Bab I
Pendahuluan
 
3.4. Wawancara Komprehensif


Dalam penelitian ini teknik wawancara yang digunakan oleh Tim Peneliti adalah sebagaimana yang pernah diaplikasikan oleh Danandjaja (1994) yakni unstructure-interview (wawancara tak terstruktur) dengan dua macam teknik yaitu directed (wawancara terarah) yang juga disebut focused-interview (wawancara terfokus) dan non-directed (wawancara tak terfokus, yang juga disebut free interview (wawancara bebas). Wawancara tak terarah dilakukan peneliti untuk memperoleh keterangan yang terinci dan mendalam mengenai pandangan subyek yang diteliti, sehingga informan memperoleh kebebasan dan berkesempatan untuk mengeluarkan pikiran, pandangan, dan perasaannya tanpa diatur ketat oleh peneliti. Hasil wawancara tak terarah merupakan informasi emic yaitu pandangan subyek yang diteliti (Nasution, 1988).

Informasi emic selanjutnya disusun secara bertahap oleh peneliti dalam wawancara terarah agar hasil wawancara lebih terarah dan terfokus. Jika wawancara sudah terarah dan terfokus, maka diharapkan hasil yang diperoleh dibatasi pada hal-hal yang relevan dan diusahakan agar informan tidak melantur ke mana-mana (Danandjaja, 1954: 187).

Isu pokok yang tercakup dalam wawancara ini ialah bagaimana persepsi dan aktualisasi Kasus Kerusuhan 10 Oktober 1996 di Situbondo, dalam pandangan masyarakat Situbondo. Fokus dari persepsi dan aktualisasi itu diarahkan kepada bagaimana pandangan masyarakat -- terutama para saksi mata -- terhadap kiai, santri, siswa, pendekar, petugas kepolisian, aparat keamanan, aparat kejaksaan, aparat kehakiman, pastur, pendeta, pengurus cabang NU, pimpinan cabang GP Ansor, dan kerusuhan beserta usaha-usaha mengatasinya.

Untuk memperdalam isu pokok dan mengaji interpretasi peneliti dalam kasus ini, maka tim peneliti lebih banyak mengandalkan wawancara dengan informan terpilih yang merupakan key-persons dalam penelitian ini. Mereka itu adalah:

Penentuan key-person ini dapat digolongkan sebagai purposive-sampling dalam, penelitian (Soegiyanto, 1989: 10; Pitomo, 1990: 76) di mana sample diambil bukan tergantung pada populasi melainkan disesuaikan dengan tujuan penelitian, sehingga dapat dikatakan sebagai sample-bertujuan (Moleong , l989: 181). Purposive sampling ini memberikan kebebasan kepada peneliti dari keterikatan proses formal dalam mengambil sample, artinya peneliti dapat menentukan berapa saja jumlah sample yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan penelitian.

Penetapan responden dalam konteks ini bukan ditentukan oleh pemikiran bahwa responden harus representatif terhadap populasinya, melainkan responden harus representatif dalam memberikan informasi yang diperlukan (Mudjiman, dalam Mantja, 1989) sesuai dengan fokus dan tujuan penelitian. Hal itu disebabkan pendekatan dimaksud tidak bertujuan merumuskan karakteristik populasi atau untuk menarik inferensi yang berlaku bagi populasi, melainkan bertolak dari asumsi tentang realitas yang terjadi yang khas dan kompleks sebagaimana dimaksud Lincoln dan Guba (1985) bahwa sampling kualitatif adalah maximum variation sampling to document unique variations that have emerged in adapting to different conditions. Dengan demikian, Tim Peneliti terus memburu informasi seluas mungkin ke arah variasi yang ada hingga diperoleh informasi maksimal, di samping juga dilihat situasi sosial tertentu yang dapat memberikan informasi mantap dan tepercaya sesuai dengan fokus penelitian.

Terpilihnya key-persons di muka adalah merupakan hasil dari penggunaan snowball-samplinq technique (teknik sampling bola salju) sebagaimana disarankan Bogdan dan Biklen (1982: 66) dan Miles dan Huberman (1984: 37). Secara singkat Soetopo (1988: 17) menjelaskan teknik sampling bola salju sebagai berikut:

Peneliti pertama-tama datang kepada seseorang yang menurut pengetahuannya dapat dipakai sebagai key-informant, tetapi setelah berbicara secara cukup, informan tersebut menunjukkan subyek lain yang dipandang mengetahui lebih banyak masalahnya, sehingga peneliti menunjuknya sebagai informan baru, demikian seterusnya sehingga data yang diperoleh semakin banyak, lengkap dan mendalam. Proses ini ibarat orang menggelindingkan bola salju yang makin lama akan makin membesar.

Untuk menguji validitas data yang diperoleh dengan penggunaan teknik sampling bola salju ini, maka dibutuhkan kriteria validasi untuk menentukan bahwa data dan informasi yang dikumpulkan Tim Peneliti mengandung nilai kebenaran baik bagi pembaca yang kritis maupun bagi subyek yang diteliti ( Soegiyanto, 1989). Untuk itu, Tim Peneliti merujuk kepada rekomendasi Lincoln dan Guba (1985) yang menyarankan penggunaan tujuh teknik pencapaian kredibilitas data (dalam penelitian lain yang digunakan hanya enam teknik). Keenam teknik itu adalah: (l) persistent observation; (2) triangulation; (3) negative-case analysis; (4) member-check; (5) peer debriefing; dan (6) referencial adequacy check.

Selama TPF melaksanakan pendekatan di lapangan telah ditemui sejumlah kesulitan karena sebagian narasumber umumnya dicekam rasa ketakutan. Namun berkat pendekatan kultural dan psikologis pada akhirnya TFF dapat menerapkan pendekatan secara alamiah terhadap mereka.
 


[Daftar Isi]    [Previous]   [Next]