RUMUSAN DIALOG IFGF-ICF

Tempat forum dan tanggal:
indonesian-christian-sfu@sfu.ca (jalur internet)
Desember 1994 - April 1995

CONTENT
=======
I. Terjadinya Dialog
II. Kenapa Perlu Dialog?
III. Agenda Dialog
IV. Peserta Dialog
V. Jalannya Dialog
VI. Sikap ICF
VII. Sikap IFGF
VIII. Sikap "non-blokers"
IX. Akhir Dialog

Lampiran A. Data Fresno, California
Lampiran B. Data Seattle, Washington
Lampiran C. Data Boston, Massachussets
Lampiran D. Data Purdue, Indiana
Lampiran E. Data Houston, Texas
Lampiran F. Data Austin, Texas
Lampiran G. Data Permias Boston
Lampiran H. Data Permias Madison
Lampiran I. Universitas - Yohannes Somawiharja
Lampiran J. Peran ICF - Yohannes Somawiharja
Lampiran K. Pelayanan Kampus Di Amerika - Kie Eng Go


Back to Archives


I. TERJADINYA DIALOG

Dialog ini terjadi pada waktu adanya concern dari beberapa teman Kristen di Boston, khususnya dari Darmadi Darmawangsa (ICF) dan Benny Tjahjono (IFGF), terhadap kasus "clash" antara beberapa rekan Islam di permias Boston dengan rekan-rekan IFGF-Boston. Kasus Boston ini terjadi sekitar fall 1994. Dalam kasus ini terjadi suatu "protes" yg vokal dari warga Islam di Boston terhadap pengumuman-pengumuman IFGF liwat jalur Permias-net lokal di Boston; pihak Islam merasa pengumuman yg diajukan di jalur permias-net agak kurang pada tempatnya. Sedangkan dari pihak IFGF-Boston, cara tanggap yang diberikan pada waktu suasana "panas" ini terjadi, baik dari para pekerja lapangan di Boston maupun oleh Pdt "pembimbing" di NY, dapat dinilai sangat tidak dewasa dan tidak cepat-tanggap. Akibatnya terjadilah beberapa peristiwa-peristiwa lanjutan yang negatif, termasuk adanya ancaman fisik dari rekan di Permias liwat jalur pribadi kepada Benny Tjahjono. Akibat lainnya yang sungguh perlu disesalkan, yi sempat terjadi polarisasi di antara warga permias di Boston sendiri, khususnya yang meng-escalate menjadi SARA. Sebagaimana biasanya kalau masalah seperti ini tidak ditangani dengan baik dan cepat dan dewasa, maka secara otomatis dan natural terjadi garis tebal yg memisahkan dan mengkotakkan masyarakat ke dalam kotak-kotak agamanya, dhi Islam dan Kristen; padahal ini semata-mata hanya ulah dari beberapa orang IFGF-Boston yg kurang peka terhadap lingkungan masyarakat kampus. Yang juga cukup memprihatinkan, adanya berita bahwa Pdt pembimbing IFGFBoston, yi Pdt Daniel dari IFGF New York, melaporkan kasus ini ke KJRI NY. Hal ini sungguh memperlihatkan cara penyelesaian yang tidak dewasa, malah kasus lokal yang seharusnya dapat diselesaikan secara lokal, bisa menjalar menjadi kasus yang lebih luas, bahkan dengan kemajuan internet networking kasus ini bisa menjalar menjadi masalah yang sangat besar.

Pihak IFGF merasa bahwa adalah hak mereka dalam negara yang bebas ini untuk menyuarakan apa yang mereka percayai dan imani, asal tidak melanggar "norma-norma hukum" yang berlaku. Esensi dan eksistensi iman Kristen adalah komitmen pada Injil Kristus yang sepenuh, tanpa sedikitpun atau setitikpun berkompromi pada pressure dari dunia.

Banyak masyarakat Kristen lainnya, baik di Boston maupun di kampus lainnya, yang tidak setuju dengan pola pendekatan IFGF-Boston ini, bahkan melihatnya sebagai tindakan yang "arogan"dan bahaya, khususnya telah mengakibatkan suatu polarisasi antara masyarakat Indonesia sendiri. Dalam kemajuan dunia komunikasi modern saat ini, kasus-kasus lokal seperti ini, tidak lagi bisa dianggap spele bahkan ter-"isolated". Dampak-dampak polarisasi seperti ini akan sungguh merugikan negara dan bangsa kita, khususnya dalam menghadapi tantangan era Industrilisasi. Hak dan kewajiban adalah bagaikan satu coin yang bersisi dua. Memang sebagai manusia, apalagi dalam suatu alam kehidupan budaya yang maju dan modern seperti di Amerika ini, hak-hak manusia mempunyai arti nilai hukum yang unik dan kuat. Namun dalam hak-hak tsb. juga tersirat suatu tanggung jawab kewajiban yang sama pentingnya untuk diperhatikan dan dipraktekkan dalam hidup seharihari, apalagi kalau tanggung jawab kewajiban itu ditaruh dalam konteks budaya Indonesia dan warna iman Kristiani.

Karena kasus Boston inilah, dialog di sfu-net ini terjadi. Pada mulanya dari pihak IFGF, hanya sdr. Benny Tjahjono saja yang ikut dalam dialog ini. Sejak awal sdr. Benny menyatakan bahwa karena posisinya dengan IFGF, yi ybs. bukan anggota gereja IFGF secara resmi walau dia melayani secara aktif disana, apa yang dinyatakan tidak bisa dianggap mewakili IFGF.

Sekitar awal tahun 1995, di jalur fica-net terjadi dialog yang terpisah ttg IFGF. Singkatnya, dialog di fica-net digabungkan dengan dialog di sfu-net ini.

Atas bantuan dan kerjasama dari rekan-rekan Kristen di sfu (Simon Fraeser University, Burnaby Canada) dan khususnya dari sdr. Semmy Littik, maka dialog ICF dan IFGF ini bisa berlangsung.

Back to the Top








II. KENAPA PERLU DIALOG?

Kalau diperhatikan lebih lanjut tindak tanduk masuknya group Kristen yang bernama IFGF di kampus-kampus di Amerika Utara ini, ternyata peristiwa di Boston bukanlah masalah yang terisolasi, karena memang pernah sempat terjadi banyak kasus di kampus-kampus lain yang disebabkan oleh group IFGF, yang mana sempat menimbulkan kerusuhan dan keresahan baik dalam komunitas Kristen sendiri, maupun dalam komunitas kampus secara umum. Bahkan pattern semacam ini kelihatannya memang sudah ada sejak IFGF berdiri pada tahun 1980 di Fresno, California (silakah baca LAMPIRAN A).
Berdasarkan data-data yang tercatat dalam bagian LAMPIRAN, jelas terlihat bahwa ada initiatif-initiatif lokal yang ditujukan untuk memperbaiki atau meredakan kerusuhan dan keresahan lokal, khususnya dari pihak-pihak ICF. Dan terlihat jelas dari data yang terlampir itu, bahwa tanggapan-tanggapan dari pihak IFGF selalu bersifat "tidak mau tahu" atau "Aku punya hak" atau "Ini caraku" dslb. Dengan kata lain, pihak IFGF sulit untuk diajak berdialog dan berkomunikasi dengan akal sehat, khususnya dalam membicarakan hal yang fokus pada issue atau permasalahan yang sebenarnya. Akibat dari kegagalan-kegagalan rekonsiliasi lokal, mau tidak mau berita kerusuhan ini tersebar luas, baik diantara kalangan ICF-ICF di kampus-kampus, maupun diantara komunitas Indonesia umum lainnya. Ketegangan ini sungguh dirasakan tidak sehat dan tidak baik, bahkan bisa dengan mudah dijadikan alasan untuk memulai ketegangan berikutnya yaitu ketegangan antara denominasi-denominasi, jelasnya antara karismatik dan non-karismatik. Bahkan beberapa kali memang sudah tampak kecenderungan-kecenderungan yang kayaknya disengaja untuk mengkeruhkan usaha-usaha dialog kearah denominasi dan praktis doktrin gereja. Dengan kata lain, sudah terbukti adanya kecenderungan yg seakan direkayasa oleh beberapa orang, untuk menjebak umat di kampus agar masuk dalam kotak-kotak "karismatik" dan kotak "non-karismatik". Ini merupakan suatu hal yang akan sangat merugikan kesatuan umat Kristen, khususnya dalam kampus di Amerika Utara.

Bahkan kibat lainnya yang jelas tampak dan bisa semakin parah, yaitu terjadinya polarisasi atau SARA dalam masyarakat Indonesia secara umum. Yang jelas suda ada bukti-bukti dimana "muka" umat Kristen secara menyeluruh sudah dicoreng dengan terjadinya kerusuhan-kerusuhan IFGF dan ICF di kampus-kampus di Amerika (misalnya baca kasus Seattle, LAMPIRAN B).

Dengan segala macam keramaian di atas tsb, dan sikap yg dinilai kurang sigap tanggap bahkan kurang bertanggung jawab dari pihak IFGF, serta kesadaran akan pentingnya kehidupan yg rukun diantara komunitas Indonesia dalam kampus dengan segala macam aspek-aspek yang ada (termasuk aspek-aspek masa mendatang pada waktu pelajarpelajar ini kembali ke Indonesia), jelas bahwa suatu dialog yang terbuka sangat diperlukan. Jelas diperlukan suatu dialog yang bisa melibatkan seluruh pihak yg berkepentingan (khususnya pimpinan atas dan lapangan IFGF). Jelas diperlukan suatu dialog yang bisa menelaah kasus-kasus yang ada agar bisa dipelajari, bukan untuk mencari siapa yang "salah" atau "benar", melainkan untuk mencegah kekeruhan dan keresahan di waktu mendatang. Bahkan terlebih lagi, secara bersama antara ICF dan IFGF bisa terjadi suatu hubungan dimana pelayanan ladang kampus bisa dilayani dengan secara konstekstual, yaitu pelayanan yang berfokuskan pada kebutuhan dan keberadaan kampus di Amerika Utara, tanpa mengurangi nilai-nilai mendasar dari Firman Tuhan serta panggilan Injil-Nya. Dengan gagalnya dialog-dialog dalam tingkat lokal bahkan tingkat regional (pernah terjadi dialog antara pemimpin-pemimpin IFGF di Southwest USA dengan pekerja-pekerja ICF di Texas, spring tahun 1994), jelas bahwa akan tiba waktunya secara default, akan terjadi dialog tingkat nasional, bahkan dengan kemajuan teknologi, kali ini terjadi dialog tingkat global.

Back to the Top









III. AGENDA DIALOG
Adapun agenda dari dialog di sfu-net ini terdiri dari 2 hal:
1. Etiket pelayanan kampus di Amerika
2. Menjaga kedamaian di ladang kampus di Amerika

Secara umum, pihak-pihak yang bersitegang adalah pihak IFGF yang berwarnakan Karismatik dengan pihak ICF yang bersifat interdenominasi, selalu ada kecenderungan untuk menjadikan dialog ini berputar dan berfokus pada isssue-issue karismatik dan nonkarismatik. Jadi harap ditekankan dan diperjelas bahwa agenda dari dialog ini adalah kedua hal diatas tsb., bukan soal doktrin suatu gereja atau denominasi.

Back to the Top














IV. PESERTA DIALOG

Pada dasarnya peserta dialog dibagi dalam 3 kategori: IFGF, ICF, dan Non-blok. Sekali lagi perlu diingat bahwa ICF adalah organisasi pelayanan mahasiswa/i di Kampus yang bersifat interdenominasi (termasuk ada rekan-rekan karismatik di dalam ICF) dan bukan suatu wadah gereja.

Daftar nama peserta diskusi di indonesian-christian-sfu@sfu.ca:

IFGF:
1. Hendra Tambunan - San Fransisco, California
(mengundurkan diri sebelum dialog berjalan jauh)
2. Benny W. Tjahjono - Boston, Massachussets
3. Lanny Tjandra - Boston, Massachussets
(mengundurkan diri ditengah dialog)
4. David Trisna - Houston, Texas
(mengundurkan diri ditengah dialog)
5. Agus Prihardjo - Pekan Baru, pindah ke San Fransisco
6. Danny Hanafi - Los Angeles, California
(tidak pernah memperkenalkan diri dan terpaksa dicabut namanya dari list.
7. Muliady - Purdue, Indiana


ICF:
1. Richard Saudale - Houston, Texas
2. Matius Ho - Madison, Wisconsin
3. Andri Sianipar - Madison, Wisconsin
(mengundurkan diri pada waktu dialog menyepi)
4. Yohannes Somawiharja - Columbus, Ohio
5. Darmadi Darmawangsa - Boston, Massachussets
6. Rina Djohari - Purdue, Indiana
7. Jurianto Joe - Madison, Wisconsin
8. Antony Parulian - College Station, Texas
9. Darwin Anwar - Minneapolis, Minnesota
10. Edwin Sutanto - Madison, Wisconsin
11. Joedi Sunjaya - College Station, Texas
12. Kie Eng Go - Dallas, Texas
13. Kent Suryadinata - Madison, Wisconsin
14. Dipowarga Wirawan - Ames, Iowa
15. Melita Kitting - Purdue, Indiana
16. Sendjaya - Seattle, Washington
17. Leo Rijadi - Purdue, Indiana
18. Yulie Iliadi - Minneapolis, Minnesota
19. Audy Sunarya - Seattle, Washington
20. Cindy suminar - San Diego,California
21. Henry Gerung - Madison, Wisconsin
22. Renata Rehardjo - San Diego, California
23. David Hadiprijanto - Seattle, Washington
24. Vivy Alimin - Seattle, Washington
25. Yenny Sukarta - Seattle, Washington


Non-Blok:
1. Semmy Littik - Van Couver, British Columbia
2. Daroedono - Nashville, Tennessee
3. Heintje Lukas - Van Couver, British Columbia
4. Andreas P. Adi - Kiryu City, Japan
5. Togu Manurung - Madison, Wisconsin
6. Peter Khumara - Amherst, Massachusetts
7. Theodorus Aristanto - Columbia, Missouri
8. Edward Purba - Stillwater, Oklahoma
9. Kim-Fu Lim - Seattle, Washington
10. Agung Widiadi - Champaign, Illinois
11. Paulus Irawan - Misato-shi, Saitama-ken Japan
12. Stefanus Moniaga - Los Angeles, California
13. Raymond Teguh - Ypsilanti, Michigan
14. Edy Susilo - Austin, Texas
15. Sunny Hanafi - Seattle, Washington
16. Jonathan Winata - Houston, Texas

Back to the Top








V. JALANNYA DIALOG

Harus diakui bahwa khususnya dalam budaya Kristen Indonesia, percakapan mengenai denominasi merupakan hal yang seringkali peka. Kepekaan ini menjadi sedemikian rupa sehingga seringkali membuat percakapan dalam topik yang tidak ada hubungannya dengan denominasi bisa menjadi keruh karena terbawa masuk dalam kotak-kotak denominasi.

Dialog antara ICF dan IFGF, sebenarnya sudah terjadi beberapa kali, baik dalam setting lokal dan tidak formal, maupun dalam setting yang lebih "formal". Dialog melalui jalur internet ini bisa dilihat sebagai suatu tangga klimaks, yaitu sudah terjadi "dialog-dialog" di tempat lokal yang mencoba mengatasi masalah kekeruhan antara ICF dan IFGF (misalnya di Seattle, Houston, Purdue, Boston), kemudian pernah juga terjadi dialog sedikit "formal" di Dallas antara beberapa pimpinan atas dari IFGF dengan pekerja-pekerja ICF di Texas (yang mungkin bisa dilihat sebagai suatu dialog regional), dan kemudian terjadi dialog yang bersifat global melalui jalur internet ini.

Setelah melalui beberapa banyak dialog seperti itu, seharusnya kelajuan dan topik bahasan dalam dialogpun bisa membaik dan
lebih produktif. Namun, itu bukan merupakan kenyataan yang terjadi. Isi dan kader dialog tidak makin membaik, bahkan bisa dikatakan makin memburuk.

