24 Oktober 1994,
         dengan acara mendengar saksi a decharge lalu sidang ditutup.
         Pada persidangan hari Senin 24 Oktober 1994, Penasehat Hukum
         telah menghadirkan dua saksi ahli DR. Erman Rajagukguk SH,
         ahli hukum ekonomi dan Dr. Harkristuti Harkrisnowo, SH ahli
         kriminologi akan tetapi Hakim Majelis tidak membenarkan
         mereka hadir sebagai saksi ahli.
      3. Berdasarkan hal-hal diatas, saya mohon agar saudara Ketua
         berkenang menyatakan atau sekurang-kurangnya memerintah-
         kan Majelis Hakim memeriksa saksi ahli demi tercapainya keadi-
         lan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.  Karena masalahnya
         prinsipiel, saya menunggu jawaban dari saudara Ketua.  Sambil
         menunggu keputusan dari Ketua Pengadilan Tinggi, saya tidak
         bersedia menghadiri persidangan.

           Atas perhatian dan bantuannya terlebih dahulu saya haturkan
         terima kasih.
     
     

                                                   Hormat Saya Terdakwa

                                              DR.  Muchtar Pakpahan, SH, MA
                                                          Advokat

      Tembusan:

      1. Ketua Mahkamah Agung
      2. Ketua Pengadilan Negeri Medan
      3. Majelis Hakim Perkara Medan No. 966/Pen.Pid/PN. Mdn.
      4. Pertinggal

            Ketua mempersilahkan Jaksa membacakan tuntutan hukumnya.  Aku
       duduk mendengarkan dengan telaten. Kudengarlah manipulasi keter-
       angan saksi.  Kudengar juga manipulasi beberapa keterangan terdak-
       wa. Lalu terakhir "tuntutan empat tahun penjara".  Lalu aku sudah
       mempersiapkan diri, tetapi sedikit tersentak juga, empat tahun.
       Jaksa ini adalah mesin penghukum, bukan penegak hukum.
            Selesai persidangan, aku bersama anak-anak makan bersama di
       ruang tunggu. Aku siapkan mereka seandanyapun bukan hukum yang
       berlangsung lalu aku dihukum empat tahun.  Aku bilang "kamu jangan
       malu malah bangga ayahmu seperti Soekarno, Nelson Mandela dan
       Lach Walensa.  Ayah ada dipenjara karena memperbaiki nasib buruh.
       Pegawai Negeri rendahpun pasti mendapat perbaikkan termasuk guru
       seperti mamak".
            Ketika aku dibawa kembali ke Rutan Jam 14.00, aku bilang
       sama isteriku agar ia segera datang, tetapi anak-anak tidak usah.
            Jam 15.00 istri dan Lae Monang Silalahi datang.  Kami disku-
       si tentang persiapan Nota Pembelaan.  Wajahku muram sepanjang sore
       itu, yang kupikirkan bagaimana aku mempersiapkan Pembelaan,
       lampu kamarku mati-mati, perlengkapan terbatas, Penasihat Hukum
       dilarang bertemu.  Isteriku mendorong ku "jangan susah" aku akan
       bantu.  Kupesankan ke isteriku, Penasihat Hukum perlu datang, dan
       caranya mereka hendak menemui Mayasak Johan atau Amir (Terpidana
       unjuk rasa).
            Jam 16.30 Jaksa Manik datang, ia menyerahkan satu rim
       kertas, satu bungkusan kertas karbon dari meminjamkan mesin tik.
       Teratasi satu pikirku, akupun mulai bersemangat.
            Isteriku pulang aku kembali ke sel, dan kuminta kesediaan
       Marwanto (terpidana penipuan) membantu mengetik Nota Pembelaanku.
       Ia tersangka pembobolan Bank, jadi kupastikan ia bisa mengetik.
       Ia pun dengan senang hati mengerjakannya.  Aku yang menulis kon-
       sep, Marwanto yang mengetik.  Aku bekerja hingga jam 02.00 dini
       hari, jam 05.00 subuh bangun dan bekerja lagi.  Marwanto pun
       demikian juga disebelah.  Soalnya Nota Pembelaan Hukum harus
       selesai Senin, agar diperbanyak Selasa dan Rabu sudah dibacakan.

     

          [Prev: Oktober 26]     [Next: Oktober 28]    [Main Page]
       
                    (sumber: Jurnal Muchtar Pakpahan, INDONESIA-L: apakabar@clark.net)
                    (Hari-hariku di LP Tanjung Gusta)