Hari-hariku di LP Tanjung Gusta


     
     Jumat, 4 Nopember 1994.
     -----------------------
          Jam 04.00 pagi dini hari aku terbangun, aku berdoa.  Topik
     doaku tetap sama, agar Tuhan memberikan roh keberanian kepada
     Hakim memutus perkaraku ini secara benar dan adil.
          Jam 10.00 sahabatkn ReLa Tarigan dari LP datang menjenguk.
     Ia menyiapkan mentalku.  Menurut firasatnya Hakim ini tidak berani
     mengambil resiko, ia masih ingin jabatan. "Bagi hakimnya, perkara
     ini simalakama" tambahnya.
          Kepada Tarigan kujelaskan pandanganku soal keberanian.  Hakim
     Bismar Siregar cukup berani, ternyata ia mencapai puncak karier
     menjadi Hakim Agung.  Tetapi aku kenal banyak Hakim yang sedemi-
     kian penakutnya, takut dipindahkan, takut tidak naik pangkat,
     takut tidak mencapai puncak kariernya, akhirnya dia tidak menca-
     pai puncak kariernya. Dan kalau ia pensiun, ia dibayangi rasa
     dosa.  Jadi orang yang takut menyatakan yang benar karena ambisi
     suatu jabatan, ia tidak akan mendapatkan jabatan itu.  Tariganpun
     membenarkan pandanganku ini.
          Sore harinya jam 17.00, aku dipanggil Komandan jaga D.N
     Saragih.  Aku terhentak atas pernyataan dan pertanyaanya.  Ia
     katakan "aku tetap mendoakan, tetapi karena tidak pernah doakan
     aku".  Kuminta kamu juga harus mendoakan aku, jawab doaku adalah
     pertanyaan "apakah kamu sudah puasa?"  Kujawab "aku belum pernah
     puasa", dan dia sambut "kamu harus lakukan doa puasa".  Lalu
     kujawab "akan kupertimbangkan secara iman malam ini".
          Malamnya aku berdoa untuk dua hal, mendoakan keberanian
     Majelis Hakim memutuskan secara benar dan adil, dan kedua mendoa-
     kan rencanaku puasa satu hari pada hari Minggu lusa.

     

          [Prev: November 3]     [Next: November 5]    [Main Page]
       
                    (sumber: Jurnal Muchtar Pakpahan, INDONESIA-L: apakabar@clark.net)
                    (Hari-hariku di LP Tanjung Gusta)