Dalam dialog di Dallas, Spring 1994, jalan dialog dirasakan sangat meng-frustrasikan bagi pekerja-pekerja ICF di Texas, karena sikap para pemimpin IFGF yang tidak memperdulikan "keluhan-keluhan" yang disampaikan. Setiap keluhan yang disampaikan, selalu ditanggapi dengan jawaban - betapa baik dan mapannya program IFGF, khususnya bisa dilihat dari IFGF di Los Angeles.

Juga dalam dialog di Dallas, terlihat bahwa dari pihak IFGF, dialog banyak didominan oleh bapak Pdt. Paul Tan (Direktur IFGF untuk Amerika Utara). Entah ini memang merupakan budaya "timur", dimana hak "bersuara" ada pada sang ketua atau bagaimana, kurang jelas.

Pada dialog di sfu-net ini, terlihat adanya pattern-pattern yang
hampir sama dengan dialog di Dallas tsb. Mungkin bisa dilihat dari dua faktor: Isi dialog dan Pengisi dialog.

1. Isi dialog
Jelas bahwa tujuan dari dialog di sfu-net sudah diuraikan dan disampaikan dari awal (III. AGENDA DIALOG). Namun dari pihak IFGF, dari awal dialog ini, selalu ingin mengalihkan agenda dialog pada issue-issue yang bukan merupakan agenda yang disepakati. Bahkan lebih mengejutkan lagi, bapak David Trisna ingin mengeruhkan dialog menjadi issue karismatik melawan non-karismatik, yaitu dengan melemparkan issue-issue "Charismatic cleansing", menuduh bahwa ICF adalah wadah yang ingin mengusir teman-teman karismatik.
Sulit untuk mendapat tanggapan dari pihak IFGF yang berfokus
pada agenda dialog. Dari tuduhan tentang adanya "charismatic cleansing", disusul dengan tuduhan bahwa pekerja ICF sama serupa dengan kaum "Farisi", disusul dengan ajakan memilih wakil juru runding dari pihak ICF dan IFGF; sementara itu diselingi dengan banyak tulisan-tulisan yang berusaha mempropagandakan agenda pelayanan IFGF yang tidak ada hubungannya dengan agenda dialog ini.

2. Pengisi dialog
Dari pihak ICF, kebebasan bersuara dan menyampaikan pendapat dan pikiran berjalan dengan lancar dan bebas. Karena memang ICF-ICF di Amerika bukan suatau lembaga yang satu dan ada dibawah
satu bendera, melainkan wadah-wadah pelayanan yang bebas dan otonom. Sementara itu kebebasan bersuara dari setiap anggota ICFpun sangat bisa dirasakan.
Sebaliknya dari pihak IFGF, yang bersuara hanya beberapa orang
saja, bahkan hanya 2 orang, yaitu bapak David Trisna dan bapak
Agus Prihardjo. Sementara itu peserta dialog dari IFGF lainnya pasif, dan ada beberapa yang mengundurkan diri dari ruang dialog.
Melihat kembali dialog di Dallas dan di sfu-net ini, jelas terlihat akan adanya suatu pattern dialog yang hampir sama. Yang masih tidak jelas, apakah hal ini memang disengaja atau terjadi dengan natural. Namun yang jelas, jalan dialog yang seperti ini tidak akan menghasilkan buah apa-apa, bahkan akan menaruh IFGF dan ICF pada kubu-kubu yang makin saling berlawanan dan "bersaing", yang mana merupakan hal yang tidak sehat dan tidak Kristiani.

Back to the Top









VI. SIKAP ICF

Karena keberadaan ICF yang mandiri dan otonom dari satu ICF ke ICF lainnya, sebetulnya pada awalnya tidak ada sikap anti terhadap IFGF. Yang menjadi masalah dan dirasakan dengan sangat natural oleh ICF-ICF di kampus-kampus di Amerika Utara, adalah CARA-CARA methode pelayanan yang dilakukan oleh kelompok IFGF. Karena banyak kali dimana saja IFGF memulai pelayanannya (khususnya pada kurun waktu sebelum pernah ada dialog2 yg terbuka terjadi), hampir selalu kelompok pelayanan ICF terpolarisasi, dan menjadi kurban, bahkan masyarakat Indonesia setempatpun seringkali terbawa dalam arus "panas emosi". (Memang kekeruhan ini makin mengurang, khususnya pada waktu kasus-kasus ini mulai di-expose dan dibicarakan dengan lebih terbuka diantara ICF yang satu dengan ICF yang lain).

Jadi kalau ingin diringkaskan, sikap ICF sangat peduli akan kekeruhan dan polarisasi yang terjadi di kampuskampus (baik antara kelompok Kristen sendiri, maupun diantara masyarakat Indonesia pada umumnya). Kepedulian ini seringkali menjadi sedemikian rupa, sehingga sering tampak dan dirasakan bahkan diartikan sebagai sikap yang "arogan" dan kasar atau "menghakimi", khususnya oleh mereka-mereka yang tidak mengetahui konteks bahkan tidak merasakan secara langsung getirnya bila berada dalam situasi yang sebenarnya.

Dalam sikap yang sering diartikan "kasar" ini, ICF masih ingin tetap mencari jalan keluar agar kekeruhan tidak perlu terjadi lagi di kampus-kampus, dan sebaliknya yaitu kasih karunia Kristus bisa dirasakan kedamaiannya dalam kampus-kampus. Selain dari initiatif untuk terus membuka dialog dengan kelompok IFGF, dalam sikap kepeduliannya terhadap pelayanan kampus, beberapa ICF sudah mulai mengadakan diskusidiskusi kelompok dalam topik: Kehadiran Gereja Indonesia di Kampus di Amerika - Pro dan Contra.

Back to the Top








VII. SIKAP IFGF

Agak sulit untuk bisa menyimpulkan sikap IFGF dalam semua kasus ini, khususnya karena seakan-akan adanya suatu hal yang "misterius" dari para pimpinan-atas IFGF untuk mau berkomunikasi berdialog terbuka dengan kelompok lain (walau mungkin kelompok tsb. berada dalam posisi yang ber-"oposisi"). Yang mungkin bisa disimpulkan adalah adanya pattern-pattern yang jelas tampak.

1. Kepedulian
Dari dialog di sfu net ini, terlihat adanya sikap yang kurang peduli dari para pemimpin atas dan para pekerja lapangan IFGF terhadap kasus-kasus kekeruhan yang terjadi. Berulang kali undangan kepada para pemimpin-pemimpin key,
baik di pusat maupun di lapangan, untuk berpartisipasi dalam dialog ini dikirimkan, namun undangan-undangan tsb. tidak pernah ditanggapi. Bahkan beberapa peserta dari IFGF ada yang mengundurkan diri dari dialog ini. Sikap seperti ini mencerminkan sikap yang tidak peduli akan lingkungan, apalagi mengetahui bahwa keberadaan lingkungan itu ada kaitannya dengan ulah-ulah IFGF sendiri. Bahkan sikap seperti ini, seolah-olah mencerminkan sikap yang tidak menghargai "sejarah", yaitu apa yang terjadi kemarin sudah liwat dan sudah terjadi, tidak ada yang bisa dilakukan untuk menghilangkan noda-noda yang ada; yang penting adalah saat kini.

2. Arogansi
Selanjutnya yang cukup jelas terjadi akibat dari sikap kurang peduli tsb., adalah adanya sikap arogansi. Seakan-akan tercermin bahwa IFGF tidak takut pada manusia, tapi hanya bertanggung jawab pada Tuhan. Sikap ini bisa terlihat dalam data-data lapangan yang terlampir, dan bahkan juga kasus-kasus yang melibatkan IFGF dengan Permias misalnya. Dengan sikap yang seperti ini, seringkali yang dituntut adalah penuntutan HAK, bukan kesadaran akan KEWAJIBAN dan TANGGUNG JAWAB (khususnya sebagai manusia Kristen Indonesia).

Sedangkan sikap IFGF terhadap keberadaan ICF sendiri, bisa disimpulkan dari pernyataan bapak Pdt. Paul Tan selagi berdialog di Dallas, Spring 1994; yaitu IFGF tidak mengakui kevaliditasan pelayanan ICF, pelayanan ICF akan macet dan tidak kemana-mana, tidak bertumbuh. Dari pernyataan itu sendiri, bisa disimpulkan dengan gamblang dan jelas bahwa IFGF mempunyai justifikasi yang jelas (bahkan diartikan justifikasi yang Alkitabiah) untuk "berdiri" diatas ICF. Dalam dialog di sfu-net ini, pernyataan dari bapak Pdt. Paul Tan itu coba "diperlunak" artinya (melalui tulisan-tulisan pak David Trisna misalnya), tapi kalau ditelaah dan dipelajari data-data di sfu-net ini, jelas bahwa implikasi yang ada masih sama saja. Akan sangat menarik sekali kalau bapak Pdt. Paul Tan mau melanjutkan dialog tsb. (sayang bapak Pdt. Paul Tan tidak hadir di sfu-net).

Back to the Top








VIII. SIKAP NON-BLOKER

Non-bloker disini adalah teman-teman peserta di sfu-net yang menyatakan diri tidak berafiliasi dengan ICF ataupun dengan IFGF, dan semua menyatakan diri sebagai orang Kristen. Kategori Non-bloker ini memang tidak begitu jelas, karena memang ada peserta yang sama sekali asing dan tidak mengenal apa
itu ICF atau IFGF, tapi memang juga ada peserta yang bisa dikategorikan peserta dari ICF maupun IFGF. Mungkin paling tidak Non-bloker ini bisa diartikan, selain mereka yang sama sekali tidak terlibat pada ICF atau IFGF, adalah juga
mereka yang merasa tidak penting mengidentifikasikan dirinya dengan ICF atau IFGF.

Secara umum, sikap Non-bloker dalam dialog di sfu ini adalah sebagai observan saja. Mereka ingin hadir dalam dialog ini, selain ignin tahu, curious, juga ada sikap concern terhadap kerusuhan antara kalangan Kristen sendiri. Kehadiran para Non-bloker amat penting dan berguna dalam dialog ini:

1. Membangun sikap kehati-hatian yang tidak langsung kepada para peserta yang aktif berdialog, dimana ada "pihak ketiga" yang mengikuti dialog.
2. Membuat para peserta dialog lebih sadar bahwa sesungguhnya arena dialog ini sudah bersifat global, tidak lagi lokal ataupun regional. Dampak psikologis dari ini amat sangat penting, sama halnya dengan point nomor 1 di atas.
3. Terlihat bahwa para Non-bloker tidak merasa sebagai orang luar dalam dialog ini, melainkan ada suatu suasana bahwa mereka juga bagian dari dialog ini. Hal ini juga amat penting peranannya secara psikologis.
4. Tidak sungkan para Non-bloker berpartisipasi dalam dialog (sebagai verifikasi dari point 3 di atas), dengan membantu memberikan data, atau memberikan kata-kata damai, atau mengajukan himbauan dlsb.

Tentang bagaimana sikap akhir para Non-bloker terhadap dialog ini, bukan merupakan bagian dari agenda dialog ini, yaitu mencoba mempengaruhi atau mempolarisasi lebih jauh komunitas Kristen lainnya.

Back to the Top









IX. AKHIR DIALOG

Mungkin ada sekitar 500 email atau bahkan lebih, yang sempat terkirim selama dialog ini berlangsung. Banyak ragam isi tulisan dan pikiran serta hasrat hati yang tersirat dalam email -email tsb., ada yang bernada tuduhan, ada yang bernada cacian, ada yang bernada wejangan, ada yang berupa polemik, ada yang berupa pengajaran, ada yang berupa sindiran, ada yang berupa teguran, ada yang berisi peringatan, ada yang berisi hiburan dan nasihat dst.

Memang dialog ini akan berakhir suatu waktu, dan mungkin disinilah saat yang baik untuk dialog ini diakhiri. Setelah melihat adanya pattern yang hampir sama dengan dialog IFGF-ICFTX di Dallas, terlihat bahwa dialog di sfu-net ini tidak akan mampu menghasilkan resolusi-resolusi bersama atau bahkan suatu pikatan understanding antara IFGF dan ICF-ICF. Daripada tulisan-tulisan yang muncul akan terus membakar sumbu emosi dan kesabaran setiap peserta, ada baiknya dialog di sfu-net ini diakhiri saja. Sejak dari awal, berbagai macam ajakan dan harapan agar para pemimpin atas dari IFGF bisa berpartisipasi dalam dialog ini, disampaikan oleh para peserta dialog. Dengan baik hati pak David Trisna (salah satu pemimpin IFGF dari Houston) bersedia untuk berpartisipasi dalam dialog ini. Partisipasi pak David dalam dialog ini sangat penting, khususnya mengingat tidak banyak pemimpin IFGF yang menanggapi ajakan berdialog, dan juga posisi pak David dalam badan keorganisasian IFGF tampaknya lumayan berpengaruh.

Setelah dialog mulai berjalan dan aktif, tulisan mulai ramai mengisi jalur sfu-net, ternyata mulai tampak jelas dan cukup mudah terbaca cara-cara berdialog yang ingin dilakukan oleh pihak IFGF (khususnya melalui pad David; walau pak David menyatakan bahwa ybs. hanya mewakili IFGF-Houston). Pada dasarnya cara-cara itu adalah membelokkan tujuan dialog dari agenda awalnya, yang dengan bersamaan diisi dengan cara-cara yang mencoba mengkotak-kotakkan peserta dialog dalam berbagai macam kotak: kotak karismatik dan non-karismatik, kotak pelayanan Injil yang ikut-ikutan dan yang aktif, kotak gereja dan non-gereja. Usaha pengkotak-kotakan itu bisa tercium oleh peserta-peserta dialog dan tidak membuahkan apa-apa. Dengan kata lain peserta masih ingin dialog berpacu dalam agenda awalnya. Akhirnya kotak yang paling akhir yang diajukan oleh pak David adalah kotak IFGF dan ICF, yaitu permintaan agar dialog ini bisa berjalan, lebih baik dipilih seorang JURU RUNDING dari pihak IFGF dan seorang JURU RUNDING dari pihak ICF. Pemilihan seorang juru runding dari pihak IFGF tidak akan ada masalah, karena IFGF suatu wadah yang menyatu dengan pola kepemimpinan atasnya yang jelas otoritasnya. Sedangkan dari sisi ICF, pemilihan seorang juru runding tidaklah mudah, karena ICF dari satu kampus ke kampus lainnya merupakan wadah yang terpisah dan independent. Bukan itu saja, para peserta dialog dari ICF dengan tegas menyatakan bahwa mereka tidak mau dan tidak merasa perlu diwakili hanya oleh seorang juru runding; hak suara mereka dan kebebasan menyatakan pikiran mereka dalam issue dan agenda dialog ini merupakan bagian dari hak kebebasan mereka untuk berpendapat.

Pak David menekankan bahwa sejauh itu dialog tidak pernah berjalan dengan produktif, selalu penuh dengan "sikutan-sikutan", karena itu penting untuk dipilih seorang juru runding. Sementara itu pihak peserta-peserta ICF menyatakan bahwa "keruhnya" jalan dialog saat itu, dikarenakan tulisan2 dari pak David dan pak Agus yang tidak ada hubungannya dengan agenda dialog. Sedangkan kalau pihak IFGF berani menjaga dirinya untuk hanya membahas agenda, jalan dialog tidak akan simpang-siur, demikian tanggapan peserta-peserta ICF.

Kegagalan pak David dalam memasukkan peserta dialog dalam kotak IFGF dan ICF, disusul dengan pernyataan pengunduran diri pak David dari ruang dialog, dengan alasan kesibukan tugas dan pelayanan; hal inipun sudah terlebih dahulu tertebak oleh peserta dialog, yang sebetulnya tidak berpihak ke ICF atau IFGF, dan dinyatakan dengan terbuka di sfu.

Dengan pengunduran diri pak David, tanpa disadari terjadi suatu kekecewaan yang besar diantara semua peserta dialog, khususnya dari pihak ICF. Dan otomatis semangat berdialog punah dalam waktu singkat. Akan menarik sekali kalau seandainya setiap peserta dialog berani menuliskan kesimpulannya masing-masing secara garis besar tentang dialog ini.

