Hari-hariku di LP Tanjung Gusta


     
    Minggu, 25 September 1994.
     --------------------------
          Paginya isteriku agak kesal, karena dia tidak bisa mengikuti
     acara pesta rohani, sebagaimana rencananya datang ke Medan.  Aku
     memahami kekesalannya, lalu kudorong ia pergi kegereja HKBP
     pabrik tenun karena sore itu disana akan berlangsung puncak acara
     kebaktian.  Ia dengan berat hati meninggalkanku mempersiapkan
     diri menuju gereja pabrik tenun.
          Sepeninggal isteriku, aku banyak menqobrol dengan para petu-
     gas polisi dan jaksa.  Kami mengobrol tentang berbagai hal, ka-
     dang-kadang menyerempet juga tentang mengapa aku ditahan.  Aku
     menangkap, hati nurani mereka setuju dengan perjuangan yang kami
     lakukan.  Tetapi demi tugas, mereka harus jalankan komando atau
     perintah.
          Seperti hari-hari berikutnya, hari ini tamu sangat banyak,
     tetapi tetap tidak bisa bertemu.  Ada yang datang dari jauh yang
     kupanggil opung, juga tidak dikasih masuk.  Ito ku yang paling
     bungsu dari Bah Jambi II, juga tidak dikasi masuk.  Bahkan menya-
     lampun tidak diperbolehkan.  Memang di RS ini lebih parah dari
     L.P.
          Sekitar jam 19.00, isteriku bersama teman-temannya, Ny.
     Pendeta Hutapea, Ny.  Rudolf Sinaga, Ny.  Sihombing, br Tobing dll.
     Mereka memelukku dan menangis sudah mendapat izin dari petugas.
          Waktu kami ngobrol-ngobrol diteras kamar, aku lihat baru
     datang seorang polisi yang sangat simpatik.  Setiap aku hendak
     sidang dan selesai sidang, ia membisikkan "Ingat Tuhan Yesus,
     hanya dia yang dapat menolongmu".  Setiap dia bisikkan kalimat
     itu, aku rasanya mendapat kekuatan baru.  Aku tidak kenal dia,
     tapi denganku dia adalah aparat keamanan.  Sebab hanya aparat
     keamanan yang boleh dekat.
         Aku tanya polisi yang duduk dekatku, siapa dia? dijawabnya
     ia bernama Lamhat Simamora, mantan petinju nasional , anggota
     polisi.  Aku berdiri mendatangi dia, aku katakan terima kasih atas
     semua perhatian dan dorongannya.  Aku merasa tidak di dekatnya.
     Kurasa sangat jarang polisi yang seperti dia, taat pada Tuhan,
     melebihi ketaatannya kepada komandannya.
         Sebelum tidur, isteriku memberikan aku surat dari Pdt.  Eine
     Hutapea dan dari Forum Komunikasi mahasiswa dan pemuda Jakarta.
     Kedua surat itu memberikan dorongan, dan memberitahukan mereka
     tetap mendoakan. isteriku memberitahuku juga, teman-temannya
     menyuruhnya tinggal beberapa hari lagi.  Biarlah teman-temannya
     duluan pulang ke Jakarta hari seninnya, sedangkan ticket kapal-
     lautnya dapat diuangkan dengan potongan 50%. Tidak apa-apa
     daripada aku ditinggalkan masih opname.
     
          [Prev: September 24]     [Next: September 26]    [Main Page]
       
                         (sumber: Jurnal Muchtar Pakpahan, INDONESIA-L: apakabar@clark.net)
                         (Hari-hariku di LP Tanjung Gusta)