Atas Nama NU, Gus Dur Minta Maaf ''Kasus Situbondo Tanggung Jawab Moral Saya''

Jakarta, JP.- Ketua Umum PB NU Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menyatakan, secara moral ia merasa ikut bertanggung jawab atas kerusuhan yang terjadi di Situbondo, Kamis. ''Mayoritas penduduk di daerah kerusuhan itu warga NU. Karena itu, saya imbau semua pihak, terutama pemimpin NU di segenap tingkatan, untuk berintrospeksi serta siap melakukan autokritik. Atas nama NU, saya minta maaf kepada masyarakat,'' katanya kepada Jawa Pos kemarin.

Gus Dur yang Sabtu sore baru tiba dari Roma mengikuti Pertemuan Doa Internasional, mengaku sangat terkejut begitu membaca koran mengenai detil kerusuhan itu. Ia pun menyatakan mendukung imbauan Mensesneg Moerdiono agar semua pihak menahan diri dan berintrospeksi supaya kejadian serupa tidak terulang pada masa mendatang.

Ia mengaku melihat sesuatu yang sangat ironis, karena bersamaan dengan pecahnya kerusuhan itu, ia sedang mengikuti acara internasional yang dihadiri tokoh-tokoh dunia dari berbagai agama. Tujuannya, mencari kesamaan demi perdamaian dan kerukunan antaragama.

Tanpa segan-segan Gus Dur mengakui bahwa mayoritas warga yang tinggal di daerah yang dilanda kerusuhan itu adalah warga NU. Karena itu, kata Gus Dur, sangat mungkin sebagian besar pelaku kerusuhan adalah warga NU. Karena itu, ''Insiden Situbondo merupakan tanggung jawab moral pemimpin NU. Termasuk, saya sendiri,'' tegasnya.

Ia juga menegaskan, atas nama NU ia layak meminta maaf atas segala kerugian yang diderita masyarakat serta menyatakan belasungkawa terhadap korban yang jatuh. Meski demikian, Gus Dur mengingatkan agar dalam menelaah insiden ini pemerintah tidak terjebak dalam casus-belli (hanya melihat kejadian tanpa meneliti penyebabnya, Red). Ia mengusulkan agar penyebab peristiwa itu diteliti secara seksama. ''Bila mau jujur, harus diakui bahwa mengapa sikap umat Islam sampai begitu? Ini karena tidak jelasnya orientasi pemerintah terhadap pembinaan umat muslim selama ini,'' katanya.

Dikatakannya, ada keterpecahan sikap di antara para pemimpin dalam mewujudkan cita-cita membangun suatu negara bangsa yang kuat. ''Di satu sisi ada yang menghendaki kerekatan yang kuat antarunsur bangsa. Tetapi, di pihak lain, ada sekelompok yang membiarkan saja sikap mau menang sendiri umat beragama lain. Akibatnya, terjadi letupan sikap mau menang sendiri dan main hakim sendiri. Hasilnya, seperti insiden Situbondo itu,'' katanya.

''Saya sendiri masih belum menerima laporan langsung dari Jatim tentang bagaimana kronologis peristiwa ini. Juga tidak mengkontak mereka. Saya sengaja menunggu agar cooling down dahulu.'' Namun, katanya melanjutkan, ia telah mendengar rencana pertemuan antara sejumlah cabang-cabang NU di Jatim dengan Pangdam V/Brawijaya Mayjen Imam Utomo. Ia mengharapkan, para pejabat pemerintah juga bisa melakukan introspeksi. Lebih mampu menyelami perasaan masyarakat terutama pada tingkat bawah.

Selain itu, ia menyarankan kepada pihak keamanan dan pemerintah agar melibatkan organisasi kemasyarakatan dan ulama dalam mengatasi kerawanan-kerawanan yang mungkin timbul. Menurut dia, dalam mengamankan persidangan kasus pelecehan agama yang menyulut kerusuhan, pihak keamanan sebenarnya bisa melibatkan GP Ansor, Banser, dan ulama setempat.

Mereka ini, kata Gus Dur, harus diberi tahu secara jelas proses, tempat, dan waktu persidangan, sehingga bisa ikut mengamankan pemeriksaan dan persidangan. Selain itu, membantu menengahi jarak antara masyarakat dan aparat keamanan bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan bersama. ''Menurut saya, antisipasi seperti ini penting.'' Ia mengaku belum akan ke Jawa Timur untuk membicarakan masalah ini. ''Biar cooling down dulu. Saya memang ke Pasuruan 20 Oktober nanti. Tapi itu untuk menghadiri walimah pengantin,'' katanya.(zs)



Back to articles