Sementara itu terdengar beberapa berita, bahwa sebetulnya dialog ini memang diikuti oleh banyak orang, selain yang terdaftar langsung di sfu-net. Bahkan ada sempat terdengar bahwa ada beberapa hamba Tuhan yang juga tahu akan adanya dialog ini. Rupanya memang ini merupakan issue yang cukup kritikal, tapi bagaikan suatu hot potato, tidak ada yang berani menyentuhnya dan tidak ada yang berusaha mengupas kulitnya, sehingga isinya bisa dipelajari dan disimak; bahkan para hamba-hamba Tuhan yang tahu akan hal ini merasa lebih baik berdiri sedikit jauh saja. Sikap yang tertera dalam paragraph di atas merupakan sikap yang harus menjadi pemikiran kita bersama, dan ini merupakan hal yang patut diprihatini. Seringkali, dalam pelayanan Kristiani, ada kecenderungan untuk kita membuat simbol-simbol, yang disengaja atau tidak, kita jadikan seperti suatu jimat. Simbol-simbol itu "dijual" sedemikian rupa, sehingga mempunyai kekuatan gaib yang hampir seperti jimat, yang sanggup membekukan dan memuntulkan kemampuan berpikir dari kita. Misalnya, beberapa simbol yang kita angkat dan kita jadikan jimat adalah "kasih" dan "kesatuan". Memang Yesus dalam kitab Yohanes pasal-pasal yang terakhir, menekankan bahwa pelayanan para murid tidak akan membuahkan apa-apa, kalau pelayanan itu tidak disertai dengan kasih dan kesatuan; dunia tidak akan bisa mengenal kita sebagai murid Kristus kalau tidak ada kasih dan kesatuan diantara kita. Prinsip kasih dan kesatuan ini seringkali sudah dijadikan jimat, dimana umat Kristen menjadi takut untuk berbeda pendapat, takut untuk "berdebat" dan berargumentasi dengan akal sehat, mencoba secara objectif menelaah suatu issue dan melihat bagaimana pelayanan Kerajaan Allah bisa lebih di-optimum. Dimana ada perbedaan pendapat, atau perbedaan cara pandang, bahkan perbedaan "doktrin", pada umumnya kita lebih memilih untuk berdiam mulut. Seharusnya, adalah kewajiban dan tanggung jawab umat Kristen terpelajar untuk berani membina pola berpikir yang kritis dan positif. Berani melihat perbedaan sebagai suatu ASET untuk bersatu dan untuk saling lebih mengasihi. Karena dengan berani berbeda dan berani menelaah pendapat masing-masing, kita bisa lebih mengenal satu dengan yang lain, dimana landasan suatu hubungan bisa lebih kohesif dan menyatu. Dalam pola pikir seperti ini tidak ada tempat untuk cara pandang yang selalu penuh dengan KOTAK-KOTAK (PRIMORDIAL). Kasih dan kesatuan antara seorang karismatik dan seorang non-karismatik baru bisa terjalin dengan baik, kalau keduanya mau mengakui akan adanya perbedaan dan mau saling menghormati. Sebaliknya adalah naif dan arogan kalau selalu berpikir bahwa untuk mengasihi dan bersatu semuanya harus menjadi sama dengan saya. Bukankah ini pola berpikir yang pernah diajukan oleh seorang Jerman bernama Adolf Hitler. Selalu ada tempat untuk seorang Calvinist dan Armeinist untuk melayani bersama, bergandengan tangan di ladang pelayanan, dimana mereka masingmasing bisa tetap secara "fanatik" dalam hatinya berpikir sebagaimana seorang Calvinist atau Armeinist layaknya berpikir.

Kalau mengikuti perkembangan dari gerakan-gerakan Kristen dalam masyarakat (khususnya di Amerika, dan memang ada tendensi pola gerak di Indonesia banyak yang mengikuti pola gerak dari luar; padahal Indonesia kaya dengan potensi untuk membuat pola gerak pelayanan sendiri yg kontekstual), seperti ada suatu pattern
yang cukup tampak, yaitu adanya suatu keradikalan dalam bentuk action dan perbuatan, tapi cukup rapuh dalam bentuk ideologi atau basis dasar iman. Misalnya ini bisa diperhatikan dalam bebearpa hal, yaitu aksi2 anti-aborsi yang semakin militant dan "kasar", sampai pada hal-hal yang bersifat ibadah religius dalma gedung gereja (dimana umat diajar, sadar atau tidak, untuk mengukur atau menilai sesuatu "ajaran" hanya berdasarkan manifestasi2 tertentu saja; bagaikan suatu proses pembiusan dimana "akal sehat" rohani dari seorang Kristen menjadi numb atau beku). Padahal yang kita perlukan adalah umat Kristen yg berani radikal dalam basis-basis pemikiran dasar iman, berani fanatik dalam hal-hal yang berhubungan dengan conviction iman yang berdasarkan Alkitab, tapi lembut dan bijak dalam hal action, sehingga proses penggaraman masyarakat bisa terjadi dengan efektif. Sikap seperti ini, dikuatirkan telah merapuhkan gereja-gereja Kristus, gereja yang "dangkal", sensual; sedangkan yang kita perlukan adalah gereja yang berdiri teguh pada conviction iman yang tegas, yang melahirkan agenda dan pola pelayanan yang mengena dan Alkitabiah.

Pertanyaan yang kita patut tanyakan, apakah kita sudah sungguh menjadi garam? Ini pertanyaan yang sederhana dan sering kita dengar dalam khotbah2, tapi tidak pernah ada jawaban yang jelas, atau laporan2 dan data-data yang positif. Coba kita renungkan pertanyaan tsb., apakah kita sudah menggarami masyarakat kita? Garam yang baik dan tepat pada porsinya akan menjadikan suatu masakan enak disantap, tidak mengakibatkan orang menjadi brudreg. Dalam bentuk pola pelayanan dimana domination dan kesuksesan diukur berdasarkan jumlah dan luas teritori, khususnya dari suatu warna wadah tertentu saja, yang akan timbul adalah pola pelayanan kaum "elite" dimana tidak ada tempat bagi pelayan, yang ada hanya kursi-kursi tahta bagi para "raja penguasa". Sedangkan dalam pelayanan Kerajaan Allah selalu ada tempat bagi seorang pelayan. Ternyata dialog ini sudah memakan banyak tenaga dan waktu dan emosi dari begitu banyak orang, baik dari peserta ICF, IFGF, maupun rekan-rekan yang tidak terikat pada ICF atau IFGF. Ada baiknya rumusan dialog ini didokumentasikan, dan dijadikan dokumen umum, dimana isi dan catatan yang ada bisa menjadi hikmah kita semua, maupun pelayan-pelayan Tuhan lainnya dimana saja. Semoga dari dialog yang sangat menggrogoti emosi ini, nama Allah kita bisa tetap dimuliakan. Semoga kasih pengasihanan dan pengampunan Allah dalam Yesus bisa memenuhi hati kita semua, sehingga ada suatu keteduhan dalam hati kita masing untuk melangkah ke ladang Tuhan yang masih perlu banyak pekerja. Semoga pihak ICF bisa mendapat hikmah dan pelajaran yang baik dari dialog ini. Semoga pihak IFGF bisa merenungi ulang catatan dalam dialog ini dan menerima hikmahnya.


Sekian dan Tuhan berkati kita semua.
Penulis rumusan dialog,
Kie Eng Go
ego@msptest.sc.ti.com
Ditulis berdasarkan semua masukan email selama dialog berlangsung.

Back to the Top









LAMPIRAN A. DATA FRESNO, CALIFORNIA

ICF Fresno pada waktu tahun 1980 berjalan baik di bawah bimbingan Pdt. Phebe Poernomo (sekrg menggembalakan GII Fresno). Kemudian datanglah beberapa orang pemuda dari Semarang ke Fresno. Diantaranya Sdr. Billy Sindoro, Eddy, dan Jimmy Oentoro. Mereka semua kemudian aktif melayani di ICF Fresno bersama Pdt. Phebe.

Beberapa bulan kemudian mereka mengusulkan dan menawarkan untuk mengadakan KKR dengan pembicara Pdt. Damaris dan Suster Yohanes, kedua pembicara yang sedianya akan mengadakan KKR keliling Los Angeles dan San Fransisco. Mereka mengatakan bahwa maksud KKR ini tidak lain hanyalah untuk PI. Dan jika ada yang bertobat, maka akan diarahkan ke local churches di Fresno. Ide ini tidak disetujui oleh Pdt. Phebe mengingat kesiapan ICF mengadakan KKR dan follow up nya. Namun mereka ngotot minta diadakan. Ahirnya mereka mengadakan sendiri dan Pdt. Phebe tidak hadir malam itu. Setelah KKR berlalu, mereka mengadakan persekutuan hari Jumat malam (Persekutuan ICF Fresno setiap Sabtu malam). Ketika PDt. Phebe menelpon salah seorang dari mereka mengapa mereka mengadakan persekutuan sendiri, jawabnya hanya untuk sementara (beberapa kali) karena waktu itu mereka kedatangan Yeremia Rim. Namun rupanya mereka tidak melakukan apa yang mereka katakan. Dan persekutuan terus berlangsung sampai pada th 1981 mereka mengumumkan berdirinya gereja IFGF di Fresno.

Setelah IFGF berdiri, mereka berusaha menarik anggota ICF Fresno. Hal ini menimbulkan perpecahan di ICF Fresno. Bebrapa pemimpin IFGF datang ke ICF Fresno untuk mendekati orang baru dan mengajak mereka ke IFGF. Tidak cukup itu, mereka berkata bahwa di ICF, tidak ada Roh Kudus, tidak ada bahasa lidah. Orang yang ada di IFGF Fresno dilarang ke ICF. Tahun 1982 berdirilah GII Fresno. Kalau pimpinan IFGF ditanya mengapa mereka memboikot dengan keluar dari persekutuan dan membuat perpecahan, mereka menjawab bahwa mereka akan mendirikan gereja IFGF sebagai perintah Tuhan. Bukankah ada IFGF dulu baru GII Fresno? Namun salah seorang pemimpinnya berkata bahwa dia tidak suka membicarakan sejarah. Yang penting hari ini.
Begitu dulu dari saya.
In Him,
Sendjaya

Back to the Top









LAMPIRAN B. DATA SEATTLE, WASHINGTON

Catatan kasus masuknya IFGF di Seattle
Early 1991
Beberapa orang dari IFGF dan satu dari Bethany memulai Persekutuan API, yg berwarna karismatik.

Sep 1991
Ekklesia mendapatkan undangan kerja sama dari API utk mengadakan Indonesian Music Celebration tgl November 7, 1991. Sponsor utamanya adalah Indonesian Harvest Outreach yg mengirimkan
band ke Seattle. Undangan itu kami terima sebagai salah satu usaha program outreach kami. Tugas kami adalah mencari tempat, menyediakan makanan, dan logistics, vocal group, lalu menyebarkan undangan.
Beberapa minggu sebelum IMC diselenggarakan, undangan yg dicetak oleh IHO di Los Angeles disebarluaskan. Tanggapan dari masyarakat Indonesia di Seattle sangat positif. Namun
dalam undangan tsb tdk ada disebutkan KKR sama sekali, bahkan kata rohani/Injil pun tdk ada. Pihak panitia masih mengira kalau IMC itu hanya spt malam Puji dan Syukur.

Nov 7, 1991
Kami terkejut sekali wkt tiba2 Pdt. Hanafi kotbah yg kemudian disusul oleh Jimmy Untoro yg menyatakan rencana mereka mendirikan IFGF thn depan.
Dari kejadian IMC, orang Islam dan pihak Permias agak tersinggung, krn mereka merasa tertipu. Kejadian ini sempat membawa amarah dari pihak tsb. Akhirnya, Sutjipto dari Persekutuan Ekklesia mengeluarkan
pernyataan maaf atas apa yg terjadi. Melalui surat tsb, kami berusaha menjelaskan miscommunication yg terjadi.
Di Ekklesia juga menjadi agak tegang, krn sptnya jerih payah kami disalahgunakan utk membangun gereja IFGF. Bahkan kami sempat ditegor oleh ISI krn cara penginjilan yg tdk menjunjung etika kristen.
Persekutuan API pun mulai terpecah, beberapa pionirnya dari
IFGF memisahkan diri. Rupanya, Andy, anggota gereja Bethany juga
sangat kecewa dgn tindakan IFGF.
Tdk lama setelah kejadian IMC, muncul dalam newsletter IFGF yg memuat berita tdk benar akan sudah berdirinya gereja IFGF di Seattle.

April, 1992
Andy menerima jabatan pengurus departemen puji2an di Ekklesia.
Ekklesia terus bertumbuh dgn sehat.
Nov 7, 1992
Pdt. Hanafie dan beberapa rekan dari IFGF datang berkunjung ke Seattle. Mereka mengadakan pertemuan di hari Sabtu.
Sat, Dec 5, 1992
Dalam rapat bulanan pengurus Ekklesia, Andy pemimpin Pilar Pujian-pujian memberitahu akan berdirinya IFGF Seattle di bulan January. Lalu dia juga mengutarakan niatnya utk melayani disana mulai bln April 93 yg mana wkt jabatannya di Ekklesia selesai.
Sat, Jan 2, 1993
Kebaktian IFGF yg pertama diadakan di Bellevue (+- 12 Miles east of Seattle). Hanya ada 3 hadir dari Ekklesia. Christopher dari Malaysia diutus oleh IFGF pusat utk menggembalakan IFGF Seattle.
Mon, Jan 4, 1993
Brosur IFGF Seattle disebarkan di kampus-kampus Seattle: UW, Seattle U., Shoreline, dll. Dlm brosur tsb tertulis nama Andy sbg contact person yg mana banyak menimbulkan pertanyaan, krn Andy masih pengurus Pilar Puji-pujian di Ekklesia. Beberapa anggota Ekklesia diminta utk membagikan brosur tsb.
Mon, Jan 11, 1993
Kami mengundang Pdt. Dan Peterson datang dalam pertemuan pengurus
utk membantu memikirkan bgm hal ini disampaikan kepd jemaat tanpa menimbulkan gosip perpecahan, atau perasaan Ekklesia menutup pintu bagi karismatik, dsb. Akhirnya diputuskan, Juma'at mendatang, saya sendiri hrs mengumumkan hal ini, dan minta Andy utk menjelaskan posisi dia. Andy setuju, dan Pdt. Dan akan tutup dgn Perjamuan Kudus.
Fri, Jan 15, 1993
Pengumuman mengenai kebaktian IFGF muncul di brosur acara Ekklesia, tanpa sepengetahuan 5 pengurus yg mana agak disesalkan.
Pdt. Dan membawakan topik "Pokok anggur yg benar", dari Yoh 15. Setelah penjelasan sedikit mengenai brosur IFGF, saya persilakan
Andy utk menceritakan visinya membangun gereja IFGF di Seattle. Sbg penutup saya kutip Joh 15:12-14 mengenai perintah Tuhan Yesus utk saling mengasihi. Akhirnya ditutup dgn Perjamuan Kudus. Respon yg saya dpt cukup positif, walaupun ada beberapa yg masih blm puas.


==============================================================
Catatan tambahan dari seorang pengurus ICF-eklesia waktu itu. (Dalam laporan ini sdr. A adalah sdr. Andy Tjokro)

November 1991.
IFGF for the first time , diperkenalkan ke Ekklesia di Seattle, lewat seorang teman/pengurus yg juga melayani di Ekklesia. Waktu itu, sebutlah si A, mengundang semua pengurus Ekklesia untuk rapat. Rapat nya adalah untuk membicarakan sebuah program yg akan diadakan di Seattle. Si A mengatakan dia baru saja berbicara dgn pihak IFGF, dan IFGF bersedia "membantu" Ekklesia untuk mengadakan sebuah acara di Seattle. IFGF mengatakan mereka akan mengirimkan team musik mereka, Harvest Outreach ... (saya lupa nama teamnya), ke Seattle berikut semua peralatannya. Dan yg hebatnya (tawaran yg menggiurkan) mereka akan subsidi semua biaya penerbangan team mereka, jadi Ekklesia tdk perlu mengeluarkan sepeserpun utk biaya penerbangan ini. (yang kalau dihitung mungkin mencapai ratusan dollar)

Mereka mengatakan akan mengadakan acara yg berjudul
"Indonesian Music Celebration". Waktu panitia dibentuk untuk acara ini,90% pekerja/panitianya dari Ekklesia, termasuk saya. Saya menjadi panitia acara waktu itu. Si A menjadi ketua panitia IMC (Indonesian Music Celebration) nya.

