---------------------------------------------------------------------------
Kamis, 17 Oktober 1996
---------------------------------------------------------------------------

Diteliti, Latar Belakang Kerusuhan Situbondo

Jakarta, Kompas

Kerusuhan di Situbondo saat ini sudah ditangani oleh Bakorstanasda Jawa Timur untuk dicarikan penyelesaiannya. Sebelum kerusuhan terjadi, menurut keterangan yang dikumpulkan ABRI, sudah ada indikasi mengenai adanya rapat-rapat untuk mengadakan aksi tersebut.

Demikian ditegaskan oleh Pangab Jenderal TNI Feisal Tanjung dan Kassospol ABRI Letjen TNI Syarwan Hamid secara terpisah kepada wartawan di sela-sela rapat pimpinan Golkar, Rabu (16/10).

"Kita tangani. Kita periksa. Kita tegakkan peraturan," kata Pangab ketika ditanya apakah dalam peristiwa kerusuhan di Situbondo itu ada unsur rekayasa atau tidak. Menurut Feisal semua tokoh masyarakat, termasuk pimpinan informal, pemuka agama dan masyarakat agar terus menjaga memelihara kerukunan (beragama).

Saat ditanya apakah pihak ketiga dalam aksi tersebut sudah diketahui, Pangab mengatakan, "Sudah kita pelajari. Nanti kalian akan tahu. Sekarang sedang diperiksa," katanya.

Sementara Kassospol Syarwan Hamid mengatakan, saat ini pihak Bakorstanasda sedang meneliti sejauh mana latar belakang terjadinya peristiwa tersebut. "Kita teliti apakah hal itu spontanitas atau direncanakan," katanya. Dari keterangan-keterangan yang didapat, lanjut Syarwan, sudah ada indikasi bahwa ada rapat-rapat sebelum terjadinya aksi tersebut. "Namun belum pada kesimpulan. Kita lihat nanti. Nanti dikira kita memvonis," kata Syarwan.

Menko Polkam Soesilo Soedarman pun, saat ditanya wartawan, memberikan komentar soal kerusuhan Situbondo tersebut. Dia mengatakan, semua pihak agar menjaga jangan sampai kejadian serupa terulang kembali. Namun Soesilo membantah jika persoalan kerusuhan di Sitobondo itu dihubung-hubungkan dengan situasi menjelang pemilihan umum mendatang. "Jangan dihubung-hubungkan dengan pemilu atau bukan," ujarnya.

Komnas HAM

Anggota Komnas HAM AA Baramuli yang melakukan peninjauan langsung ke Situbondo bersama dua anggota Komnas HAM lain, yakni Asmara Nababan dan Clemento Des Amaral, kemarin, mengemukakan, peristiwa Situbondo bukan hasil rekayasa, tetapi tindakan spontan yang dilakukan massa, karena dilatarbelakangi oleh banyak hal. Kerusuhan yang disertai pembakaran gedung pengadilan, sekolah, dan tempat ibadah itu hanya secara kebetulan saja. Kejadian ini tampaknya di luar dugaan.

Kedatangan utusan Komnas HAM ke Situbondo, guna menyelidiki sebab-sebab peristiwa kerusuhan yang terjadi di Situbondo, 10 Oktober lalu. Rombongan Komnas HAM diterima Bupati Situbondo H Sudaryanto, Danrem 083 Malang Kol Affandi, Kapolwil Besuki Kol (Pol) Drs Soekandri, serta Wasintel Kodam V Brawijaya Letkol Baru Sabusi. Dalam pertemuan di Pendopo Bupati Situbondo, anggota Komnas HAM diputarkan video rekaman peristiwa 10 Oktober di Situbondo.

Menurut Baramuli, kejadian Situbondo, berlatar belakang keadaan sosial masyarakat, termasuk kesenjangan ekonomi. "Padahal kita sudah maju, namun tidak menutup kemungkinan pula persoalan kecemburuan juga ada. Antara kita bersaudara saja ada rasa cemburu kok.Manusia kan maunya minta yang lebih banyak," kata Baramuli.

Kejadian itu, menurut pendapat Baramuli "by accident", kejadian tiba-tiba yang tidak disengaja. Kejadian yang spontan ini dan tidak ada rekayasa. Dalam kasus ini, tentu ada pihak yang menyampaikan sesuatu yang dianggap bisa menjadi bahan pertentangan.

"Dan kalau ada yang mengatakan peristiwa itu direkayasa, maka masih harus dibuktikan," kata Baramuli berulangkali mengatakan peristiwa tersebut by accident, tidak direncanakan. Meskipun demikian, kata Baramuli, Komnas HAM masih perlu enganalisanya, karena sudah barang tentu ada masalah di masyarakat.

Ditambahkan, ada masalah-masalah yang dirasakan di hati masyarakat, sehingga mengakumulasi. Yang dirusak dan dibakar bukan hanya gereja, tapi toko-toko juga dijarah. "Jadi masalah perasaan, masalah psikologis yang tertanam dalam hati masyarakat, kemudian ada yang mengarahkan ke sana. Jadi saya kira peristiwa ini adalah ekses," tambah Baramuli.

Selain bertemu dengan para petinggi daerah Situbondo, ketiga anggota Komnas HAM itu juga bertemu dengan para tersangka pelaku kerusuhan yang kini ditahan di beberapa tempat. Bahkan terdakwa Sholeh (28) yang dituntut lima tahun penjara, sehingga menjadi pemicu kerusuhan juga ditemui utusan Komnas HAM di tempat terpisah.

