Surat Pembaca - Harian Suara Pembaruan

Jum'at, 12 Juni 1998

SURAT TERBUKA BUAT PARA PENJARAH

Redaksi Yth.,

Perusuh dan para penjarah yang terhormat, tahukah kau, temanku Lily,

tiga pekan lalu, menelepon saya sembari terisak menceritakan pengalaman

tragis yang menimpa keluarganya. ''Semuanya ludes, tak tersisa, Kak,''

begitu ia mengawali kisahnya dari seberang sana.

Aku trenyuh memikirkan nasib mahasiswi Atma Jaya itu. Ia bingung, cemas,

takut, tak tahu lagi hendak berbuat apa. ''Lily takut, bingung. Kami

semua, bokap dan nyokap, kini bersembunyi di rumah tante di Tanah Abang.

Ruko kami di Kranji habis dijarah massa. Mereka tak menyisakan satu pun,

selain pakaian di badan kami. Tolong, Kak, selamatkan kami,'' isak Lily

menutup telepon.

Lily, tentu saja, tidak sendiri. Masih ada ribuan korban lain, yang

mengalami nasib serupa. Mereka kini diselimuti ketidakpastian. Masa

depan mereka telah kau jarah, kau rampas.

Tahukah kau wahai para perusuh dan penjarah, tindakanmu telah

menyengsarakan kehidupan ratusan ribu, bahkan jutaan manusia lain yang

mengharapkan sesuap nasi dari hasil pekerjaan halal. Kau tahu,

teman-temanmu karyawan sebuah super market di Tangerang sempat menggelar

unjuk rasa, menuntut mengembalikan pekerjaan mereka, yang telah pula kau

rampas.

Kau tahu, orang-orang kecil seperti kau, yang mengantongi gaji bulanan

standar UMR. Kalau kau sempat nonton televisi, Menko Ekuin Ginandjar

Kartasasmita belum lama ini pun, melaporkan besarnya jumlah pengangguran

akibat ulahmu. Menurut Ginandjar, sekitar 50.000 orang kehilangan

pekerjaan (itu pun perhitungan kasar), karena tempat usaha mereka hancur

kau bakar atau kau jarah.

Kau tahu, sebetulnya masih banyak yang ingin saya ungkapkan. Tapi saya

tak sanggup lagi. Bau bangkai manusia dan gedung, amis darah dan bubuk

mesiu, masih mengganggu penciumanku.

Kepada aktor intelektual kerusuhan dan penjarahan saya minta satu hal:

hentikan manuver-manuver politik murahan dan bersimbah darah! Kau tahu,

kekuasaan yang dibangun di atas bangkai pengorbanan manusia lain, bakal

ambruk termakan bangkai-bangkai itu. Sadarlah!

Ngobert Nomen,

Kalimalang, Jakarta