Waktu rapat berjalan, kita mengundang wakil dari Permias, utk turut serta dalam program ini. Si A, memberikan gambaran jalan nya acara sbb:
- Sebagian besar berisi hidangan musik kontemporer
- Makan malam/ ramah tamah.
Terus kita (dari pihak Ekklesia) bertanya bagaimana dgn penginjilannya?
Si A mengatakan, penginjilan nya terjadi lewat persahabatan/ perbincangan di saat ramah tamah, jadi kita mencoba utk melakukan penginjilan pribadi lewat persahabatan. Si A mengatakan tdk ada kotbah. Jadi acara akan berlangsung seperti yg di atas. Kita, dari pihak Ekklesia, percaya dgn si A, karena dia
adalah org yg baik.

Saya sbg panitia acara, hanya mengetahui bhw acaranya akan spt yg disebutkan diatas. Undangan mulai dibagikan di kalangan mahasiswa di seluruh Seattle. Yg hadir waktu itu lebih dari 200 org, ada rombongan anak2 muslim pun hadir,yg biasanya tdk pernah ke gereja/ ekklesia.

TETAPI:
Sore hari itu, sebelum IMC night dimulai, IFGF merubah semua acaranya. Mereka take over semua acaranya, perubahan acara pun tdk dikomunikasikan ke saya (yg sbg panitia acara).
Acara nya berisi:
- lagu2 rohani kontemporer ( +- 30 - 45 menit)
- 2 kesaksian dari pengurus IFGF (+- 1 1/2 jam total)
- kotbah tantangan / penginjilan + pemanggilan ( 1 jam)
- ramah tamah.

Result:
Acara di luar kontrol saya, saya hanya kaget, koq tiba2 bisa ada kesaksian dan kotbah di atas panggung (panjang lagi).
Acara jadi berubah KKR. Org Islam kecewa. Saya ditegur keras dari pihak permias, karena saya panitia acaranya.
Saya hanya bisa minta maaf, walaupun itu bukan saya yg buat.
Nama saya jadi jelek di Permias (sebelumnya saya punya nama baik dan cukup dipercaya di permias). Sejak peristiwa itu, Ekklesia jadi kena getahnya, dan hubungan Ekklesia dgn Permias jadi kurang baik.

Jawaban dari pihak IFGF:
Mereka menyalahkan si A, yg menurut mereka memberikan informasi yg salah ke Ekklesia dan Permias. Mereka bilang, mereka tdk tahu kalau kita tdk tahu bahwa acaranya akan berupa KKR. Jadi IFGF mengkambing hitamkan si A.
Lalu si A pun meminta maaf ke Ekklesia akan keteledorannya.
Tetapi nama baik Ekklesia telah rusak.

Note:
IFGF waktu itu berminat mendirikan gerejanya di Seattle.
Malam IMC itu ditutup dgn doa untuk berdirinya gereja IFGF di Seattle. (yg sempat membuat kaget beberapa pengurus Ekklesia)
Waktu itu Ekklesia dan segenap pengurusnya sama sekali buta dan tdk pernah mengenal IFGF dan backgroundnya. Kami begitu naif, percaya saja kepada mereka. Kami mengira bahwa mereka adalah malaikat penolong.

Tetapi mereka mempunyai agenda tersembunyi yg tdk dikomunikasikan sama sekali kepada pengurus Ekklesia.
===============================================================


Strategi Pelayanan Kampus IFGF
(ditulis oleh Sendjaya, awal tahun 1995)
1. Para pekerja lapangan IFGC (Indonesian Full Gospel Club) berkata kepada para mahasiswa di kampus bahwa klub ini tidak ada hubungan nya dengan gereja IFGF. Tidak ada ikatan apa-apa dengan IFGF. Jadi, semua orang boleh datang. Beberapa mahasiswa sempat kecewa karena jelas-jelas seluruh pekerja IFGC adalah aktifis gereja IFGF.

Hal ini menurut saya telah mencemarkan nama Kekristenan dengan melakukan PI dengan sembunyi-sembunyi. Padahal dalam buku perkenalan IFGF (yang saya dapat sewaktu pembukaan IFGF di Seattle) jelasjelas ditulis demikian, "Pelayanan kampus IHO (Indonesian Harvest Outreach yang adalah badan misi IFGF/GISI) ini adalah untuk meraih pelajar-pelajar Indonesia dengan mendirikan jaringan IFGC (Indonesian Full Fospel Club) di Amerika." Yang menjadi pertanyaan saya,apakah pekerja kampus IFGC tidak pernah membaca pernyataan di atas dan hanya menurut omongan Pak Pendeta untuk mengumumkan bahwa IFGC tidak ada kaitannya dengan IFGF. Ataukah mereka tahu tapi cuek asalkan ada jiwa datang dan bisa "dibina" di IFGF?

Aksi semacam ini tentunya akan mematikan pelayanan kampus pada masa yang akan datang.

2. Aksi mengajak mahasiswa yang sangat gencar dilakukan. Bahkan seorang pernah share ke saya bahwa dia merasa dipaksa ikut ke persekutuan IFGC di kampusnya. Ada yang ditawari ikut pelayanan kampus padahal yang ditawari adalah pekerja GII. Rupanya mereka tidak pandang bulu, semua orang Indonesia diajak termasuk mereka yang sudah punya pelayanan di gereja lain. Sungguh mengecewakan....
Mestinya kalau mau memancing ikan, mancinglah di samudera yang luas, jangan memancing di kolam orang lain. Namun memancing di kolam orang lain sudah menjadi pattern (menurut saya) IFGF, baik itu di Purdue, Vancouver, San Fransisco.

Bicara soal ikan, saya teringat perkataan Pak Sahetapy bahwa ikan busuk dimulai dari kepalanya. Apa benar semua strategi pelayanan
ini sudah direkayasa oleh para leaders IFGF? Terus terang saya dengan tulus menghargai dan yakin bahwa pekerja-pekerja lapangan IFGF adalah orang-orang yang mencintai Tuhan. Mereka dengan setia melayani Tuhan. Sayang, mereka ada di bawah pengarahan yang salah. Saya berdoa untuk mereka suatu hari mereka mulai terbuka pikirannya dan menganalisa pelayanan mereka di IFGF selama ini. Agenda Tuhan atau agenda organisasi? Seperti yang sudah dikatakan yang lain, kalau agenda Tuhan, mengapa setiap IFGF berdiri selalu ada perpecahan di ICF lokal?

Saya bersama dengan Bp. Kim Fu dan segenap rekan-rekan lain terus mengundang para pekerja IFGF Seattle untuk bergabung berdiskusi dalam net ini.

Back to the Top









LAMPIRAN C. DATA BOSTON, MASSACHUSSETS

Catatan pengurus ICF-Boston ttg awal mula aktivitas IFGF masuk ke Boston. KKR IFGF akan berlangsung sore ini di Boston.
Hari-hari belakangan ini begitu meletihkan dengan pembicaraan2 ke berbagai pihak di Boston & New York & beberapa anggota persekutuan kami. Semua tenaga saya terserap habis kesana. Dalam waktu2 spt itu, saya benar2 merasakan suatu ketergantungan ke Tuhan yg sungguh. Saya berdoa untuk Wisdom dr Tuhan, sehingga kami bisa melakukan sesuatu yang BENAR. Bukankah Allah adalah Maha Kuasa...

Situasi yang ada:
o KKR IFGF dicover dgn istilah 'Seindah KasihNya'.
Mereka pakai nama 'Ind.Full Gospel Fellowship' without 'Church'.
Orang2 Boston so far tahu cuma ada 1 Fellowship yaitu ICF, jadi
mereka pikir itu program ICF.
Juga org IFGF yg contact(?) mereka adalah org2 yg aktif di ICF.
o Saya pribadi SUDAH BICARA dgn Benny JAUH SEBELUM undangan IFGF disebarkan.
Tentang Cover-Up istilah KKR (Deceitful).
Tetapi itu tidak digubris sama sekali (apakah oleh IFGF-NewYork,
ataukah oleh org2 yg pro IFGF di Boston saya sama sekali tdk
tau). Juga NANAN, Indonesian lulusan Gordon-Conwell Seminary &
sekarang full timer Int'l Ministry di Campuss, secara tegas bila ng ke Benny mengenai 'Deceitful Way' kalau IFGF berusaha cover KKR.
Itupun jauh sebelum undangan disebarkan.
Jadi, kalau Benny bilang bhw itu sudah terlambat .. saya rasa itu
TIDAK BENAR, kalau dihandle properly.
Hal2 yg ICF sudah lakukan:
o Informed ketua PERMIAS & Persekutuan Katholic bahwa Sponsor adalah IFGF.
Dan kalau mereka tanya, saya beri tau acara sebenarnya.
o Bicara langsung ke New York mengenai pendapat kami ttg undangan tsb.
Well, the decision is theirs.
o kami & beberapa orang memutuskan tidak akan datang utk acara tsb
Hal2 yg dilakukan NANAN:
o Informed Gereja Assembly of God. IFGF memakai gereja Assembly of God
utk tempat kebaktian mereka di Boston & Nanan adalah org yg menolong IFGF dlm memperoleh ijin. For your info, Nanan adalah anggota Assembly of God Church.
Senior Pastor Gereja tsb pun berpikir bahwa cara tsb adalah Deceitful
& bertentangan dgn rule gereja mereka.
Nah sekarang, apakah pendapat IFGF sendiri...
o IFGF TIDAK melihat bahwa cara cover-up itu sesuatu yg Deceitful.
Saya quote ucapan mereka:
"Kami sudah melakukan cara tsb sejak 14 tahun yg lalu, & TIDAK PERNAH ada masalah.
Apakah dalam mengumpan ikan kita memperlihatkan kaitnya?
Tidak 'kan. Kait itu akan disembunyikan dibalik umpan.
Kalau istilah KKR dipakai, sudah pasti orang2 Islam tidak akan mau datang.
Mengenai Seattle, itu adalah kesalahan Persekutuan Eklesia karena mereka penyelenggara & kami cuma membawakan kotbah.
IFGF tergantung fully kpd Holly Spirit.
IFGF tidak mau di'control' oleh Assembly of God hanya karena IFGF pinjam tempat A.o.G.church
IFGF akan pindah tempat kalau harus abide di dalam rule A.o.G church.
Menyadari sikap IFGF seperti itu, kami(ICF) menyadari bahwa IFGF TIDAK
AKAN PERNAH mendengarkan concern org2 lain.
Saya katakan ke Pastor IFGF di NewYork bahwa itu adalah program mereka & Decision is theirs. ICF & IFGF akan carry program masing2.
Well, mungkin in the future ICF & IFGF bisa bekerja sama dalam konotasi yg benar.

Saya membayangkan kalau pada saat ini Tuhan Yesus ada di Boston, Dia
pasti sedang menangis. Melihat orang2 yg mengaku diri mereka
anak2 Allah saling ribut. Saya pribadi pun diajar untuk Humble di hadapan Tuhan & menyadari ketidakmampuan sbg seorang manusia & berkata
"KehendakMulah yang jadi..."
How good to know that others pray for us while we are struggling.
Thank you all.

Back to the Top







LAMPIRAN D. DATA PURDUE, INDIANA

Terjadinya ICF dan IFGF di Purdue adalah sbb:
Laporan Rina dan Ita:

Pertengahan Fall 1993;
Rina bertemu dgn Muliady diperkenalkan oleh teman dari Campus Crusade for Christ (CCC). Lalu waktu di welcoming party Permias, Rina mulai mengajak Mul ngomong2 untuk mengadakan kumpul2 untuk berfellowship dgn teman2 Indonesia di Purdue. Lalu kita mulai ngumpul sekitar pertengahan fall 1993. Sekitar 8 org terkumpul. Waktu Rina dan Mul berunding ttg having a fellowship, Rina sudah menyatakan ke Mul bahwa sifat fellowship ini interdenominasi, dan Mul cuma mengiyakan dan tdk berkomentar banyak. Lalu setiap minggu Rina dan Mul ganti2an mimpin bible study dan puji2an. Dan Rina bilang ke Mul untuk discussed sama2 ttg topik2 yg akan di bawakan setiap minggu dan juga lebih baik kalau tanya teman2 apa yg mereka mau pelajari bersama. Dan Mul setuju akan usul ini. Tapi lama2, kok kayanya apa yg Mul dan Rina discuss per telpon soal bahan diskusi, jadi lain dgn apa yg Mul bawakan di persekutuan. Dan Rina sudah mulai merasa aneh. Tapi selama topik nya masih nggak salah, ya nggak apa-apa. Dan ini berlangsung sampai Dec. dan selama itu, Mul tdk keberatan dan seakan2 offer untuk mimpin bible study terus berhubung Rina yg mulai kesibukan dgn research.
SPRING 1994

Kita bertambah anggota dr LA, Muliady juga namanya, tapi kita nick
named sbg Mil yg ternyata juga org ifgf. Rina mengajak Mul untuk rapat sama 8 teman yg hadir semester sebelumnya ttg program buat semester ini. Dan spy kita siap juga menerima teman2 baru yg mau join. Tapi Mul selalu menghindar untuk rapat ini. Dan dia mulai cerita misi ifgf nya. Sampai akhirnya suatu rapat diada kan juga, tapi pada saat rapat itu Mul sudah mengambil pimpinan fellowship dgn mendeclare itu sbg ifgf dan dia tdk mau kompromi dgn teman2 yg ada. Teman2 yg lain bingung krn mereka tdk mengerti apa yg Rina dan Mul debatkan. Teman2 yg lain itu adalah either new born baby christian atau juga yg lagi mau mencari2 Tuhan. Dan mereka nggak tahu menahu soal apa itu icf dan ifgf. Rina dan Mul yg mendominir rapat malam itu, krn teman2 yg lain pada bingung. Dan tdk sampai kesepakatan ttg nama ifgf atau icf. Semester itu Rina juga banyak bertanya ke Jurianto soal fellowship. Dan Juri dan teman2 Madison terbeban untuk menolong kita solved problem ini krn Juri sudah banyak tahu juga soal ifgf di tempat2 lain. Lalu dtglah rombongan Madison cs ke Purdue. Dan tetap juga pertemuan soal misi ifgf dan icf tdk mencapai titik temu. Dan akhirnya Rina dan Ita decided untuk backed off dari pertemuan Mul dan Mil.


