Hari-hariku di LP Tanjung Gusta


     
     Minggu, 16 Oktober 1994.
      ------------------------
            Aku pulang dari kebaktian minggu, dikamarku kutemukan ada
      bungkusan dan ku baca ada tulisan dari selku (iparku) Monang
      Silalahi.  Monang menulis ia tidak dibenarkan masuk oleh Komandan
      jaga.  Aku agak kaget soalnya iparku ini sudah bisa datang membe-
      zuk.
            Aku datangi Komandan jaga Zulkifli, aku tanya "mengapa
      di usirkan ipar saya dan tidak dizinkan masuk.  Ia jawab "tidak
      ada izin".  Lalu aku tunjukkan daftar keluarga yang sesuai dengan
      Pasal 60 dan 61 KUHAP. Dan kukatakan daftar itu sudah ada sama
      Pak Turnip.  Ia mengaku mereka serba salah, polisi pun tiap saat
      ada yang menjaga dan memeriksa daftar tamu.  "Kamu adalah instansi
      tersendiri, bukan bawah Polisi".  Jangan kamu biarkan polisi
      memeriksa buku-buku daftar tamu.  Tak ada hak Polisi" katakan
      kuat-kuat agar didengar kalau ada polisi di sana.
            Jam 12.00 Zulkifli datang ke selku, ia menjelaskan, ia baru
      jaga ke rumah kalapas.  Dari sana ia bertelepon ke rumahnya Pak
      Turnip.  Pak Turnip mengakui daftar itu sudah ada padanya.  Lalu ia
      minta maaf.
            Aku kasihan juga melihat petugas L.P mereka sering serba
      salah terutama kalau ada polisi.  Ini akibat ketidak tegasan
      Kalapas.
            Sore hari jam 15.00, ibu mertuaku datang menjenguk bersama
      Mamak Berto Hutahuruk.  Mertuaku memberikan khabar, anak-anakku
      dan isteriku di Jakarta sehat-sehat, dan kamupun harus sehat-
      sehat disini katanya.  Aku sangat sayang kepada mertuaku ini.
      Mungkin karena aku sejak kecil sudah yatim dan menjadi piatu.
      Dialah merangkap ibu kandungku.
            Hari ini ada dua topik diskusi yang menarik di Blok F ber-
      kaitan dengan berita surat kabar.  Berita pertama mengenai komen-
      tar Presiden Soeharto yang mengatakan "Muchtar Pakpahan ditahan
      dan diadili bukan karena kasus buruh, tetapi itu kriminal".  Yang
      menarik, baru pertama kali ini Presiden memberikan komentar atas
      penahanan dan pengadilan orang.  Lalu ada teman yang bercanda
      "itu pertanda Pak Muchtar Pakpahan adalah saingan Pak Harto".
            Kedua berita Sasor Pasir Parapat.  Tahun 1992, Sasor Pasir
      Parapat dibebankan dari rakyat untuk fasilitas umum wisata.
      Disebut menjadi partai bebas.  Aku pengacara yang membela rakyat.
      Tetapi surat kabar hari ini memuat, sekarang sedang dibangun
      bangunan swasta.  Menariknya, mula-mula pura-pura untuk kepentin-
      gan umum.  Inilah wajah negara hukum Indonesia.

     

          [Prev: Oktober 15]     [Next: Oktober 17]    [Main Page]
       
                    (sumber: Jurnal Muchtar Pakpahan, INDONESIA-L: apakabar@clark.net)
                    (Hari-hariku di LP Tanjung Gusta)