Bab I
Pendahuluan
 
3. Pendekatan ilmiah


Sebagaimana telah disebutkan di muka bahwa dalam peristiwa kerusuhan 10 Oktober 1996 di Situbondo itu menyimpan sejumlah kejanggalan yang membingungkan, maka penting diadakan upaya-upaya untuk menjernihkan peristiwa tersebut secara ilmiah dan bebas dari vested-interest tertentu. Oleh sebab itu Tim mencari Fakta (TPF) yang diturunkan oleh Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Jawa Timur ke lapangan secara intensif dan terintegratif melakukan investigasi untuk mengumpulkan data dan fakta yang berkaitan secara signifikan dengan peristiwa tersebut.

Pokok bahasan dalam penelitian TPF ini akan mendeskripsikan esensi dari peristiwa tersebut baik ditinjau dari latar belakang, pendekatan dan metode, eksistensi kiai, hubungan patron-client antara kiai dengan santri dan masyarakat, kasus Saleh; kerusuhan bersifat SARA, penangkapan dan penyiksaan keji terhadap warga NU, dan analisis ilmiah atas peristiwa tersebut. Penelitian ini secara khusus berusaha menemukan faktor-faktor pendukung maupun faktor-faktor kendala dari peristiwa kerusuhan tersebut, di mana salah satu faktor yang esensial adalah keberadaan kiai sebagai figur sentral di tengah masyarakat.

Sejalan dengan sifat penelitian ini yakni deskriptif kualitatif, maka perumusan masalah tidak dikerjakan dalam bentuk pertanyaan spesifik yang harus dijawab dan diuji hipotesis penelitiannya (Bogdan dan Biklen, 1982: 2; Vredenbregt, 1984:3). Untuk itu rumusan masalah akan dijabarkan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

Berdasar latar belakang, kejanggalan peristiwa dan pendekatan ilmiah yang terurai di muka, maka penelitian atas kerusuhan 10 Oktober 1996 ini dimaksudkan untuk memerikan secara deskriptif kasus tersebut. Keberadaan kiai sebagai figur sentral di tengah masyarakat, dikaji secara sosiologis sebagai faktor penentu bagi terjadinya suatu gerakan perubahan sosial sebab kiai tidak sekedar dipandang sebagai pengajar dan pendidik melainkan lebih dari itu dipandang juga sebagai pemimpin dan pewaris kenabian yang wajib ditaati dan dijadikan panutan oleh masyarakatnya.

Karena pendekatan dalam penelitian-ini bersifat kualitatif, maka instrumen penelitian adalah peneliti sendiri (TPF) (Nasution, 1984:50). Oleh sebab itu, untuk menutup kemungkinan keberpihakan (Loflan, dalam Mantja, 1989:26), digunakan pendekatan verstehen di mana pihak peneliti telah memiliki pemahaman yang mendalam mengenal norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku di tengah komunitas yang diteliti (Vredenbregt, 1987:13) dan juga akan diatasi dengan, triangulasi (Lincoln dan Guba, 1986).


[Daftar Isi]    [Previous]   [Next]