Laporan Leo:
>-------------------------------------------------------------------
> Minggu ke-2, Desember 1993, hari Sabtu sebelum final exam:
> Untuk pertama kalinya saya (Leo) datang persekutuan Indonesia.
> Masih belum ada separation antara ICF, IFGF. Ini acara persekutuan
> yang terakhir buat tahun 1993.
>
> Januari-1st half of Februari 1994.
> Saya masih datang setiap minggu ke persekutuan Indonesia. Masih
> belum ada perbedaan nama ICF, IFGF. Dalam kurun waktu ini, ada satu
> acara IFGF, Valentine Day. Semua orang diundang, termasuk ketua
> Permias yang muslim. Karena waktu ini pesan-pesan IFGF diberikan > dalam bentuk skit (drama kecil, humor), kelihatannya sang ketua > Permias senyum-senyum saja. Saya sendiri pikir acara ini nggak
> ada apa-apanya kecuali pesan cinta kasih yang sejati.
> 2nd half of Februari-1st half of Maret 1994.
> Sdri Ita membicarakan tentang ketidaksamaan pendapat tentang ICF-IFGF. > Baru kali ini saya dengar istilah 'ICF' dan 'IFGF', dan pada saat
> itulah baru saya sadari bahwa sdri. Rina dan Ita sudah dari awal tahun > nggak pernah nongol lagi di persekutuan Indonesia. Saya lalu bicara
> dengan Ita dan Rina lebih mendetail lagi. Yang saya ingat reason
> mereka berdua nggak ikut persekutuan Indonesia lagi: Persekutuan
> Indonesia sudah didominasi bahan-bahan IFGF (jadwal agenda, bahan > bible studi, dlsb). Rina juga bercerita tentang 'some damage' yang > dilakukan IFGF di kota-kota lain. Termasuk di antaranya beberapa
> pendekatan keimanan ala IFGF:
> a) Kadang-kadang menggunakan kelemahan seseorang untuk menarik > masuk jemaat, i.e.: dosa di masa lalu.
> b) Jika ada penyembuhan tidak berhasil, maka itu pasti dosa
> si pasien yang belum terungkap.
> c) Memakai bahasa roh keseringan, padahal sebagian besar para > anggota persekutuan nggak ngerti artinya. Saya lihat ke
> Alkitab (di surat Paulus), jika ada yang pakai bahasa roh
> dalam persekutuan, harus ada satu orang lain yang mengerti,
> supaya bisa memberi tahu yang lain.
> d) Para pekerja lapangan IFGF itu sepertinya terikat sekali,
> lahir batin. Saya dengar dari Rina katanya Muliady (ketua IFGF)
> merasa berdosa kalau di Purdue/Chicago ini sampai gagal
> mendirikan gereja IFGF (bukan sekedar pos PI).
> Rina juga bercerita tentang beberapa teman ICF yang datang berkunjung
> ke Purdue, salah satunya adalah sdr Jurianto dan Matius. Maka ketika > beberapa pekerja IFGF mulai memancangkan bendera IFGF di Persekutuan > Indonesia, mereka berdua memilih untuk tidak terlibat. Saya sendiri, > diberitahu panjang lebar begini, sulit mengerti. Selama periode satu > bulan berikutnya saya masih ke Persekutuan Indonesia yang pelan-pelan > ganti nama: IFGF.
>
> 2nd half of Maret-awal Mei 1994.
> Sepulang dari Spring Break kita (saya, Ita, Rina) membentuk sebuah
> persekutuan lain yang independen dari IFGF. Kita putuskan untuk
> memberi nama yang generik: ICF. Saya beberapa kali masih pergi ke
> acara IFGF. Namun karena kesibukan saya yang meningkat, yaitu
> pelajaran2 sekolah dan juga kegiatan2 di gereja lokal saya, saya
> jadi stop pergi ke IFGF, dan hanya ke ICF. Di sini saya berpendapat:
> selama IFGF masih low profile terhadap Permias, saya masih ok-ok saja, > karena saya BELUM melihat ada 'damage' terjadi di Purdue (kecuali
> pecahnya persekutuan). Maksud saya belum ada rasa ketidaksukaan
> teman2 Islam yang saya sense.
> Awal Mei ada KKR. Saya sebut KKR, karena ada khotbah dari pendeta
> (Pak Daniel kalau saya nggak salah ingat). Hadir juga rombongan band
> dari Boston, juga mbak Lanny. Ada juga seorang mas yang witness bahwa > dia pernah masuk penjara Bronx (NY) tetapi karena Yesus Kristus dia
> sekarang terselamatkan. Ada juga acara pemanggilan ke depan hadirin, > dan bagi yang maju kepalanya ditumpangkan tangan. Acara ini diumumkan > melalui jalur Permias. Sampai saat ini belum ada yang protes. Sang
> ketua Permias datang lagi. Tapi kali ini dia pulang dengan geleng-
> geleng kepala. Sebabnya? Bukan hanya acara ini diumumkan lewat jalur
> Permias, tapi juga namanya disamarkan: Graduation Party. Buat kami
> yang Kristen, diberi tahu sebelumnya susunan acaranya, tapi bagi yang > muslim hanya disebut Graduation Party, dan pesta makan-makan. Dalam
> pesta ini ada beberapa teman muslim yang datang. Mereka merasa tertipu > dan 'provoked'.
> Sementara itu, persekutuan ICF masih berjalan dengan tenangnya, dan
> mengusahakan kontak sejarang mungkin dengan teman2 IFGF jika label
> ICF-IFGF yang jadi topik utama. Sekali waktu teman-teman IFGF datang > ke persekutuan ICF. Muliady sempat
> ngomong dengan saya katanya dia kasihan melihat anggota ICF jadi
> sedikit, dan nggak ada pemimpin yang terlatih. Jumlah anggota ICF
> Purdue waktu itu sekitar 6 atau 7 orang, yang bisa memimpin renungan > cuma Rina. Saya sendiri masih di persekutuan sekitar 5 bulan.
> Sehabis pertemuan ini teman-teman IFGF nggak pernah lagi datang ke
> pertemuan ICF.
>
> Mei-Agustus 1994.
> Saya lagi di Florida. Silakan Rina/Ita yang mengisi.
Selama summer ini, tdk banyak org yg tinggal di Purdue.
Awal2 summer, krn Leo sudah minggat ke office nya Bill Bright di Florida, Rina dan Ita cuma ketemu seminggu sekali dan prayer meeting. Kita mencari2 tahu ttg siapa aja yg ada di Purdue.
Lalu akhir2 summer, Rina, Ita, Andy, Natalie, Berlina, mulai ngumpul lagi untuk berfellowship.
Akhir summer, kunjungan ministry dr teman2 Ohio juga membuat acara icf lebih semarak dan kita lebih menggebu2 untuk terus berfellowship. Dan selama itu, org2 ifgf masih terus menelpon dan mengajak kita2 untuk bergabung dgn mereka.
> > Akhir Agustus - 1st half of Desember 1994.
> Sepulang dari Florida kita langsung keep pace. Jumlah anggota ICF makin > besar, demikian pula dengan IFGF, bersama dengan masuknya beberapa
> anggota Permias yang baru datang. Dalam beberapa pertemuan ICF, nama
> IFGF kini mulai dibahas, karena sejak Graduation Party, ada lagi
> satu hal yang terjadi yang cukup besar menurut saya. Pada suatu hari
> Muliady (ketua IFGF) pergi ke perpustakaan (yang terbesar) di Purdue. > Di sana dia menjumpai dua kawan Indonesia yang muslim (satu laki-laki > satunya lagi wanita) sedang belajar. Seperti biasanya orang Indonesia, > percakapan yang bersahabat segera terjadi. Setelah beberapa menit,
> Muliady membelokkan arah pembicaraan menjadi pertanyaan: apa itu konsep > Trinity? Apa itu Roh Kudus? Pertanyaan mendadak ini tidak ditanggapi.
> Dari dua kawan ini, seluruh masyarakat Indonesia di Purdue yang muslim
> jadi tahu peristiwa ini. Satu kawan anggota ICF kita ikut ditegur mereka. > Dia ini yang menceritakan kejadiannya di pertemuan ICF. Kita hanya
> bisa menghela napas. Untungnya kawan ICF yang ditegur ini segera
> memberikan latar belakang secukupnya kepada kawan-kawan muslim tentang
> perbedaan IFGF dan ICF. (ingat, sebelumnya tidak ada yang mengenal
> perbedaan ICF dan IFGF) Kawan ICF ini juga memberitahukan ciri-ciri > undangan IFGF supaya tidak ada yang terjebak lagi. Sedangkan kepada > IFGF, mereka dihimbau kalau mau mengirimkan undangan supaya jangan > pakai label Permias (pakai saja IFGF), dan tolong cantumkan juga
> daftar acara lengkap KKR. Beberapa teman muslim ada segan ikut acara > kegiatan Permias gara-gara undangan KKR sebelumnya dikirim atas nama > Permias.
> Nah, sekarang ini ada 2 konvensi pengiriman undangan KKR:
> 1. Pakailah account pribadi untuk mengirim, supaya nama Permias jangan terbawa-bawa.
> 2. Silakan diumumkan ke semua anggota Permias, asalkan jelas disebut
> itu acara disponsori oleh IFGF, dan sebutkan pula mata acara lengkap. >
> 2nd half of Desember 1994 - sekarang.
> Ada satu KKR lagi bulan Desember 1994, dan satu lagi KKR Valentine 1995. > Kedua-duanya saya absent. Ada beberapa teman ICF yang hadir di KKR
> Desember 1994. Salah satu menceritakan: Ada beberapa yang dipangggil
> ke depan, dan di antanya ada yang jatuh ketika ditumpangi tangan. Teman
> ICF ini kemudian bertanya kepada pendeta IFGF yang ada di situ: apa
> yang menyebabkan orang bisa jatuh? Pak pendeta mengutip ayat: 'Aku > MEMBARINGKAN engkau di padang rumput yang hijau.' Itulah alasannya.
> Teman ICF ini semakin ingin tahu. Dia lalu bertanya kepada teman-teman > yang sudah maju ke depan, jatuh ataupun nggak jatuh. Yang jatuh bilang: > begitu kepalanya ditumapngi tangan, dia merasa ringan, nggak bisa
> mengontrol dirinya, dan menjadi lemas, dan jatuh. Yang nggak jatuh
> bilang: pada saat ditumpangi tangan, dia juga merasa ringan sedikit,
> tapi karena rasa ingin tahu yang besar, dia nggak sampai jatuh. Merasa > kurang puas, teman ICF ini kembali bertanya pada pak pendeta: mengapa > ada yang jatuh dan ada yang tidak? Jawabnya: itu ada beberapa power
> yang berlawanan dalam dirinya (yang nggak jatuh). Sampai sini teman > ICF ini berhenti bertanya, karena terlalu kebingungan dan merasa
> tidak mungkin mendapat jawaban memuaskan dari sang pendeta.
> Keterangan tambahan: Sekarang ini ada sekitar 14 anggota ICF. Yang > rajin show up cuma sekitar 9 orang.
Dan icf dan ifgf sampai skg masih berdiri masing2.
Tapi setiap ada acara kkr, org2 icf juga masih selalu ditelpon untuk bergabung. Org2 yg tahu soal perpecahan icf-ifgf, jadi enggan untuk join ke either one of those. Sedangkan yg belum tahu soal adanya fellowship, cenderung menganggap bahwa yg namanya fellowship itu cuma kegiatan ifgf. Rina juga pernah dituduh memberitakan kejelekan2 ifgf ke org2, yg membuat Mul concern dan takut kerjaan Tuhan terhalang di ifgf. Sdgkan teman2 yg tdk mau join ifgf, sebenarnya mereka kebanyakan tahu soal ifgf itu dr Fresno (CA) atau Seattle.
Berhubung udah kepanjangan, sampai disini saja dulu
laporan dari Rina, Ita dan Leo. Kalau ada yg tdk jelas dan ada pertanyaan, don't hesitate to ask.

Back to the Top







LAMPIRAN E. DATA HOUSTON, TEXAS

SAya (Richard Saudale) ikut icf houston di may 91,
dalam acara retreat yg diadakan.
ICF baru berdiri selama kurang lebih 3 bulan waktu itu.
Pembimbing utama adalah Sindhu Prawira dan istrinya Susy (Susy adalah alumni icf wisconsin, dan adik dari John Prawiromaruto=> an old timer of icf wisconsin). ICF juga mendapat support dari pak alm. Daniel Marantica dan Jonathan Winata. Sekitar summer 91 itu juga pak David mulai
ikut icf (betul pak?).
Pada summer 91 ini juga beberapa teman yg beraliran karismatik join dengan icf. Dengan adanya kawan2 ini, puji2an mulai bersemarak, dan hampir semua orang enjoy the praise and worship di icf.
Pernah attendant list icf mencapai 60 an orang.
Demgan kehadiran teman2 karismatik ini, kebaktian2 pribadi yg diadakan
oleh kawan2 ini juga mulai ada. Kebaktian2 pribadi ini sifatnya independent dengan entity icf. Kebaktian2 ini berisikan antara lain:
- doa kesembuhan
- doa penumpangan tangan
- doa u/ berbahasa lidah
- doa supaya bisa jatuh ke lantai (slain in the spirit?)
- doa u/ mendapat karunia2 roh yg lain.
- puji2an
Sementara kebaktian2 ini berjalan terus, Shindu Prawira dan keluarga
diharuskan pulang ke indonesia (fall 91)
oleh perusahaannya, sehingga kami sedikit merasa unguided.
Perlu di ingat bahwa icf waktu itu tidak punya statement of faith secara tertulis. Pengkotbah2 di icf secara lisan diberi tahu bahwa icf ini interdenominasi, jadi harap tidak membawa denominasi bapak/ibu ke icf.
Kebaktian2 pribadi itu membawa impak antara lain sebagai berikut:
- ada nya kamu exclusive (rohani) => practitioners di kebaktian2 ini.
Dan otomatis ada juga kaum non exclusive. SAya sendiri pernah ikut kebaktian2 pribadi ini dan sering merasa sebagai kaum exclusive. Tapi juga sering merasa nonexclusive juga at times.
- Sifat2 kebaktian2 pribadi ini mulai dibawa ke icf. Pernah pada satu kebaktian icf, salah seorang teman kami (Dwi Putra) di doakan
oleh teman2 karismatik. Dan dalam kebaktian itu, Dwi terjatuh
dan muntah2 (saliva, bukan muntah seperti yg kita bayangkan). Melihat kejadian ini, salah seorang activist icf (Philip Tjangnaka) quit u/ datang ke fellowship, dengan alasan "takut". Kata2 ini
saya quote langsung dari beliau.
Tension antara the exclusive dan non exclusive ini pun dimulai.
Despite the tension, kami waktu itu adalah panitia icc 8 (aug 92),
bisa managed
u/ kompak mengadakan icc 8 dibantu oleh pembimbing kami (pak David,
Kie Eng, Eman dll).
Setelah icc 8 ini, icf mulai terasa lesu, mungkin karena merasa
sudah mencapai something big, lalu kehilangan goal dan challange lagi. Again kebaktian2 pribadi itu masih terus berjalan.
Sekitar akhir 92 atau awal 93, salah seorang teman kami yg beraliran karismatik (Arif Latif) di hubungi oleh pihak ifgf stillwater (Harminto). Dan sejak itu juga issue2 di icf tentang akan berdirinya ifgf houston semakin santer. Teman2 yg beraliran karismatik seemed pretty happy
dengan issue ini karena mereka mendambakan satu gereja indonesia
yg sealiran dengan mereka. Meenurut saya ini baik sekali, karena gereja indonesia yg available hanya gereja baptist.
Pada satu kebaktian icf, saya sempat ngobrol2 dengan beberapa teman
di meja makan (ada Arif, pak David, dan yg lain). Saya bertanya2 tentang gereja ifgf ini. Dan Arif berkata, saya quote, "kalau ifgf ini berdiri, mereka akan mencari org kristen yg lain, tidak akan memakai pekerja2 kristen yg sudah unavailable". Entah ini di turunkan dari pemimpin2
ifgf (stillwater, saya presume) atau hanya pendapat Arif pribadi saja. Statement ini cukup hurt and confused the rest of the icf nantinya.
Saya juga sempat tanya dengan pak David mengenai ifgf ini. Pak David seemed to support u/ berdirinya gereja ini. Dan beliau berkata, "Jika doktrin2nya melenceng, maka saya akan mundur". (ini juga sudah diceritakan oleh pak David sendiri di email2 beliau sebelumnya).
Dari akhir spring 93 ini juga, bible study yg diadakan oleh pak
David dengan beberapa teman ifgf supporters (kebanyakan dari teman2 karismatik) di mulai. Pak David memberi komentar bahwa dalam bible study ini kami mengupas doktrin2 ifgf dan sekaligus menanamkan doktrin2 dasar kepada the supporters.
Obersvasi saya tidak demikian. Menurut saya, bible2 study ini adalah persiapan pekerja2 ifgf jika gereja itu nanti berdiri.
Bedanya sangat simple:
- yg pertama implies "saya belum tentu bantu ifgf jika ifgf berdiri". - yg terakhir implies "saya pasti bantu ifgf jika ifgf berdiri".
Dengan dimulainya bible2 study ini, attendant list icf menurun.
Kami, the rest of icf pertamanya tidak tahu akan existance bible
study ini. Hal ini mengakibatkan tension antara the rest of the icf dengan kawan2 ifgf supporters ini.
Untuk mengatasi tension2 ini, pihak ifgf supporters mengajukan u/ kerja sama dengan icf u/ satu seminar in which pembicara utamanya adalah pak Jonathan Trisna (a quite known christian in indonesia),
adik kandung dari pak David. Salah seorang dari kami mendapat
berita dari salah seorang ifgf supporters, bahwa in case icf setuju atau tidak setuju u/ membantu seminar ini, seminar ini akan tetap berjalan. Karena ingin resolve the tension, kami setuju u/ bantu.
Tetapi hasil dari seminar ini tidak nyata (tension masih saja ada). Would icf feel used? Yeah, kami merasa terpakai (used) sekali.
Observasi saya adalah seminar ini ditujukan u/ mengumpulakan data (nama, alamat dan nomer telpon) org2 kristen yg ada di sini u/
persiapan ifgf nanti (karena waktu itu ada buku tamu yg diisi oleh setiap peserta seminar yg datang).
Dan juga dalam beberapa waktu itu, pemimpin2 ifgf dari stillwater
dan fresno datang ke houston dan kulonuwun u/ mendirikan gereja. Saya kira ini sangat baik. Dan ini saya tidak akan ceritakan lagi karena sudah di ceritakan oleh pak David, dan menurut saya
itu sudah cukup akurat.
Kemudian ada kkr di sekitar akhir summer 93, dan ifgf pun berdiri. Setelah berdiri, ternyata pekerja2 ifgf bukan org2 baru semua. (compare dengan quote diatas "jika ifgf berdiri, maka mereka akan mencari pekerja2 baru" => this confused icf to tears!)
Dan juga, teman2 yg sudah aktif melayani di fibc (i.e., santi) sering di telpon u/ bantu menjadi song leaders di ifgf.
Menurut saya ini sangat tidak etis. Tapi rasanya pak David
sadar akan hal ini, dan bisnis telpon menelpon itu pun stop. Saya appreciate gagasan bapak dalam mengatasi bisnis telpon ini, karena menurut saya bapak juga setuju kalau hal ini tidak etis.
Di fall 93 itu, icf semakin sepi dan sangat lesu. Lalu kami mengadakan meeting dan mengundang semua teman2 ifgf kami, dan semua yg pernah aktif di icf dulu. Tujuan meeting ini adalah u/ mendapat konsensus, masihkah kita perlu u/ menjalankan icf ini, jika tidak bubar saja. Mayoritas dari teman2 ifgf yg datang di situ (di rumah keluarga Suganda) setuju kalau icf diteruskan lagi; kita setuju bahwa itu
adalah tempat bertemu antara denominasi2 yg berbeda. The rest of the icf juga setuju jija icf masih berjalan.
Tetapi dalam kebaktian2 icf berikutnya, teman2 ifgf kami tidak pernah datang lagi. (this again hurt and confused the rest of the icf).
ICF terus dengan lesu berjalan; kadang dihadiri oleh 8 orang, kadang hanya 3 orang saja.
Mulai spring 94, icf mulai mendapat support dari Batara Simandjuntak dan istri; Ellen.
Kami mulai dikuatkan lagi. Dan karena masih berkerinduan berfellowship dengan
kawan2 ifgf kami, maka kami kembali mengadakan meeting di guest house
di apt batara (akhir spring 94). Di meeting ini, kami memberikan
statement of faith of the icf. Kami mengundang fibc (gereja baptist indonesia), ifgf, permias dan icmi (ikatan cendikiawan muslim indonesia). Isi dari statement of faith icf antara lain:
- tidak percaya akan keharusan dibaptis selam (w/ regard to fibc => gereja baptist indonesia yg ada di houston)
- tidak percaya akan keharusan berbahasa lidah (w/ regard to ifgf).
- icf sebagai tempat berbaktinya teman2 antar denominasi.
- icf houston adalah bagian dari paguyuban icf's texas.
Hasil dari meeting ini juga nihil. Teman2 dari ifgf sudah tidak datang lagi
ke icf.
Melihat hasil2 dari semua yg icf sudah coba dan juga merasa fed up dan frustasi, kami (ICF) mengambil attitude demikian:
LEAVE THEM ALONE, AND LET US CONCENTRATE
ON WHAT WE ARE DOING. Kami merasa sudah buang2 energy dan waktu dalam usaha reconciliation.
Saya kira demikian dulu laporan dari icf houston. Maafkan kalau ada kata2 yg kasar.
God bless y'all
Richard Saudale

