Hari-hariku di LP Tanjung Gusta


     
    Senin, 26 September 1994.
     -------------------------
         Pagi jam 07.00, isteriku sudah pergi kekantor pelni Medan
      menukarkan/menguangkan ticketnya.  Sekitar jam 08.00, ia sudah
      kembali, sehingga masih sempat bertemu dengan dokter Abiran Naba-
      ban yang memeriksa perkembangan kesehatanku.  Dr. Abiran memberi-
      tahukan pagi ini aku akan dibawa ke RS mata padang Bulan, memer-
      iksakan mataku.
            Jam 10.00 pagi, kami berangkat menuju RS. mata di kampus USU
      Padang Bulan.  Atas saranku kami berangkatnya tidak usah ramai-
      ramai, dan tidak usah pakai Vorriders.
            Sesampai di RS. mata, aku Langsung diperiksa, tanpa menunggu
      giliran antrian.  Suster br.  Pakpahan yang membawaku ke dalam.
      Sambil mataku diperiksa, dokter-dokter dan perawat mengatakan
      simpati atas perjuangan SBSI dan prihatin atas penderitaan yang
      kualami karena membela rakyat.  Selesai pemeriksaan kurang lebih
      satu jam, aku diberi resep kaca mata baca, kamipun kembali ke
      Pirngadi.  Kami hanya satu mobil, empat jaksa, tiga polisi.
            Setelah semua selesai dibereskan, jam 16.00, kami meninggal-
      kan R.S Pirngadi.  Kami disertai pengacara Alamsyah dan beberapa
      wartawan.  Tetapi perjalanan kami juga di kawal Vorriders dan
      beberapa polisi pakai speda motor.  Aku berada dalam mobil jaksa,
      isteri dan kakakku mama salo (Tyamsa) ada dalam mobil Alamsyah.
            Sampainya kami di.L.P bersamaan dengan pulangnya para tahanan
      dari persidangan, termasuk Amosi Telaumbanua, Fati Wanolo Zega
      dan Hayati karena satu mobil.  Aku dan isrtiku sempat bersalaman
      dengan Hayati.
            Setelah bercanda sejenak bersama beberapa pegawai L.P Liputi
      Papilo Butar-Butar, aku masuk ke selku dan rombongan Alamsyah dan
      istriku kembali.  Segera setiba di selku Blok F. Banyak penghuni
      Blok F berkumpul menanyai keadaanku.  Aku dengan mereka menyaran-
      kan agar model pengawalan pakai vorriders itu di terima calon
      presiden.  Aku tidak tahu bagaimana mulanya, mungkin menerangkan
      perasaanku mereka memanggilku calon Presiden.  Ada temanku yang
      bilang perjuanganku mirip Lach Walensa, ada juga yang bilang
      mirip Nelson Mandela yang sangat populer di kalangan penghuni
      L.P.
            Mulai saat itu kuputuskan dalam hatiku, pengawalan itu harus
      kunikmati, ku anggap diriku Presiden atau Wakil presiden.  Dengan
      cara itu, aku tidak akan stres lagi.
     
     
          [Prev: September 25]     [Next: September 27]    [Main Page]
       
                         (sumber: Jurnal Muchtar Pakpahan, INDONESIA-L: apakabar@clark.net)
                         (Hari-hariku di LP Tanjung Gusta)