Bab II
Paparan Data dan Temuan
  

2 Pertumbuhan Kota dan Demografi



Kota Situbondo sendiri di masa lampau kalah penting peranannya dibanding dengan kota Panarukan yang menjadi·salah satu kota pelabuhan penting di ujung timur Jawa Timur. Namun dalam perkembangannya, kota Situbondo lebih cepat tumbuh dan berkembang dibanding Panarukan. Kota Situbondo yang semula hanya merupakan kampung kecil di sebelah timur Panarukan itu secara berangsur-angsur mengalami perkembangan menjadi kota. Saat penelitian ini dilakukan, kota Situbondo mengalami pemekaran pemukiman ke kawasan desa Patokan, Dawuhan, Mimbaan, Panji, Ardirejo, Kotakan, dan Sumberkolak. Sementara itu lalu lintas dari daerah pedalaman seperti Bondowoso, menambah cepat pertumbuhan dan perkembangan kota Situbondo ke arah selatan.

Secara administratif Kabupaten Situbondo dibagi atas 4 wilayah kerja Pembantu Bupati (wedana-pen), 17 kecamatan, 5 wakil kecamatan, 4 kelurahan, 131 desa, 630 dusun, 651 lingkungan, 1.289 Rukun Warga (RW), dan 3.282 Rukun Tetangga (RT). Di antara 135 orang lurah atau kepala desa itu, hanya 9 orang yang berlatar pendidikan formal perguruan tinggi. Kebanyakan kepala desa di Situbondo adalah lulusan SLTA (63 orang), SLTP (42 orang), dan lulusan SD (22 orang). Pengelolaan administratif di daerah itu dikendalikan oleh Bupati KDH tingkat II dari kota kabupaten Situbondo yang terhampar di dataran rendah (35 meter di atas permukaan laut) yang dikitari pegunungan kapur yang kurang subur.

Sebagai ibukota kabupaten, kota Situbondo memiliki berbagai fasilitas umum pasar, sekolah dari SD sampai Perguruan Tinggi, jaringan listrik, jaringan telepon, kompleks pertokoan, terminal bus dan non-bus, rumah sakit, kantor pos, bioskop, stadion, stasiun, dan sebagainya. Perkembangan teknologi modern pun pada gilirannya sudah merambah Situbondo. Ini terlihat dari terpasangnya pulahan telepon umum di berbagai sudut kota ditambah tumbuhnya sejumlah wartel dan TUT di tempat-tempat strategis.

Kota Situbondo sendiri oleh pemerintah dan masyarakat setempat diberi sebutan sebagai kota SANTRI (singkatan dari Sehat, Aman, Nyaman, Tertib, Rapi, Indah) yang mengandung tiga makna konotatif. Pertama, kota kabupaten Situbondo adalah kota pelajar muslim karena di situ terdapat lembaga pendidikan Islam terkenal seperti Pesantren Salafiyah Syati'iyah Sukorejo, pesantren Mamba'ul Hikam, pesantren Walisongo, dan Yayasan As’adiyah yang mengelola SMA, SMEA, dan STM Ibrahimy yang memiliki santri dari berbagai tempat di Indonesia. Kedua, kota itu mayoritas dihuni oleh warga muslim dari kalangan santri tradisional. Ketiga, secara politis kota Situbondo dihuni oleh mayoritas kaum santri pendukung partai-partai Islam seperti NU dan PPP.

Berkaitan dengan kuatnya identitas santri yang disandang masyarakat kota Situbondo, sedikitnya terlihat dari besarnya perbandingan jumlah umat Islam di kota tersebut yang 44.289 orang, 42.893 orang di antara beragama Islam dan sisanya yakni 721 orang beragama Kristen, 611 orang beragama Katholik, 23 orang Hindu, 30 orang Buddha, dan 11 orang lain-lain. Sementara jumlah keselurahan penduduk Kabupaten Situbondo adalah 585.791 orang dengan perbandingan 576.214 orang Islam (98,37%), 7.163 orang Kristen (1,22%), 1.812 orang Katholik (0,31%), 196 orang Hindu (O,03%), 328 orang Buddha (0,06%), dan 78 lain-lain (0,01%) (Depag, 1996).

Dengan jumlah umat Islam yang mayoritas yakni 98,37%, maka sangat wajar jika Kabupaten Situbondo secara politis didominasi oleh warga muslim. Untuk pemilih "murni" partai PPP dalam Pemilu 1977, misalnya, diperoleh kemenangan yang berjumlah 139.446 orang (47,22%). Perolehan itu meningkat lagi pada Pemilu l982 dengan jumlah 164.357 orang (51,88%).

Kemenangan PPP di Situbondo itu - entah bagaimana caranya - berhasil "dipatahkan" oleh Golkar pada Pemilu 1987. Ini terlihat dari hasil Pemilu 1987 yang menunjukkan jumlah pemilih PPP turun drastis menjadi 33,35% yakni hanya 113.852 suara, dan Golkar meraih kemenangan telak 63,24% dengan jumlah suara 215.906 orang. Kekalahan PPP terulang lagi pada Pemilu 1992, di mana pemilih partai berlambang bintang itu turun menjadi 106.879 suara sedang Golkar meningkat menjadi 244.897 suara. Sekalipun secara "formal" PPP kalah dari Golkar dalam perolehan suara, namun masyarakat Situbondo seumumnya menganggap bahwa kekuatan PPP di daerah itu secara "murni" belum terpatahkan.

Secara teoritis kuatnya PPP di Situbondo berpangkal dari tiga aspek. Pertama, masyarakat Situbondo seumumnya menganggap bahwa PPP adalah partai Islam yang mewakili aspirasi umat Islam. Itu sebabnya PPP harus didukung. Kedua, masyarakat setempat memilik asumsi bahwa partai Golkar adalah partai untuk para pegawai negeri dan ABRI serta pensiunan. Itu sebabnya, partai tersebut dianggap tidak mewakili aspirasi umat Islam. Ketiga, kiblat para kiai kepada partai PPP telah menjadikan masyarakat pengikutnya berbondong-bondong mengikuti tokoh panutannya.

Ditinjau dari aspek mata pencaharian masyarakat, umumnya penduduk Situbondo bekerja sebagai petani (105.174 orang), buruh tani (99.357 orang), peternak (40.497 orang), pedagang (33.245 orang), nelayan (17.292 orang), pengangkutan (7.878 orang), pekerjaan lain-lain sekitar 12.595 orang, sedangkan sebagian kecil bekerja sebagai pegawai negeri sipil (7.962 orang) dan ABRI (646 orang) ditambah pensiunan (2.975 orang) (BPS, 1994). Dengan besarnya jumlah penduduk yang bekerja di sektor informal dan kewiraswastaan, maka masyarakat Situbondo umumnya beranggapan bahwa mereka tidak terkena kewajiban untuk memilih partai Golkar dalam setiap kali Pemilu sebagaimana hal itu terjadi pada pegawai negeri sipil.


[Daftar Isi]    [Previous]   [Next]