Back to the Top







LAMPIRAN F. DATA AUSTIN, TEXAS

Catatan pinggir:
(data di Austin ini kurang begitu detail.
IFGF Austin baru terbentuk sekitar Fall 1994, dimana keberadaan ICF Austin sendiri sedang dalam masa transisi, sehingga kepemimpinan ICF masih dalam masa transisi pula).
Shalom,
Ada permintaan yang dilayangkan oleh seorang Brother kita kepada saya untuk menceritakan sedikit tentang IFGF di Austin (karena I am one of their regular attender).
IFGF - Austin, dimulai kira2 bulan Oktober (??) 1994.
Pada waktu itu Pastor Somi dan Pak David bersama beberapa teman2 dari IFGF Houston datang ke Austin. Sebelum kedatangan mereka, saya sudah sempat mendengar bahwa akan ada rencana pembentukan gereja Indonesia di Austin ini. Hal ini saya dengar dari seorang teman saya. Teman saya inilah yang menjadi salah satu kontak person IFGF di Austin. Pada saat meeting itu mereka (IFGF) menyatakan hendak membangun gereja Indonesia di Austin. Mereka menekankan hal *gereja*, hal ini karena mereka tidak ingin terjadi "gesekan2" dengan persekutuan yang ada di Austin. Saya sendiri saat itu diminta kesediaannya untuk membantu IFGF ini. Akan tetapi saya secara halus menolak permintaan ini. Kepada teman saya tersebut saya katakan "untuk saat ini saya belum siap untuk berkomitment
dengan IFGF, tetapi saya akan bersedia membantu setiap pelayanan IFGF selama saya dapat membantu".
Pada pertemuan itu akhirnya ditetapkan bahwa Kebaktian IFGF Austin untuk sementara akan diadakan dalam bentuk Home Service (sambil menunggu tersedianya gedung gereja) dan ditetapkan pada hari Sabti sore. Hari Sabtu dipilih karena pengkotbah (Pak Somi/Pak David) harus pelayanan di Houston pada hari Minggu dan juga diusahakan agar kebaktian IFGF tidak "bertabrakan" dengan persekutuan ICF. Dengan demikian orang-orang yang ingin pergi ke IFGF tidaklah diharuskan memilih antara IFGF dan ICF.
Sampai hari ini saya belum pernah mendengar adanya keluhan atau perselisihan antara IFGF dan ICF di Austin ini (please give me some confirmation, I think Steven Lucky -- ICF leader -- also in this list). Malah ada pada suatu kesempatan IFGF dan ICF mengadakan kebaktian/persekutuan gabungan (As far as I know, ini bukan prakarsa dari IFGF, tetapi ICF sendiri pada saat itu meminta diadakan kebaktian gabungan karena ICF pada saat itu tidak ada pembicara -- kalau tidak salah pembicara yang mereka undang tiba2 berhalangan untuk datang).
Jadi so far saya lihat hubungan antara IFGF dan ICF di Austin ini ok-ok saja (kalau tidak bisa dibilang baik).
Pengunjung IFGF
===============
Menurut pengamatan saya, pengunjung IFGF selama ini adalah orang-orang non-ICF. Memang ada orang-orang yang pernah ke ICF, tetapi saya tahu (dengan positif) bahwa mereka tidak datang (jarang) ke ICF pada saat ini, reasonnya juga bukan karena IFGF hadir di Austin; karena mereka sudah lebih dahulu meninggalkan ICF sebelum IFGF datang ke Austin. Pekerja-pekerja tetap di IFGF Austin, juga bukan merupakan pekerja-pekerja ICF (satu dari mereka memang pernah melayani di ICF, dan mengundurkan diri dari pelayanan ICF jauh sebelum IFGF hadir di Austin).
Acara IFGF:
===========
Selama ini bila IFGF mengadakan acara, undangan disebar secara umum. Di sini saya akan coba jelaskan kata "umum" ini. Umum di sini dimasudkan ialah mahasiswa/orang Indonesia di Austin. Mereka berikan undangan kepada orang2 yang mereka rasa tidak akan merasa tersinggung menerima undangan tersebut. Hal ini saya ketahui ketika IFGF mengadakan KKR akhir Januari lalu. Mereka berusaha mengirimkan undangan kepada orang Indonesia di Austin. Sebelum mereka kirim undangan tersebut, mereka sort daftar orang2 yang akan mereka undang. Apakah ada diantara mereka (pekerja2) dan saya (yang waktu itu ikut sedikit membantu) kenal dengan orang tersebut dan yakin bahwa undangan itu tidak akan offense mereka (seperti mereka yang berlatar belakang Budha yang kuat atau saudara2 kita yang menganut agama Islam, dsb.). Lalu mereka juga buat undangan yang sifatnya umum (pamflet yang ditempel di sekitar kampus, did they do this since I did see one???), yang tujuannya untuk mereka tidak terima undangan pribadi (mungkin anak2 Indonesia yang jarang bergaul dengan sesama anak Indonesia atau anak2 yang baru datang di Austin).
Jadi menurut kesimpulan saya, kejadian di Purdue itu sebenarnya adalah tanggung jawab pekerja2 Purdue (bukan IFGF Pusat ???). Saya katakan ini bukan berati saya ingin "menutup-nutupi"/"melindiungi" pemimpin2 IFGF Pusat, tetapi ini dari kenyataan yang saya lihat sendiri di Austin. Mereka (pekerja2 IFGF Austin) sendiri yang berinisiatif cara apa yang mereka lakukan untuk menyebarkan undangan tersebut. Mungkin Pastor Somi dan Pak David memberikan saran dan masukan, tetapi keputusan akhir toh ada di tangan para pekerja lapangan.
Saya rasa ini yang saya ingin sampaikan pada saat ini. Bila ada pertanyaan dan komentar silahkan (lewat jalur umum atau pribadi). However, mungkin saya tidak bisa menjawab langsung (I am so busy this semester). Dan satu permintaan saya, komentar dan pertanyaan itu tolong dibuat pendek, jadi saya bisa jawab. (sebab saya punya kecenderungan
membalas e-mail2 yang pendek terlebih dahulu, karena mudah untuk dibaca :-) apalagi kalau sedang sibuk. JAdi kalau pertanyaannya banyak tolong dibuat more than 1 email.
Catatan:
Tulisan ini saya tulis berdasarkan sepengetahuan saya dan tidak ada unsur paksaan dari pihak manapun.
--
{~._.~} Edy Susilo | Computer Science Department ( Y ) P.O. Box 8521, Austin, TX 78713 | The Univ. of Texas - Austin
()~*~() Internet: susilo@cs.utexas.edu | Ph : 512-441-0649 (H)
(_)-(_) =-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=

Back to the Top









Lampiran G. DATA PERMIAS BOSTON

Catatan pinggir:
sekitar Fall 1994, terjadi konflik antara masyarakat Indonesia di daerah Boston Massachussets. Konflik ini disebabkan karena adanya posting-posting tentang KKR dan seminar-seminar Kristen yang disponsori oleh IFGF, dan diumumkan di network Permias Boston.
Ada beberapa anggota Permias yang merasa bahwa posting2 tsb.
bernada "offensif". Konflik ini sempat melebar sedikit, dimana sepertinya ada konflik antara masyarakat Kristen dengan masyarakat Islam di Boston, yang mana sesungguhnya bukan demikian adanya, hanya kelompok IFGF saja sebenarnya. Sampai pada rumusan dialog sfu ini dibuat, peristiwa Boston ini tidak pernah diselesaikan dengan
cara yang bertanggung jawab, khususnya dari pihak pimpinan IFGF. Bapak Pdt. Daniel Rahmat, yaitu Pdt pembimbing dari IFGF NY,
pada awal tahun 1995, dikabarkan melaporkan kasus ancam-mengancam yg terjadi kepada pribadi Benny Tjahjono kepada pihak KJRI NY. Tindakan inisiatif ini sangat disesalkan oleh banyak orang, karena selain dirasakan tidak perlu juga bisa memperluas konflik yang terjadi di Boston.
Posting 1.
(ditulis oleh Benny Tjahjono)
Secara kronologisnya, kejadian konflik perihal posting yang terakhir (bila kita ingin lebih fokuskan ke peristiwa baru2 ini) bermula pada bulan Oktober 1994 dimana IFGF Boston menyambut kedatangan Ev. Danny Hanafi yang bertindak
selaku koordinator IHO (Indonesian Harvest Outreach) di Los Angeles. Perlu diketahui bahwa IHO ini adalah sebagai motor dari program church-planting dari IFGF global, jadi dapat saya katakan bahwa Danny adalah orang yang bertanggung jawab atas didirikannya gereja2 IFGF di USA khususnya, karena dari dialah segala sumber dana dan strategi itu dihasilkan. Pastor Daniel Rachmat (IFGF New York-Boston) kebetulan meminta saya untuk mempostingkan undangan tersebut lewat jalur Permias-MA network (baca: global). Sehari sesudahnya, saya menerima undangan pengajian ditujukan ke nama saya pribadi oleh seorang teman (Islam) di postingkan lewat jaringan Indonesia di kampus (baca: lokal).
Pada bulan November lalu, IFGF Boston kedatangan seorang pendeta bernama Abraham Yuwono, dari Padang. Menyadari bahwa saya sudah diintimidasi lewat e-mail oleh pihak Islam, pihak IFGF Boston setuju untuk menugaskan seorang sdri (IFGF Boston) untuk mempostingkan undangan tersebut lewat jalur Permias-MA network, lagi. Pada sore harinya sekitar jam 5pm, sepulang saya dari kampus, pihak administrasi Permias-MA yang kebetulan kenal dengan saya pribadi dan satu kampus dengan saya, kontak saya dan lewat pembicaraan di telepon tersebut dia marah2, menuduh saya pribadi yang melakukan posting itu, mulai menyinggung2 masalah kristenisasi secara lokal (Boston) dan juga global (Permias seluruh USA), dan sempat mengancam saya secara fisik kalau terjadi posting serupa lagi. Sesudah kejadian ini, pihak IFGF New York-Boston memutuskan untuk (sementara) tidak posting undangan dulu.
Menyadari bahwa dampak tuduhan kristenisasi di Boston ini juga menyangkut pihak ICF Boston,
atas inisiatif bersama oleh pihak Darmadi dan saya sendiri, saya mengundang pihak ICF Boston dan IFGF Boston untuk menganalisa bersama kejadian konflik tersebut dan mencoba untuk memformulasikan langkah2 selanjutnya bersama. Dengan penerimaan oleh semua peserta diskusi,
saya bertindak sebagai moderator diskusi dan bersifat netral disitu. Sayang sekali, bahwa hasil pertemuan tersebut tidak membuahkan adanya keserasian dalam prinsip2 (yang sebenarnya ini yang saya kehendaki) sebagaimana yang dari ICF Boston maupun dari IFGF Boston.
Catatan pinggir:
Karena dampak keributan IFGF-Permias Boston meluas, sehingga panasnya dirasakan oleh warga Kristen lainnya di Boston, maka beberapa teman
dari ICF dan IFGF sepakat untuk mengadakan pertemuan dan mencoba mengevaluasi situasi dan mencari jalan keluarnya. Pertemuan ini diinitiatif oleh sdr.Benny Tjahjono (aktif melayani di IFGF, tapi merasa tidak punya hak untuk mewakili IFGF, karena bukan anggota penuh di IFGF) dan sdr. Darmadi Darmawangsa (dari ICF-Boston). Menurut laporan dari pertemuan ini, pihak IFGF yang dianggap sebagai "pemimpin" IFGF Boston (yang masih di bawah bimbingan dan
pengawasan bapak Pdt Daniel Rahmat) hadir dalam pertemuan ini
tapi sangat terlambat, sehingga mengganggu tujuan awal dari rapat ini. Dalam posting ke-2 di bawah inilah sdr. Benny mencoba menjelaskan lebih detail ttg sikap IFGF dan kesimpulan yang dipegang oleh pihak IFGF.
Posting 2.
(ditulis oleh Benny Tjahjono)
Menanggapi pertanyaan Juri mengenai "ketidak-serasian dalam prinsip" yang timbul pada akhir dari pertemuan tersebut dapat dijelaskan dengan melihat dari saat konflik ini sedang terjadi sbb; (untuk memudahkan kalian dapat melihat kembali jalur kejadian seperti yang telah saya posting sebelumnya)
Setelah adanya tanggapan dari pihak Islam berupa undangan pengajian ke saya pribadi yang diposting di jaringan kampus dan juga terjadinya keresahan diantara mahasiswa2 Indonesia di lingkungan kampus karenanya, saya pribadi
berinisiatif (dan juga karena dorongan kuat dari hati saya) untuk omong2 dengan si pihak Muslim ini pribadi lewat e-mail. Disitu
saya jelaskan bahwa rupanya sehubungan dengan undangan pengajian tsb dengan terang2an menyebut nama saya disitu, para mahasiswa2 lain menyangka adanya suatu permusuhan antara saya dengan dia. Karenanya, saya ingin meyakinkan antara saya dan dia tidak ada persoalan pribadi (langkah ini juga disetujui oleh pihak ICF Boston).
Pihak Islam bisa diyakinkan saat itu, namun pihak IFGF Boston tidak menyukai tindakan saya karena mereka sudah mengambil keputusan dan (menyuruh saya juga) untuk tinggal diam saja dan tidak usah menanggapi pihak Islam khususnya dalam masalah undangan ini, dengan anggapan bahwa undangan
lewat internet ini adalah sah adanya. Oleh karena itu pihak IFGF Boston sempat menyalahkan saya dengan akibat konflik yang berkepanjangan adalah akibat dari tanggapan saya pribadi ke pihak Islam; hingga dengan adanya saya dikontak sendiri lewat telepon oleh pihak Islam tersebut adalah semata2 kesalahan saya sendiri sebelumnya dan bukan tanggung jawab
pihak IFGF Boston.
Perbedaan pendapat diatas itulah yang menjadi inti dari ketidaktemuan dalam pengambilan keputusan meeting IFGF-ICF Boston lalu. Selanjutnya saya sudah minta pastor Daniel selaku pembina IFGF Boston untuk memperkenalkan group IFGF Boston ke Permias-MA yang sampai saat ini saya belum melihat adanya realisasi dari tindakan tersebut (saya akan coba periksa lagi dengan mereka-IFGF Boston selanjutnya).

