MUI Sesalkan Kerusuhan Situbondo

JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyesalkan dan merasa prihatin atas terjadinya kerusuhan di Situbondo, Jawa Timur. Dalam pernyataan tertulisnya yang dibacakan Ketua Umum MUI KH Hasan Basri, di Jakarta, Senin (14/10), disebutkan, perisitiwa itu sangat mengejutkan dan mengusik perasaan keagamaan kita semua. "Tindakan itu tidak sejalan dengan ajaran agama Islam," kata Hasan Basri.

Menurut Hasan Basri yang didampingi Sekum MUI Drs HA Nazri Adlani dan Sekretaris Ichwan Sam, pernyataan itu sudah dibuat Sabtu pekan lalu setelah diputuskan dalam rapat Dewan Pimpinan Harian MUI. Namun karena hari Sabtu, pernyatan itu tidak sempat disampaikan kepada wartawan. Pernyataan dua halaman yang dibuat MUI berisi lima butir sikap terhadap kerusuhan di Situbondo.

Hasan Basri mengatakan, sikap brutal yang menimbulkan kerusakan bangunan serta jatuhnya korban jiwa di Situbondo tidak mencerminkan perilaku seorang muslim. Islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan solidaritas sosial. Dalam sebuah riwayat Nabi, tambah Pak Kyai, setelah umat Islam memenangkan peperangan, Nabi melarang tentaranya menghancurkan gereja Kristen atau Sinagog Yahudi, serta orang yang ada di dalamnya. Umat Islam juga dilarang membunuh orang tua, wanita dan anak-anak. "Itu dalam suasana perang, apalagi dalam keadaan damai," katanya.

Dalam pernyataannya, MUI mengingatkan agar umat Islam dan segenap umat beragama waspada terhadap kemungkinan adanya penunggangan oleh pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab. Dengan demikian, upaya-upaya mengadu domba sesama umat Islam, sesama umat beragama, umat Islam dengan pemerintah, serta upaya memecahbelah bangsa dapat dihindari.

MUI menyerukan dan mengimbau seluruh umat beragama untuk lebih meningkatkan penghayatan toleransi keberagamaan, sebagai manifetasi pelaksanaan dan penghargaan atas hak azasi beragama, dan menjauhi tindakan main hakim sendiri.

Dalam butir keempat pernyataannya, MUI menyerukan dan mengimbau semua pihak, khususnya ulama, pimpinan umat beragama, aparat pemerintah, dan para tokoh masyarakat agar mewujudkan ketenangan dan ketentraman. "Sehingga kerukunan umat beragama yang sudah terbina selama ini, tidak terusik oleh peristiwa di Situbondo," kata Hasan Basri.

Terakhir MUI meminta agar kerusuhan di Situbondo dijadikan pengalaman berharga, untuk selalu meningkatkan rasa mawas diri, dengan lebih meningkatkan upaya-upaya preventif dalam menjaga keutuhan bangsa. Juga, untuk meningkatkan kesadaran budaya damai dan rukun dalam kehidupan beragama.

Jumpa pers di aula pertemuan MUI yang seyogyanya dilangsungkan pukul 10.30 wib, tertunda sekitar dua jam. Menurut Hasan Basri, dia terlambat datang, karena pada jam yang sama harus menghadiri pertemuan di Kodam Jaya, untuk membicarakan hal yang sama.

Menurut Hasan Basri yang akrab dengan panggilan Pak Kyai, Pangdam Jaya maupun Kapolda Jaya yang juga hadir dalam pertemuan itu, berharap agar kerusuhan di Situbondo tidak sampai meluas. "Bayangkan kalau peristiwa itu meluas ke Jakarta, apa yang akan terjadi. Dunia pasti akan ribut," Kata Pak Kyai, menjelaskan pembicaraan yang berekembang dalam pertemuannya dengan Pangdam Jaya Mayjen TNI Setiyoso. Para pejabat di lingkungan Pemda DKI dalam pertemuan itu berharap, agar tokoh-tokoh agama turun bersama-sama untuk membina masyarakat. Karena kerusuhan di Situbondo yang dinilai tidak ada ujung pangkalnya, sebagai peristiwa yang sangat mengejutkan.

