Hari-hariku di LP Tanjung Gusta


     
    Rabu 12 Oktober 1994.
     ---------------------
          Perjalanan kami tetap dengan pengawalaan seperti biasanya
     Pakai vorriders, dan masyarakat yang kebetulan ada di pinggir
     Jalan mengelu-elukan "Hidup Muchtar Pakpahan,  hidup bapak
     rakyat".
          Sesampai di kamar tunggu Pengadilan Pengacaraku Machjoe
     Danil dan Alamsyah masuk kedalam.  Aku tanyakan apakah sudah
     memperoleh BAP, mereka jawab "sudah".  Dan kepada Alamsyah kuti-
     tipkan surat buat Aries Hia menyatakan banding.
           Jam 09.15, aku disuruh memasuki ruang sidang . Setelah Hakim
     menyatakan Sidang dibuka dan terbuka untuk umum, aku disuruh
     pindah mengambil tempat di Meja Penasehat Hukum.  Aku duduk di
     sebelah kanan Samekto, dikiri Samekto berturut-turut Mangasi
     Simbolon, Alamsyah dan Posman Nababan.
           Setelah Hakim mempersilahkan Jaksa menghadirkan saksi-
     saksi, Jaksa mengambil Amosi Telaumbanua.  Tim Penasehat Hukum
     meminta agar berurutan, itu berarti urutan Syahrin Siregar saksi
     pertama.  Jaksa mengatakan "sampai sekarang Syahriar Siregar belum
     melapor walaupun sudah dipanggil dengan patut".  Lalu Penasehat
     Hukum mengingatkan Hakim agar saksi yang akan diperiksa jangan
     ada yang duduk didalam.  Hal itupun diumumkan hakim.
           Jadilah Amosi Telaumbanua yang diperiksa sebagai saksi
     pertama.  Ketika berlangsung tanya jawab antara hakim Ketua
     dengan saksi, Machjoedanil meminta konfirmasi dariku, apakah
     yang duduk di depan itu Letnan Pol. Syahrin Siregar?  Aku tegaskan
     "ya", lalu Machjoedanil dengan suara yang keras menginterupsi
     Hakim "Jaksa bohong, saudara ketua, ternyata saksi Syahrin
     Siregar ada duduk di depan minta dikeluarkan. Syahrin Siregar
     pura-pura bingung, lalu Machjoedaniel menunjuk Syahrin Siregar
     "ya kau yang pura-pura bingung, atas nama sidang ini aku minta
     keluar!" Hakimpun menyuruhnya keluar, lalu Syahrin Siregar pun
     keluar, lalu Machjoedanil menegaskan, "mohon di catat", Jaksa
     bohong, Sidang ini sidang bohong".  Lalu Hakim mengigatkan tidak
     usah emosi, sidang ini kita buat tenang.
           Selama pemeriksaan saksi, sering terjadi saling protes,
     majelis Hakim dan Jaksa di satu pihak, melawan terdakwa dan Tim
     Panasehat Hukum di lain pihak.  Selesai giliran Hakim dan Jaksa,
     Penasehat Hukum dipersilahkan.
           Aku tunjuk tangan interpensi, minta sidang di schors, sudah
     jam 12.30, "waktu saya makan siang". Hakim mengingatkan ini seben-
     tar lagi, dimana saya mengidap penyakit maag, saya minta sidang
     di schors, dan makan siang teman-teman saya para saksi agar dis-
     iapkan makan siangnya.  Akhirnya sidang di schors satu jam.
           Selesai makan siang, kepalaku mulai pening-pening.  Untuk
     memulihkan keadaanku, aku banyak minum aqua dan air putih hangat,
     aku tidur terlentang di lantai dan kakakku Mamak salo memijit-
     mijit kepalaku.  Perasaanku agak lumayan juga.
           Setelah satu jam scorsing, sidang dibuka kembali, sekarang
     giliran Tim Penasehat hukum dan aku mengajukan pertanyaan.  Hasil
     pemeriksaan saksi dapat dilihat dalam Tuntutan Pidana Jaksa dan
     Nota Pembelaan Terdakwa.
           Saksi kedua Soniman Lapao di persilahkan duduk.  Ketika Hakim
     anggota Netty Barus, SH mengajukan pertanyaan, Tim penasehat hukum
     terpaksa mengniterpensi. Karena kesimpulannya atas seruan mogok
     11 Pebruari 1994 itu keliru.  Dari pertanyaanya yang kami tang-