Back to the Top







Lampiran H. DATA PERMIAS MADISON

Catatan pinggir:
Di tengah hangatnya dialog sfu-net ini, dimana kalau kita ingat disebabkan oleh incident ributnya masyarakat Boston (permias-Boston) yang dikarenakan tayangan-tayangan "iklan" aktivitas IFGF, tiba-tiba ada tayangan tentang program aktivitas IFGF di Permias-Madison. PermiasMadison termasuk salah satu permias yang aktif baik
di Amerika Serikat. Tayangan ini dikirim oleh seorang IFGF yang berada di Purdue, Indiana, yang mana jelas bahwa ybs. bukan anggota atau warga di Permias Madison. Dalam istilahnya, ini merupakan tayangan "gelap", dimana pengertian "gelap" itu bisa masuk dalam kategori yg
masih didebatkan segi "legal"nya. Namun pada prinsipnya, ini menggambarkan cara-cara dari IFGF yang srudag-srudug, dan kalau dibaca kembali Lampiran G, dimana disitu sdr.
Benny Tjahjono (aktif melayani di IFGF, walau bukan anggota IFGF) menjelaskan bahwa memang ada suatu "mandat"
strategi "marketing" IFGF utk memakai segala macam network-network yang ada di internet, tanpa menghiraukan atau tepatnya menimbang matang-matang "tata-krama" yang ada (tertulis atau tidak tertulis). Lampiran ini akan berisi beberapa email yang sempat terdokumen (masih banyak email-email yang barkaitan dengan poating iklan ini), dan
silakan diambil konklusinya sendiri. Yang jelas warga Permias Madison merasa "diperkosa" sedikit teritorinya dan sangat kecewa, walau cara protes yang mereka lakukan tidak sefrontal warga Permias Boston.
Posting 1.
(dikirim oleh sdr. Togu Manurung, warga Permias Madison)
Kepada Yth.: Teman-teman Fica-netter yang menjadi anggota IFGF,
Malam ini saya membaca undangan KKR di "mailing list" Permias-Madison-Net ("networking" khusus untuk para mahasiswa Indonesia di Madison, Wisconsin, USA; pesertanya orang Kristen dan Islam).
Entah mengapa dan apa maksud si pengirim (sdr. Martono; apakah ybs.
memang benar anggota IFGF ?) dengan mengirim undangan KKR ini ke jalur Permias-Madison-Net. Apalagi ybs. (dari Purdue University: West Laffayette, Indiana) bukanlah anggota Permias-Madison).
Melalui kejadian ini, saya mohon perhatian yang sebesar-besarnya dari teman-teman anggota IFGF (gereja dan atau organisasi IFGF/GISI) untuk **memperhatikan** cara-cara dan *etika* dalam hal mengumumkan (mengundang ke) acara KKR. Baiklah kita tidak *sembarangan* dan
"main tabrak* (at any cost),
khususnya dalam hal yang berhubungan dengan teman-teman kita yang beragama Islam. Banyak *perkara* yang akan timbul (bahkan sesungguhnya telah timbul/ada) dengan "main seruduk" seperti yang dilakukan oleh sdr. Martono ini (bila ternyata sdr. Martono bukan anggota IFGF,
saya mohon maaf; namun mohon diperhatikan oleh teman-teman dan atau organisasi IFGF mengenai kejadian ini. Semoga tidak diulangi lagi.
Sekali lagi, saya sudah banyak mendengar berbagai *tindakan* dan *masalah* yang telah terjadi sehubungan dengan berbagai kegiatan teman-teman (gereja) IFGF di AS ini. Banyak *keluhan* dan *masalah* yang telah terjadi (yang pernah saya ketahui). Alangkah baiknya bila berbagai permasalahan ini dapat segera "dimengerti" dan *"diobati"*.
Terima kasih untuk perhatian dan kerjasama Anda, teman-teman dan organisasi/gereja IFGF.
Salam dalam kasih Kristus,
Togu Manurung
P.S. "E-mail" ini saya Cc-kan kepada Sdr. Martono dan
"mailing list" IFGF.
-----
Date: Tue, 7 Feb 1995 22:12:30 -0500
From: Martono <martono@ecn.purdue.edu> Reply-To: permias@cae.wisc.edu
Sender: sianipar@cae.wisc.edu
To: permias@cae.wisc.edu
Expansion-Of: permias-mad@wigate.nic.wisc.edu
Hadirilah KKR :

T H E

TTTTTTTTTTTT RRRRRRRRRR UUU UUU EEEEEEEEEEE
TTTTTTTTTTTT RRRRRRRRRRR UUU UUU EEEEEEEEEEE
TTT RRRR RRR UUU UUU EEEE
TTT RRRR RRR UUU UUU EEEE
TTT RRRRRRRRRRR UUU UUU EEEEEEEEEE
TTT RRRRRRRRRR UUU UUU EEEEEEEEEE
TTT RRRRRRR UUU UUU EEEE
TTT RRRR RRR UUU UUU EEEE
TTT RRRR RRR UUUUUUUUU EEEEEEEEEEE
TTT RRRR RRR UUUUUUU EEEEEEEEEEE

LLLL OOOOOOO VVV VVV EEEEEEEEEEE
LLLL OOOOOOOOO VVV VVV EEEEEEEEEEE
LLLL OOO OOO VVV VVV EEEE
LLLL OOO OOO VVV VVV EEEE
LLLL OOO OOO VVV VVV EEEEEEEEEE
LLLL OOO OOO VVV VVV EEEEEEEEEE
LLLL OOO OOO VVV VVV EEEE
LLLL OOO OOO VVV VVV EEEE
LLLLLLLLLLL OOOOOOOOO VVVVV EEEEEEEEEEE
LLLLLLLLLLL OOOOOOO VVV EEEEEEEEEEE

Hadirilah acara menjelang hari kasih sayang
bersama Pdt. Harminto Ongko
dan temukan kasih yang sejati
dengan diramaikan oleh tim musik dari StillWater dan West Lafayette
Indiana University
Greggs Lounge, Eastern Center
Bloomington, IN 47406
Jumat, 10 Feb'95 8:00pm
Chicago
Skokie Valley Baptist Church 1050 Skokie Blvd (Route 41) Wilmette, IL 60091
Sabtu, 11 Feb'95 6:00pm
Purdue University
Lily Hall 1105
West Lafayette, IN 47906 Minggu, 12 Feb'95 6:00pm
dengan acara
Ramah Tamah bersama, Pujian dan Penyembahan,
Kesaksian dan Pemberitaan Firman Tuhan, dan Makan Malam Bersama
Untuk keterangan lebih lanjut, silahkan hubungi Muliady (317) 743 4601
Indonesian Full Gospel Fellowship

-----
Date: Tue, 7 Feb 1995 22:45:24 -0600 From: manurung@calshp.cals.wisc.edu
Subject: Re: (??? Martono di Purdue Univ.) To: permias@cae.wisc.edu
Cc: Martono <martono@ecn.purdue.edu> Expansion-Of: permias-mad@wigate.nic.wisc.edu
>Date: Tue, 7 Feb 1995 22:12:30 -0500
>From: Martono <martono@ecn.purdue.edu>
>Reply-To: permias@cae.wisc.edu
>To: permias@cae.wisc.edu
....
>Hadirilah acara menjelang hari kasih sayang
>
> bersama Pdt. Harminto Ongko
>
> dan temukan kasih yang sejati
>
> dengan diramaikan oleh tim musik dari StillWater dan West Lafayette
...
>Indonesian Full Gospel Fellowship
Saudara Martono Yth.,
Apakah Anda tidak salah mengirim "pesan" ke jalur Permias-Madison-Net ?
Apa maksud Anda dengan "nyelonong" dan mengumumkan acara KKR ini ?
Saya minta agar Anda tidak *sembarangan* (sembrono) dan
cari perkara.
Saya sangat menyesalkan dan *protes* terhadap tindakan (kesalahan?) Anda ini. Mohon untuk tidak diulangi.
Salam,
Togu Manurung


Posting 2.
(dikirim oleh sdr. Andri Sianipar, warga dan admin Permias Madison)
Salam semuanya,
kemarin permias-madison net kami 'dihinggapi' artikel promosi Kebaktian Kebangunan Rohani(KKR) yang berasal dari saudara Martono di Purdue. KKR ini sendiri disponsori oleh Indonesian Full Gospel Fellowship(IFGF).
Sebenarnya saya pribadi agak enggan menulis mail ini karena sudah banyak teman2x lain(dari Madison maupun bukan) yang telah menulis di fica-net mengenai hal ini dan AMAT MENYESALKAN tindakan saudara Martono yang se-
cara SENGAJA/TIDAK SENGAJA telah mengirim artikel tersebut ke permias-net kami.
Seperti juga sudah dijelaskan oleh Bang Togu sebelumnya, permias-net itu adalah net untuk semua orang Indonesia. Jadi anggotanya terdiri dari teman2x yang beragama Islam, Kristen, Katolik, dlsb... Oleh karena itu, amatlah dimengerti bahwa artikel2x yg berbau keagamaan seperti KKR, acara2x mingguan ICF, acara2x mingguan pengajian dan acara2x lain yang bukan acara permias, tidak seharusnya dimasukkan ke permias-net. Tujuannya ada
lah untuk menjaga keharmonisan, tenggang rasa antar umat beragama Indonesia. Saya rasa etika tenggang rasa di atas berlaku untuk semua permias-net di Amerika ini!!
Sebagai administrator dari permias-madison net, beberapa teman2x beragama Islam telah menge-mail saya secara pribadi menanyakan sebab musabab dari 'jatuhnya' artikel KKR Purdue tersebut ke permias-net kami. Sayapun telah menjawab dan menjelaskan bahwa artikel tersebut dikirim seluar pengetahuan daripada ICF-Madison dan saya pribadi. Lebih lanjut, saudara Martono bukan seorang anggota dari permias-madison net.
Bukan maksud saya untuk memojokkan Mas Martono melalui mail ini, tapi biarlah kejadian2x seperti ini **TIDAK TERULANG LAGI** dimanapun juga. Juga utk saudara/i dalam Kristus yang ada di IFGF, marilah kita menjaga semua tingkah dan laku kita dalam menyebarkan injil. Sehingga janganlah nantinya bukan menjadi saksi yang baik untuk Kristus, tapi malah menimbulkan pertengkaran2x di antara umat beragama.
Etika pengikut Kristus yang baik, yang dapat menjaga perasaaan teman2x dari agama lain dengan tidak melakukan hal2x yg dapat menimbulkan amarah mereka, dapat ada dalam kita semua dengan pertolongan Roh Kudus.
salam dalam Kristus,
andri sianipar

Back to the Top







Lampiran I. Universitas - Yohannes Somawiharja


LATAR BELAKANG ICF UNIVERSITAS, PUTERA GEREJA YANG HILANG
_________________________________________________________
Yohannes Somawiharja


SEJARAH PENDIRIAN UNIVERSITAS DAN TUJUANNYA

Universitas seperti yang kita kenal sekarang ini adalah salah satu dari tujuh institusi penting ciptaan peradaban barat, yaitu : Keluarga, Profesi, Gereja, Economic Enterprise, Negara, Media Massa dan Universitas. Universitas, lebih dari yang lainnya, merupakan institusi yang paling berpengaruh dewasa ini dalam pembentukan nilai dan prilaku masyarakat (Malik, 1982). Salah satu kenyataan yang jarang mendapat perhatian yang selayaknya adalah fakta bahwa Universitas itu lahir dari Gereja. Ia adalah putera Gereja.

Universitas seperti yang kita kenal sekarang ini pertama-tama didirikan pada abad 12 di Oxford di Inggris, Paris di Perancis dan Bologna di Italia utara. Tujuan pendirian universitas pada waktu itu adalah (meminjam istilah dari Pasquier ) : batie en hommes, yang artinya "built of men" (identik dengan "pembangunan manusia seutuhnya"). Pada waktu itu semua orang belajar teologi sebagai ilmu pokok sedangkan ilmu-ilmu lain merupakan aplikasi dari prinsip kekristenan yang dipelajari dalam teologi itu.

Pendirian Universitas-Universitas besar selalu berlandaskan semangat Injil. Universitas Harvard, misalnya, yang didirikan pada tahun 1646 memiliki lambang perisai (tanda iman) dengan tulisan veritas (kebenaran) dan dikelilingi tulisan Pro Christo et Ecclesiae (bagi Kristus dan GerejaNya). Sedangkan tujuannya adalah : "Every one shall consider the main end of his life and studies to know God and Jesus Christ which is eternal life." Universitas Freiburg di Jerman memiliki motto Die Wahrheit wirt euch freimachen (kebenaran akan membebaskan engkau, Yohanes 8:34). Bahkan Universitas Chicago didirikan pada tahun 1890 dengan aspirasi : "An institution . . . loyal to Christ and his Church, employing none but Christians in any department of instruction; a school not only evangelical but evangelistic, seeking to bring every student to Jesus Christ as Lord."