Kerusuhan di Situbondo kata Hasan Basri berawal dari kegiatan pengajian agama yang dilakukan Shaleh (28). Dalam ceramahnya Shaleh dinilai telah menghina KH As'ad Syamsul Arifin, dengan mengatakan kurang sempurna ilmunya. Masalahnya pun dilanjutkan massa ke pengadilan, namun mereka tidak puas, karena Shaleh hanya dituntut lima tahun penjara. Padahal, kata Hasan Basri, KH As'ad adalah ulama besar, bahkan sebagai sosok kyai setengah wali.

Dari segi logika, katanya, kerusuhan di Situbondo tidak sepantasnya terjadi, apalagi yang dijadikan sasaran sejumlah besar bangunan milik umat nonmuslim. Sebab sebagai pemicu, Saleh dikenal sebagai seorang muslim, meteri ceramahnya juga masalah agama Islam. Karena itulah, tambah Hasan, diduga hal itu telah ditunggangi. "Orang-orang tertentu melihat ada celah dan memanfaatkannya untuk menyulut kerusuhan," katanya.

Usai memimpin serah terima jabatan Kepala Staf Garnisun I Jakarta dari Brigjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin kepada penggantinya Brigjen TNI Yudomo SHD, Pangdam Jaya Mayjen TNI Sutiyoso mengatakan, dalam pertemuan pihaknya dengan para pemimpin/tokoh agama disepakati untuk melaksanakan upaya-upaya ke arah tercapainya toleransi antarumat beragama. Mereka juga sepakat untuk mengadakan pertemuan bulanan. Bakorstanasda Jaya akan bertindak sebagai mediatornya. Pernyataan keprihatinan juga disampaikan Konferensi Waligeraja Indonesia (KWI) dalam siaran persnya yang diterima Redaksi semalam. "Kita semua menyayangkan dan menyesalkan bahwa ketidakpuasan dan kemarahan yang disebabkan oleh suatu alasan dapat membuat seseorang atau kelompok orang melampiaskan kemarahan dan ketidakpuasan dengan merampas, merusak dan membakar milik orang, sampai merusak dan membakar tempat ibadat yang disucikan oleh umat beragama dan bahkan sampai ada korban jiwa," demikian antara lain bunyi pernyataan KWI yang ditandatangani ketua Kardinal Julius Darmaatmadja, S.J. dan sekjen Mgr. M.D. Situmorang, OFM.Cap.

Menurut KWI, peristiwa tersebut menggarisbawahi bahwa sekarang ini sementara dari kita berada pada titik rendah dalam rasa hormat kepada orang lain, termasuk milik dan agamanya. "Kiranya sekarang telah tiba waktunya bagi kita untuk menghapus segala yang dapat menjadi alasan permusuhan dari benak kita, kemudian bersama-sama menyuburkan pengampunan, persaudaraan, kerja sama dan kasih." Keuskupan Malang yang membahawi gereja-gereja di Situbondo, kemarin, menyatakan cooling down. Pihaknya menunggu kebijaksanaan aparat keamanan untuk penyelesaian masalah tersebut. Semua pastor yang mengasuh gereja di bawah keuskupun Malang diharap mengendalikan diri dan menenangkan jamaahnya.

"Koordinasi kami berjalan lambat, kami hingga kini belum memutuskan untuk menurunkan tim ke Situbondo untuk mengkalkulasi kerugian yang kami derita. Karena kami percaya petugas sudah berusaha maksimal untuk menyelasaikan kasus tersebut," ujar Juru Bicara (Jubir) Keuskupan Malang Drs Henrycus Supriyanto kepada Republika semalam.