Usai bertemu para tersangka perusuh yang ditahan itu, Baramuli, Amaral, dan Nababan menemui KH Zaini, pelapor perkara penistaan terhadap agama yang membuat Sholeh diajukan ke pengadilan. Utusan Komnas HAM bertanya kepada KH Zaini tentang awal mulanya kejadian itu sampai ada laporan polisi sampai sidang pengadilan.

Menurut Zaini, sebelum perkara ini sampai ke penyidik, pihaknya telah melapor ke MUI dan pengurus Cabang NU setempat. Laporan itu ternyata tidak ditindaklanjuti. KH Zaini merasa heran terhadap peristiwa itu sendiri yang secara tiba-tiba dan begitu cepat. "Ini yang saya tidak mengerti mengapa sampai demikian. Orang-orang itu kok begitu kompak. Kami belum pernah melihat ada gerakan massa seperti itu," tambah Zaini.

Menurut Zaini, di Situbondo selama ini tidak ada masalah yang menyangkut kerukunan umat beragama. Hal senada juga disampaikan oleh Pendeta Samuel Lie, Ketua Badan Musyawarah Antar Gereja di Situbondo maupun Uskup HYS Pandoyoputro dari Keuskupan Malang. "Tidak ada pertentangan agama. Mereka hidup rukun di sini," tutur Zaini.

Menurut Pandoyoputro, sebenarnya tidak ada masalah, hubungan antara pastur dengan kiai di daerah ini, seperti Jember, Bondowoso, Pulau Madura, mapun Probolinggo. "Justru yang menjadi pertanyaan, mengapa gereja di Situbondo yang terkena sasaran. Kami perlu merefleksi diri apakah umat kami menyinggung perasaan orang lain," kata Pandoyo.

Bertambah

Sementara itu, tersangka perusuh 10 Oktober di Situbondo, yang diperiksa dan ditahan Bakorstanasda Jatim kini bertambah. Semula yang ditahan 40 orang, kemudian bertambah menjadi 45 orang. Dan, hingga kemarin orang yang ditahan mencapai 53 orang. Hal ini dikemukakan Kapendam V Brawijaya Letkol S Subagyo kepada Kompas, kemarin, di Surabaya.

Menurut Subagyo, bertambahnya tersangka pelaku perusuh itu karena ada petunjuk dari tersangka yang diperiksa terlebih dulu. Namun sejauh ini, kata Subagyo, belum ada tokoh agama yang diperiksa dalam kasus ini.

Sementara Panglima Kodam V Brawijaya Mayjen TNI Imam Utomo mengatakan, peristiwa Situbondo adalah tindakan kriminal. Pihaknya belum melihat adanya peristiwa itu mengarah ke subversif maupun SARA. Penegasan Imam Utomo ini disampaikan kepada wartawan setelah upacara HUT Corps Zeni ke 51 Yon Zipur 10 Pasuruan, Selasa (15/10).

Tak diperlukan

Sementara itu, Ketua Fraksi ABRI (F-ABRI) DPR Suparman Achmad menegaskan, Undang-Undang Kerukunan Beragama tidak diperlukan. Kerukunan merupakan kesepakatan semua tokoh agama dan umat beragama dengan menjadi warga negara yang baik, yang menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Jadi bukan dibentuk oleh undang-undang.

Pernyataan tersebut dilontarkan untuk menjawab pertanyaan wartawan apakah diperlukan adanya UU Kerukunan Umat Beragama. Menteri Agama Tarmizi Taher dalam silaturahmi dengan pemuka agama di Ambon, hari Sabtu (12/10) lalu, mengemukakan bahwa sudah saatnya Indonesia memiliki UU Kerukunan Umat Beragama agar peristiwa kekerasan agama seperti di Timtim, NTT, Surabaya, dan Situbondo tidak terulang lagi.

"Karena merupakan kesepakatan, harapan Fraksi ABRI para pemimpin umat secara terus menerus melakukan pembinaan terhadap umat, supaya tidak terjadi salah paham terhadap hal-hal kecil yang bisa menimbulkan SARA. Apa ini perlu dituangkan dalam undang-undang?" tanya Suparman dalam silaturahmi antara F-ABRI dengan wartawan di Gedung DPR Senayan Jakarta, hari Rabu (16/10).

Masalah kerukunan umat beragama, menurut Suparman, telah tertuang dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1993. Materi GBHN tersebut harus dipakai sebagai acuan dan dikembangkan lebih lanjut.

Dikatakan, persoalan mendasar kerukunan bukan pada peraturan yang mengikat, tapi bagaimana membina kehidupan antar umat beragama. "Pembinaan umat beragama lebih banyak terkait dengan pemimpin umat masing-masing. Bagaimana membina warga negara sesuai agama yang dianutnya, supaya mereka melaksanakan persatuan dan kesatuan," ungkap Suparman.

Sementara itu menanggapi terjadinya kerusuhan di Situbondo, Wakil Ketua FABRI Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Hari Sabarno menegaskan, para pelaku kerusuhan harus ditindak sesuai hukum yang berlaku.

Perlu klep pengaman

Ketua Umum PP Muhamadiyah Dr Amien Rais, kemarin, menyatakan untuk mengantisipasi terulangnya kembali kasus Situbondo, perlu klep pengaman berupa langkah yang sangat dini untuk meredam isu tentang SARA dan perlunya pertemuan periodik para tokoh agama.

Menjawab wartawan usai membuka seminar tentang kesejahteraan sosial di kampus Universitas Muhammadiyah Malang pada Rabu (16/10), Amien Rais lebih lanjut mengungkapkan, soal SARA merupakan soal paling peka dan sensitif untuk menggerakkan massa yang besar jumlahnya. Itu sebabnya diperlukan klep pengaman setelah kejadian 27 Juli di Jakarta dan kasus Situbondo. (sir/st/tri/ush/ely)


Back to articles