Hari-hariku di LP Tanjung Gusta


     
    Senin, 24 Oktober 1994.
      -----------------------
            Aku masih sport, Jaksa Tony sudah masuk ke dalam Blok I,
      sambil bercanda ia tanya "sehat bang" kujawab "sehat" siap si-
      dang? ku jawab siap.  Lalu ku tanya "kok Tony Tumben datang?"
      "Mayasak juga sidang sekarang".  Oh jadi kami berdua sekali dijem-
      put kataku.  Aku hampir lupa.  Kubayangkan juga isteri dan anak-
      anakku akan tiba nanti di pengadilan.  Kapal laut berlabuh jam
      11.00, berarti jam 12.00 kami masih bertemu.
            Jam 08.40, kami berangkat meninggalkan Rutan.  Aku di mobil
      tahanan bersama Manik, dan Mayasak Johan di mobil yang lain
      bersama Tony. Mobil kami di depan  setelah vorriders Tim lalu
      lintas.
            Tiba di pengadilan di ruang tunggu, aku didatangi Tim Pena-
      sihat Hukum, Adnan Buyung, Mahjoedaniel, Alamsyah dan Mangasi
      Simbolon. Setelah menanya keadaan, Adnan Buyung Nasution minta
      semua petugas meninggalkan ruangan, kami mau konsultasi privacy.
      Hal ini dilakukan setelah persetujuan Jaksa Marbun.
            Mereka memberi tahu, bahwa mereka sudah dapat menduga, bahwa
     Hakim akan tetap bertahan bahwa DR.Eriman Rajagukguk, SH dan DR.
     Harkistuti yany juga sudah ada dalam ruangan tungguku akan dibuat
     saksi a decharge.  Kalau Hakim tetap bertahan, kami akan walk out,
     demi tegaknya pengadilan.
           Sedang kami berkonsultasi, aku mendengar Jaksa Panjaitan
     agak marah sama Manik karena kami boleh berkonsultasi dengan be-
     bas.  Manik balik marah, siapa Komandan, kamu apa Marbun.
           Kemudian aku disuruh memasuki ruang sidang.  Di kursi Pe-
     nasihat Hukum sudah kulihat berurutan Mahyudaniel, Adnan Buyung,
     Mangasi Simbolon, Alamsyah Hamdani dan Asmadinata.  Ketika Hakim
     memulai acara, ia katakan sekarang kita dengar saksi a decharge.
     Mula-mula Mangasi Simbolon menjelaskan, saudara ketua yang kami
     bawa, sesuai dengan kesepakatan pada sidang hari Rabu yang lalu,
     adalah saksi ahli.  Jaksa mendukung Hakim, bahwa kesepakatan hari
     Jumat lalu, sekarang adalah saksi a decharge.  Menyusul Mahyuda-
     niel dengan mengemukakan hak terdakwa sesuai dengan KUHAP.  Ketua
     Majelis tetap bertahan disokong Jaksa.  Kemudian Alamsyah menje-
     laskan prosesnya pada sidang hari Rabu minggu yang lalu.  Keliha-
     taannya Hakim bertahan.  Terakhir Adnan Buyung tampil menjelaskan
     makna saksi ahli dalam perkara ini.  Menanggapi pendapat Andan
     Buyung ini, Majelis berembung, keputusannya tetap. Lalu Mahyuda-
     niel angkat bicara "karena kami lihat persidangan ini tidak fair,
     kami tidak ikut bertanggung jawab atas persidangan yang tidak
     adil dan tidak fair ini, izinkanlah kami mengundurkan diri dari
     persidangan ini". Ketua mengatakan dengan enteng "silahkan".
           Padahal Pasal 65 KUHAP berbunyi "tersangka atau terdakwa
     berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seseorang
     yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang
     menguntungkan bagi dirinya".  Jelas Hakim tidak fair dan tidak
     adil.
           Lalu ketua menanya "apakah masih ada penasihat hukum yang
     lain?" kujawab "saya tidak mungkin mencari penasihat hukum di
     ujung perkara ini.  Terserah saudara majelislah sesuai dengan
     rekayasa yang sudah ada di tangan saudara".  Di luar ada yang
     membisikkan "Majelis akan semakin emosi dan akan berpengaruh
     kepada palu, hukumanmu akan diperberat".  Aku sadari itu sepenuh-
     nya, terserah Napitupululah" kataku.
           Sidangpun ditutup, diberi waktu kepada Jaksa menyiapkan
     tuntutannya, maka sidang diundurkan hingga Kamis 27 Oktober 1994.
     Keluar sidang aku digiring polisi langsung ke mobil, tetapi aku
     membelok ke ruang tunggu, kutarik tangan dari pegangan polisi.
     Rupanya semua Tim Penasihat Hukum masih di dalam.  Dengan kuat
     agak emosi kukatakan "aku mogok sidang".
           Cepat sekali, Jam 10.30 kami sudah tiba di Rutan.  Itulah
     satu episode sandiwara peradilan yang kulalui, aku dipaksa dan
     terpaksa ikut jadi aktor.
           Tiba di selku, aku langsung menulis surat ke Ketua Pengadi-
     lan Tinggi Sumatera Utara, tembusan Ketua MA dan Ketua PN Medan.
           Jam 12.00, aku lagi nqobrol-ngobrol dengan piket jaga di
     depan, aku lihat istriku dan ketiga anakku disusul mertuaku dan
     adikku br Saragi.  Hatiku melonjak kegirangan, aku peluk satu
     persatu Ruth yang biasa kupanggil Yuth, Darta, Binsar dan istriku
     sambil tak terbendung air mataku bercucuran.  Sampai habis jam
     besuk jam 16.00, aku terus bercanda, aku lihat Binsar dan Darta
     sudah remaja lalu terlintas kekhawatiran mudah-mudahan anakku ini
      jangan ditipu setan menjadi berandalan.  Inilah juga setiap malam
      menjadi doaku kepada Tuhan.
            Istriku saat itu memmberiku beberapa surat, satu dari AW.
      Maramis tokoh SPSI. Dalam suratnya ada mengatakan Amsal 14:31
      "Siapa siapa menindas orang lemah, menghina penciptanya, tetapi
      siapa menaruh belas kasih kepada orang miskin memuliakan Dia" Ia
      juga menyerukan maju terus, pantang mundur, dilampiri bantuan
      uang. Aku terima juga surat dari  Praeses Pdt. Eire Hutapea, dari
      Hutahaean adikku dan dari St.B. Simanjuntak.  Mereka menyarankan
      agar tabah dalam penderitaan karena kebenaran ini.  Aku terima
      juga salam dari Nyai.  Nenek anto, Nyai Nenek Zamal dan Nyai Nenek
      Ton, ketiganya tetangaku menyampaikan pesan "tiap malam Pak
      Muchtar Pakpahan kami bawa dalam sembahyang tahajud agar sehat
      dan cepat ke luar".
            Hari ini aku sangat. bahagia atas kedatangan istri dan anak-
      anakku, tetapi juga sedih karena sandiwara peradilan yang kuhada-
      pi pagi harinya.  Tidak terasa waktu bertamu di ruang khusus
      itupun sudah habis.  Khusus buatku ada satu ruang tamu, yang
      berhadapan dengan kamar kerja Ka. Rutan agar mudah dipantau.

     

          [Prev: Oktober 23]     [Next: Oktober 25]    [Main Page]
       
                    (sumber: Jurnal Muchtar Pakpahan, INDONESIA-L: apakabar@clark.net)
                    (Hari-hariku di LP Tanjung Gusta)