     kap, tuntutan akan dilakukan mulai 1 April yang benar, Dierangkan
     mogok 11 Pebruari 1994 agar tuntutan itu di berlakukan mulai 1
     April.
           Selesai giliran Jaksa mengajukan pertanyaan, aku permisi
     ingin buang air kecil. Sidang di schor 10 menit.  Sidang dilanjut-
     kan, hasil pemeriksaan saksi dapat dilihat dalam Tuntutan Pidana
     Jaksa dan Nota Pembelaan.
           Selesai pemeriksaan Soniman Lapan jam 15.00, kepalaku pusing
     dan mataku rasanya sulit di buka. lalu aku minta sidang dihenti-
      kan agar ada waktu istirahat bagiku kalau besok masih dilanjut-
      kan. Ketua Majelis VD.  Napitupulu tidak perduli, dengan menga-
      takan saudara bisa santai hanya mendengar".  Masih aku jawab
      "bagaimana bisa santai aku yang terdakwa, semua kata-kata harus
      ku dengar dengan telaten".  Tetapi Ketua majelis tidak perduli,
      saksi berikut di perintahkan  masuk.
           Sekarang saksi ketiga Riswan Lubis di persilahkan duduk
      kembali ketika Hakim anggota  Nety Barus, SH mengajukan pertanyaan
      Tim Penasehat hukum kembali  memotong, karena memberi kesimpulan
      yang keliru. Lalu Hakim ini  marah-marah, "setiap saya bertanya
      diinterpensi terus, saudara penasehat hukum tidak menghargai
      kami". Ketika debat antara Penasehat hukum dengan Netty Barus
      berlangsung, Netty Barus di bantu Jaksa Marbun, lalu Hakim  ketua
      memperingatkan penasehat hukum debatnya jangan seperti  debat
      kedai tuak. Lalu mangasi Simbolon memotong "kami yang duduk
      dalam tim ini hanya satu yang non Muslim, kami sama anti tuak,
      tidak pernah minum di kedai tuak. Kami minta pernyataan saudara
      Ketua dicabut". Selanjutnya sdr. ketua memperbaikinya, maksud saya
      debatnya dalam sopan santun persidangan dalam memperlancar persi-
      dangan.   Selanjutnya Hakim anggota Netty Barus dipersilahkan lagi
      bertanya.  Tetapi Netty Barus mengatakan "tidak ingat lagi apa
      yang ditanya"  spontan gerr, . . . . pengunjung tertawa.
           Ketika itu sudah terlintas dalam hatiku, hakim ini pasti
      sudah tersinggung dan tersinggungnya akan membuat dia emosional
      memutus perkara ini.  Aku hafal tentang hakim-hakim Indonesia,
      tidak boleh tersinggung.  Hasil pemeriksaan saksi dapat dilihat
      dalam Tuntutan Jaksa dan Nota Pembelaan.
           Pemeriksaan saksi ketiga selesai jam 17.00. perasaanku agak
      bimbang, kepalaku bagian belakang dan bibirku kebas, serta mataku
      rasanya sakit dibuka.  Karena itu ketika ketua Majelis mengatakan
      pemeriksaan diteruskan besok, aku bermohon diselingi satu hari,
      ku kemukakan alasanku diatas. Sempat berdebat, lalu ketua menga-
      takan "diamlah saudara".  Aku tunjuk tangan dan mengetok meja, aku
      bilang "saudara ketua saya minta sopan" segera aku didiamkan, aku
      tersinggung.  Aku pikir kalau Hakim boleh segala-galanya, penase-
      hat hukum dibilang supaya sopan.  Lalu Ketua Majelis bilang,
      sudah, . . . . sudah, . . . sidang kita teruskan besok, Jaksa diminta
      menghadirkan terdakwa serta saksi.
           Malamnya aku tidak bisa tidur.  Keluhan seperti ini sudah
      pernah kualami ketika ujian promosi doktor.  Obatnya istirahat
      disamping makan obat.  Walaupun obat yang diberi dokter sudah
      dimakan tetap sulit tidur. Aku berdoa, "Tuhan kuatkanlah aku
      menghadapi keadaan ini".
     
          [Prev: Oktober 11]     [Next: Oktober 13]    [Main Page]
       
                    (sumber: Jurnal Muchtar Pakpahan, INDONESIA-L: apakabar@clark.net)
                    (Hari-hariku di LP Tanjung Gusta)