Hari-hariku di LP Tanjung Gusta


     
    Senin, 5 September 1994
    -----------------------

            Seusai mengikuti kebaktian sekitar jam 11.00, aku dipanggil
    menghadap Tarigan di kantor bimbingan.  Di sana aku bertemu dengan tamu
    bermarga Samosir yang isterinya boru Pakpahan tetangganya Tarigan.
    Setelah berkenalan, aku memanggilnya amangboru.
            Samosir ini membawa satu ekor ayam panggang.  Kembali kami semua
    para tahanan unjuk rasa makan besar.
            Seusai makan siang, seorang pengusaha yang sedang menanjak di
    Medan juga datang membawa makanan.  Karena kami baru saja makan, nai
    dua bungkus yang dibawanya itu, kami bagikan kepada teman-teman satu kamar.
    Ia pesan kalau ada kebutuhan jangan segan-segan memesankan kepadanya.
            Setelah ia pergi, aku, Eliasa Budiyanto dan Iwan Dukun terlibat
    pembicaraan.  Iwan Dukun kembali menegaskan ia bukan GPK Aceh, ia setia
    kepada negara Pancasila, ia tidak anti Soeharto, tetapi menjadi benci
    dengan oknum-oknum Kodam I.  Terhadap perjuangan SBSI ia katakan dia
    simpati dan mendukung.  Ia mendoakan perjuangan SBSI agar berhasil.  Ada
    ungkapannya yang menarik "bang Muchtar Pakpahan ini, mirip nasib Tuhan
    Yesus.  Tuhan Yesus disalibkan karena dosa-dosa orang banyak, dan bang
    Muchtar Pakpahan dipenjarakan karena nasib para buruh atau orang banyak".
    Dari keterangan Iwan Dukun ini, aku pikir adalah menarik bila pengalaman
    nya dituliskan dalam buku.
            Seusai bertemu iwan Dukun, aku bertemu Paian Napitupulu, teman
    sealumni dari FH USU.  Ternyata ia Kepala Tata Usaha LP.  Aku makin merasa
    at home, kecuali perasaan rindu sama anak-anak.
     
     

          [Prev: September 4]     [Next: September 6]    [Main Page]
       
                         (sumber: Jurnal Muchtar Pakpahan, INDONESIA-L: apakabar@clark.net)
                         (Hari-hariku di LP Tanjung Gusta)