Hari-hariku di LP Tanjung Gusta


     Sabtu, 3 September 1994
    -----------------------

            Jam 08.30 pagi aku dipanggil menghadap ke kesehatan.  Setelah
    dinyatakan sehat, aku ditunjuk menempati kamar di Blok A.  Yang dijuluki
    blok bonafide.  Aku meminta pendapat dari teman-teman seperjuangan.
    Mereka menjawab "kita harus satu blok".  Aku patuh pada keputusan
    demokrasi dan aku ada di penjara karena mereka dan demi mereka.  jadilah
    aku menghuni kamar 5 blok F bersama delapan orang tahanan lainnya.  Tiga
    diantaranya adalah tahanan unjuk rasa, Ariziduhu Zefa, Ardin Zega, dan
    Sugiono, yang lainnya adalah Nyakmad kasus ganja, Eben Ezer Sitompul
    narkotik, Aryanto ganja, Siahaan dan Sidauruk kasus perkelahian.  Mereka
    semua welcome terhadap aku.
            Jam 09.30 aku mengikuti kebaktian di gereja.  Di LP Tg Gusta
    ada gereja dan mesjid, yang setiap harinya ada kebaktian.  Sehabis
    kebaktian, Tarigan memperkenalkan aku dengan Samosir tetangganya,
    isterinya bori Pakpahan.  Pada saat ngobrol-ngobrol, ia bertanya apa
    makanan kegemaranku.  karena didesak, aku bulang aku suka manuk padar
    (ayam panggang).  Jam 12.00, ada lagi rombongan merga Pakpahan sekitar
    Tanjung Gusta datang bertamu.
            Sehabis makan siang, aku baca di Kompas pernyataan Letjen
    Harsudiono Hartas "keserakahan Politik, masalah agama dan etnis, serta
    kesenjangan sosial bisa hancurkan bangsa.  Kita harus belajar dari
    [engalaman bangsa lain".  Sesama kami berkomentar, memang saat ini bangsa
    kita sudah dalam keadaan bahaya, karena Indonesia sudah dilanda
    keserakahan politik dan kesenjangan sosial.  Persoalannya, apakah
    pemerintah mendengarnya?
            Jam 14.30, tamu-tamuku berganti berdatangan.  Mulanya Sihar Cibro
    Cs, rombongan keluarga opung Mangantar Pakpahan, kemudian menyusul keluarga
    adikku BAkara dan anak-anak.  Itu berarti ada empat rombongan tamuku
    sore itu.
            Yang menarik adalah sore harinya seusai menerima tamu, aku bertemu
    dengan narapidana subversif Iwan Dukun.
            Di kota Medan, Iwan Dukun dikenal sebagai seorang pimpinan
    sekelompok preman.  Tetapi ia adalah preman yang tergolong kaya.  Ia
    dijatuhi hukuman 13 tahun penjara, terkena jaring UU subversif.  Ia
    dipidana karena membiaya GPK (Gerakan Pengacau Keamanan) Aceh.  ia
    sendiri membantahnya, malah Iwan Dukun ini, beberapa kali membantu membiayai
    operasi ABRI menumpas GPK Aceh.  Ini terbukti juga dari betapa bencinya
    tokoh-tokoh yang disebut GPK kepada Iwan Dukun.  malah menurut mereka,
    Iwan Dukun ini, pernah masuk dalam daftar yang akan dihabisi oleh GPK
    Aceh.  Kusimpulkan, Iwan Dukun digepekakan.  Tetapi mengapa?
            Dari penuturannya aku berkesimpulan, ia sedang cekcok besar
    dengan seorang Letnan Kolonel di Kodam I, yang pejabat ini mempunyai
    kewenangan membuat keputusan.  Ada persaingan dagang dan perempuan.  Lalu
    direkayasalah Iwan Dukun ini seolah-olah ia sumber keuangan GPK Aceh.  Saksi
    yang memberi keterangan bahwa Iwan Dukun ini benar membiayai GPK disediakan
    (saksi dursila).  Agar mengaku, ia disiksa selama ditahan di tahanan
    Gaperta.  Segala penyiksaan telah diterimanya, dipukuli dengan beroti,
    dimasukkan ke dalam drum yang berisi air hanya boleh jongkok selama satu
    malam, dimasukkan ke kolam lintah.  Berkat Tuhanlah aku hidup "akunya".
            Sehabis ngobrol-ngobrol dengan Iwan Dukun, aku menulis surat buat
    anak-anakku.  Kerinduanku sudah menyala-nyala, terutama kepada putriku
    yang terkecil Ruth Damaihati yang kami panggil Yut.  anakku ini sering
    kumimpikan menangis memanggil ayah.
     

          [Prev: September 2]     [Next: September 4]    [Main Page]
       
                         (sumber: Jurnal Muchtar Pakpahan, INDONESIA-L: apakabar@clark.net)
                         (Hari-hariku di LP Tanjung Gusta)