Sikap cooling down itu diambil setelah keuskupan mengadakan koordinasi dengan jajaran keamanan -- baik Kodam V/Brawijaya maupun Polda Jawa Timur. Malah pihak keuskupan sangat mendukung upaya pihak keamanan yang melakukan pendekatan dengan ulama setempat untuk meredam ketegangan di Situbondo.

Henry tetap menduga bahwa kekisruhan itu bukan berlatar belakang ketegangan antarumat Islam dengan Katolik atau Kristen. Justru ia menengarai, ada pihak ketiga yang ingin memanfaatkan situasi untuk kepentingan yang tak bertanggungjawab. Situasi di Kota Situbondo, sementara itu, mulai normal kembali. Sebagian pemilik toko dan pusat perbelanjaan sudah membuka tokonya. Warga kota mulai berani keluar rumah dan lalu-lalang di tempat-tempat keramaian dan jalan-jalan protokol di kota berlogo 'Santri' itu.

Sejauh ini aparat yang berwenang belum menemukan motif pasti penyulut kerusuhan. "Kami belum bisa memberikan rinci perihal kasus tersebut karena saat ini para petugas masih melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah orang yang diduga terlibat dalam aksi pembakaran itu. Kami juga belum bisa memastikan siapa-siapa yang jadi tersangka," ujar Kapendam V/Brawijaya, Letkol Inf Subagio yang dihubungi Republika semalam.

Salah satu pihak yang sangat menderita dalam kasus ini adalah Pengadilan Negeri Situbondo. Saat ini PN beserta seluruh karyawannya telah kehilangan banyak: gedung, peralatan dan seluruh arsip serta berkas perkara hangus terbakar. Akibatnya, saat ini kegiatan pengadilan dan proses persidangan di kantor itu praktis lumpuh dan terhenti, entah sampai kapan.

Sekitar 56 hakim dan karyawan kini terpaksa jadi pengangguran.. Sejumlah hakim dan karyawan yang datang ke kantor itu, Senin (14/10) hanya bisa menatap kosong puing-puing kantornya yang tinggal kerangka. Sebagian karyawan lainnya terpaksa jadi 'pemulung', mengais-ngais reruntuhan gedung sembari mencari berkas-berkas yang mungkin masih tersisa dan bisa diselamatkan.

"Seluruh kegiatan di PN Situbondo praktis terhenti total. Kami juga terpaksa meliburkan hakim dan pegawai sampai batas waktu yang belum bisa ditentukan. Habis mau bagaimana lagi, seluruh bangunan dan isinya ludes dimakan api," tutur Ketua PN Situbondo, H. Herman Tanri, SH, kemarin, sambil memegangi perban di kepalanya yang bocor terkena lemparan batu massa.

Menurut Herman, kerugian sementara mencapai Rp 1,5 miliar. "Itu, belum termasuk kerugian dari mobil yang terbakar," paparnya.

Kepada wartawan di Surabaya, Senin (14/10), Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Timur, H Soekirno, SH mengaku terpaksa menempuh kebijakan meliburkan semua kegiatan dan proses persidangan di PN Situbondo. Pihaknya juga tengah berusaha mencari pinjaman gedung untuk kegiatan kantor.

"Yang jelas, dalam sepekan ini kegiatan itu belum bisa dilaksanakan. Saat ini kami juga masih mencari tempat-tempat yang mungkin dapat digunakan untuk kegiatan kantor dan sidang," paparnya.

Selain masih mencari pinjaman kantor dan tempat sidang, saat ini pihaknya masih memikirkan bagaimana mencari dan menyusun kembali arsip administrasi perkara yang hilang itu. Saat ini, katanya, aparat PN Situbondo hanya bisa melakukan pendataan kembali dari mulut ke mulut, mengenai perkara yang sedang ditangani. "Satu-satunya berkas yang bisa diselamatkan, kebetulan hanya berkasnya Saleh," ujar Soekirno.



Back to articles