PENYELEWENGAN DARI TUJUAN SEMULA

Namun mulai abad ke 18, rasionalisasi mulai menggerogoti tujuan Universitas dengan cara menggantikan jiwa universitas itu dengan jiwa humanisme sekuler, yang mengganggap rasio manusia sebagai ukuran tertinggi kebenaran. Universitas sebagai produk utama cendekiawan, saat ini telah menyimpang dari tujuannya semula, yaitu dari membina manusia yang utuh sebagai representasi Allah di dunia ini, menjadi hanya mengajarkan dan mengembangkan ilmu, dengan manusia dan fakta empiris sebagai ukuran tertinggi kebenaran. Motivasi penyelenggaraan Universitas tersebut tidak lagi dijiwai oleh kekristenan. Unsur supernatural yang merupakan kontak dengan Allah sudah disingkirkan. Universitas bagaikan anak yang hilang, pergi dari Gereja, Bapanya yang sah dan diadopsi oleh filsafat humanisme-sekuler yang bercokol dalam rongga otak tiap cendekiawan "modern" (boleh percaya atau tidak : Universitas-Universitas yang punya label "Kristen"-pun ternyata sama sekali tidak imun terhadap problem ini). Hal itu bukan berarti universitas-universitas tersebut tidak lagi mampu membuahkan pengajaran yang bernilai akademis tinggi atau hasil-hasil riset yang bermutu (know-how), melainkan telah kehilangan arah : untuk apa ilmu-ilmu itu ? (know-why)

Penyelewengan tujuan itu sangat berbahaya karena penerapan pengetahuan itu ternyata tidak pernah netral. Artinya penerapan ilmu itu akan selalu sesuai dengan nilai hidup dan world view dari orang yang akan mengaplikasikannya. Dapatkah manusia yang dicemari oleh dosa dijadikan ukuran tertinggi ? Jika begitu, maka penerapan ilmu itu akan dijiwai oleh semangat kejatuhan manusia atau dosa, yang bagaikan gaya sentrifugal yang selalu cenderung untuk menjauh dari pusatnya yaitu Yesus Kristus. Betapa banyaknya contoh yang menunjukkan penyalahgunaan ilmu dari kaum cendekiawan : semakin pandai seseorang, semakin canggih pula modus-operandi kejahatannya.

Julien Benda menyebut hal ini sebagai La Trahison des Clercs, penghianatan kaum cendekiawan. Martin Luther pernah mengatakan : Your reason is like a whore. Cendekiawan adalah "istri" sang kebenaran. Namun pada kenyataannya ia sering lebih suka bercinta dengan yang bukan kebenaran, sehingga tepatlah jika Luther mengatakannya sebagai "whore".

Kemudian, kita juga telah mewarisi tradisi dimana ilmu telah kelewat dikotakkan demi spesialisasi. Teologia sebagai ilmu dasar telah digeser dari perannya yang seharusnya dan hanya dijadikan salah satu ilmu alternatif saja. Teologia yang seharusnya melandasi dan mengarahkan semua ilmu lainnya telah diturunkan dari tahtanya. Ilmu-ilmu lain itu sebenarnya hanyalah upaya untuk mengolah alam fisik sekitar dalam rangka mandat budaya (Kejadian 1:28), dan mereka secara tidak bertanggung jawab telah dilepas kepadang-belantara tanpa motivasi dan arah yang jelas dari pemahaman tentang maksud sang pencipta dunia.

Sehingga tidaklah mengherankan jika banyak dari kita yang berpikir bahwa tiap ilmu dapat berdiri sendiri dan pemahaman iman yang mendalam itu merupakan spesialisasi dan tugas para pendeta saja. Padahal sebenarnya para rohaniwan tidak boleh dan tidak dapat menggantikan awam dalam pemahamannya tentang iman. Bukan berarti bahwa fungsi para rohaniwan itu terus bisa ditiadakan dan digantikan oleh awam; melainkan bahwa awam itu perlu dilatih dan ditingkatkan pemahamannya karena pergumulan, penghayatan dan penerapan iman itu tidak dapat dibebankan kepada orang lain.


PERANAN UNIVERSITAS MASA KINI

Bahwa masadepan suatu masyarakat itu akan sangat ditentukan oleh seberapa banyak ilmu yang dimilikinya, sudah menjadi amat gamblang. Ini sejalan dengan pemikiran Francis Bacon : nam et ipsa scientia potestas est (yaitu bahwa Knowledge is Power). Ilmu pengetahuan, terutama sejak lima ratus tahun terakhir ini telah membentuk dan mengarahkan kegiatan masyarakat serta merubah permukaan bumi. Pemikiran-pemikiran serta ideologi-ideologi telah menciptakan nilai-nilai masyarakat baru. Sains dan teknologi telah memenuhi muka bumi dengan benda-benda ciptaannya : gedung, jalan raya, jembatan, mesin.

Itu semua merupakan kontribusi para cendekiawan, yang sebagian besar (jika tidak boleh dikatakan semua) adalah produk Universitas. Karena ternyata sifat Universitas itu dapat menstimulasi dan mengkultivasi salah satu sisi dari gambar Allah yang ada pada diri manusia, yaitu kemampuannya untuk berpikir dan mencipta. Pemikiran-pemikiran yang diproduksi oleh Universitas itu kemudian mendominasi semua institusi yang ada. Diantara tujuh institusi yang disebut pada awal tulisan ini : Profesi, Gereja, Economic Enterprise, Negara, Media massa dan bahkan keluarga, mana yang dapat lepas dari pengaruh Universitas masa kini, baik secara langsung maupun tidak langsung ?


PENTINGNYA MEMENANGKAN UNIVERSITAS

Namun kita dapat menilik fakta sejarah : Dengan ilmu pengetahuannya, manusia telah berhasil mengembangkan dunia (ilmu pengetahuan, budaya, teknologi, dll), kecuali satu : dirinya sendiri, manusianya. Usaha-usaha untuk menghasilkan manusia yang lebih baik melalui ilmu pengetahuan tanpa melibatkan Yesus Kristus, hanya menghasilkan pemolesan-pemolesan luar, seperti moral etik atau sopan-santun saja. Aspek-aspek dasar kemanusiaan seperti cinta, cemburu, nafsu berkuasa, iri hati, dosa, ternyata tidak berkembang. Itu sebabnya kita yakin bahwa isi berita Alkitab itu, yang walaupun ditulis lebih dari 2000 tahun yang lalu, tidak pernah out of date, karena ternyata manusia itu pada dasarnya sama. Kita boleh lebih pandai dan lebih kaya dari nenek moyang kita pada jaman dulu, namun pada dasarnya kita tidak pernah mampu berkembang menjadi lebih baik, lebih jujur, lebih rendah hati, lebih mau berkorban, lebih mau menolong orang lain. Imago Dei -yang telah rusak- yang ada dalam dirinya itu membisikkan pada dirinya bahwa ada suatu standar yang selalu mendesak dirinya untuk mencapainya. Namun yang ia mampu kembangkan hanyalah segala sesuatu diluar dirinya dan bukan yang ada dalam dirinya sendiri. Kejatuhan manusia di Eden ternyata telah merusak pemahaman epistemologis manusia. Ia, misalnya, kehilangan orientasi tentang mana yang harus disembahnya : Tuhan, dirinya sendiri atau benda ciptaannya (mis. uang dan ilmu pengetahuan).

Tetapi terpujilah Tuhan ! karena penebusan sempurna dalam Kristus yang telah memberi kepada manusia yang telah dilahirkan baru untuk menyembuhkan pengetahuan manusia dari noda dosa sehingga kemudian dapat dipakai bagi kemuliaan Tuhan. Rekonsiliasi dengan sang Pencipta telah memulihkan standar epistemologi dan orientasi hidupnya kembali.

Dengan demikian, jika kita memahami bahwa : (1) Universitas itu demikian berpengaruhnya; (2) Dosa telah merusakkan rasio manusia dan membelokkan peran Universitas; dan (3) Keselamatan dalam Kristus merupakan satu-satunya kuasa yang mampu memperbaiki, maka kesimpulannya adalah : merupakan tugas kitalah untuk memenangkannya bagi Kristus.

Memenangkan Universitas punya dua sisi : (1) memenangkan para cendekiawan yang sedang belajar didalamnya, sehingga suatu waktu nanti akan (2) memenangkan sistem berpikir Universitas tersebut. Merubah hati dan merubah pikiran, keduanya sama pentingnya, sebab jika seseorang cendekiawan dipertobatkan, tapi nilai Kristen tidak sampai menguasai cara berpikirnya dan mampu mengaplikasikan imannya melalui profesinya, ia tidak akan menjadi seorang cendekiawan Kristen yang utuh. Charles Habib Malik, cendekiawan Kristen dari Lebanon yang bekas presiden PBB, mengatakan :
The problem is not only to win souls, but to save minds.
If you win the whole world, but lose the mind of the world,
you will soon discover that you have not won the world.

Indeed it may turn out that you have actually lost the world. (Malik, C.H. 1980. The Two Task, Crossway.)

Memenangkan cendekiawan dan membinanya menjadi seorang prajurit Kristus yang mampu mendayagunakan seluruh kemampuannya untuk pekerjaan Tuhan, jelas bukan merupakan tugas yang mudah. Namun jika kita menyadari betapa pentingnya tugas ini, maka dengan kekuatan dan penyertaan Tuhan, kita akan mampu melaksanakannya ! Difficult, but not impossible : Memang sulit, namun bukannya tidak mungkin !


_________________________________________________________________
YS.Universitas



Back to the Top








Lampiran J. Peran ICF - Yohannes Somawiharja

PERAN ICF UNTUK MEMBINA CENDEKIAWAN KRISTEN DI DALAM UNIVERSITAS Yohannes Somawiharja


Walaupun sebagian orang mengharapkan ICF dapat menjadi wadah persekutuan seluruh masyarakat Indonesia di USA, nampaknya hal tersebut sulit dilakukan. Bacaan dibawah ini ditulis dengan asumsi bahwa ICF adalah persekutuan
para mahasiswa. Mengapa kejelasan ini perlu ? pertama-tama adalah
kenyataan bahwa dalam ICF, hampir semua partisipannya adalah mahasiswa. Kedua, ICF tidak mungkin menangani seluruh masyarakat Indonesia di USA karena keterbatasan waktu dan sumber daya. Kesimpulan dari kedua alasan tersebut adalah bahwa ICF perlu mempertajam upaya pelayanannya, sehingga resource yang terbatas itu dapat digunakan secara efektif dan efisien.

KELEBIHAN ICF
ICF mempunyai kelebihan yang memungkinkannya untuk lebih mudah menjangkau mahasiswa di kampus dan mempersiapkannya sebagai generasi pemimpin masyarakat.

Kelebihan itu adalah :
1. Indigenous. Artinya berasal dari inisiatif mahasiswa, sehingga relatif lebih mudah menjangkau mahasiswa lainnya.
2. Anggotanya relatif homogen.
a. Tingkat intelektual relatif sama.
b. Usia relatif sama.
c. Kebutuhan dan pergumulan relatif sama.
Anggota yang homogen ini memudahkan penyusunan program dan pemilihan materi yang akan disajikan dalam acara ICF.
3. Mahasiswa adalah calon pemimpin masyarakat dalam skala tertentu.
4. Sebagai kaum muda, mahasiswa punya energi yang RluarbiasaS.
5. ICF adalah suatu LSM, yang memungkinkan terjadinya partisipasi yang tinggi.

a. Partisipan bersama-sama mendefinisikan kebutuhannya sendiri.
b. Partisipan bersama-sama mengidentifikasi dan mengkelola sumber yang ada untuk memenuhi kebutuhan tersebut.


KEUNIKAN ICF

Sebagai persekutuan para mahasiswa, ICF memiliki keunikannya sendiri. Ia adalah milik bersama dari dua institusi : Gereja dan komunitas intelektual. Ia adalah bagian tak terpisahkan dari Gereja yang kudus dan am. Tapi dipihak lain sebelah kakinya berpijak pada Universitas, yaitu komunitas intelektual yang sangat berpengaruh didunia saat ini. Saat ini, kedua institusi ini seolah-olah saling bertentangan sebagai hasil dari proses sekularisasi komunitas intelektual tiga abad terakhir ini.

Pertentangan diatas menimbulkan ketegangan dalam tiap cendekiawan Kristen. Untuk mengatasi ketegangan itu, ada dua sikap yang umumnya diambil : Pemisahan atau rekonsiliasi. Pemisahan adalah cara yang paling mudah, dan kenyataannya ini memang sikap yang umumnya dipilih. Penganut pemisahan berpendapat bahwa komunitas intelektual itu sudah begitu parahnya, tidak tertolong lagi (atau pada dasarnya : kita sudah tidak sanggup menolongnya) sehingga satu-satunya upaya kita adalah untuk memperbaiki diri kita sendiri, membentuk suatu komunitas terpisah dan membentengi diri dari pengaruh komunitas intelektual yang jahat itu. Sikap ini, yang mungkin sekali dipilih secara tidak sadar (mungkin karena ketidak-tahuan) akan menuntun kita ke alienasi atau eksklusivisme.

Penganut rekonsiliasi berpendapat bahwa dengan melayaninya, komunitas intelektual akan memperoleh "jiwa" dan orientasi nya yang benar kembali, yang secara falsafah sekarang ada dalam tawanan kaum rasionalis dan humanisme-sekuler. Rekonsiliasi memang sulit, tetapi akan membuahkan dampak luarbiasa bagi kekristenan.

Universitas sebagai institusi, pada kenyataannya sangat sulit ditembus oleh Gereja yang akan dianggap sebagai "alien". Sehingga nampaknya ICF (sebagai gerakan pribadi-pribadi yang telah dimenangkan oleh Kristus) yang berasal dari dalam tubuh institusi itu sendiri, menjadi alternatif yang penting untuk membina dan melengkapi para cendekiawan yang sedang mempersiapkan diri untuk karier tertentu. ICF tentu saja bukanlah gereja dan lebih tepat disebut sebagai gabungan antara para-church dan grass-root movement. Sejarah para-church seperti IVCF, CCC atau Navigators merupakan suatu kenyataan akan pentingnya peran para-church dalam menggarap ladang kampus.

UNIVERSITAS SEKULER + ICF = UNIVERSITAS KRISTEN INJILI

Kita mengharapkan bahwa seorang partisipan yang belajar disuatu Universitas (walau Universitas sekuler sekalipun) jika ia juga dibina di ICF setempat, seakan-akan ia belajar pada sebuah Universitas Kristen yang Injili, yaitu suatu institusi yang :

1. Tidak hanya mempersiapkannya untuk meningkatkan karir saja, melainkan mempersenjatainya guna berinteraksi seumur-hidup dengan kebudayaan dunia yang jahat ini.
2. Tidak hanya disiapkan untuk profesinya, melainkan juga dibina dan diperlengkapi untuk menjadi warganegara, suami-istri, orangtua, wanita dan pria milik Tuhan dalam kebudayaan yang akan menolak dia karena sistem nilainya berbeda.
3. Pada waktu ia lulus ia akan melaksanakan profesi dan karirnya dengan cara pikir yang berbeda dari hanya sekedar lulusan Universitas sekuler.
(Nigel Cameron, Christianity Today, July 1994, pp.18-19)

Jadi, untuk itu ada dua tugas penting ICF : (1) mempertobatkan cendekiawan dan membawanya pada komitmen kepada Kristus.; dan (2) mendorong mereka untuk secara kreatif mengolah dan menerapkan potensi kecendekiawanannya bagi pekerjaan Tuhan secara komprehensif dalam lingkungan profesi dan masyarakatnya.


ICF HARUS MENYADARKAN PARTISIPAN AKAN POTENSI DAN TANGGUNG-JAWAB KECENDEKIAWANANNYA

Untuk itu, para partisipan dalam ICF perlu disadarkan tentang potensi kecendekiawanan yang telah dikaruniakan Tuhan kepadanya. Ia harus disadarkan bahwa ia punya potensi lebih daripada hanya sekedar sebagai seseorang yang pandai + mau "berbuat baik" (jujur, rendah hati, sabar, rajin ke persekutuan, meng-konsel teman). Lebih lanjut ia harus dibukakan wawasan pandangnya, bahwa panggilan Tuhan dan profesi itu jauh lebih luas daripada dunia bisnis saja, yaitu dunia pendidikan, budaya, politik, kesenian, linguistik, medis dan sebagainya.

Potensi kecendekiawanan itu, misalnya dapat untuk merombak dan memperbaiki sistem nilai masyarakat. Potensi itu adalah suatu resource, talenta yang dipercayakan Tuhan kepada kita yang menuntut suatu tanggung jawab. Adalah jelas bahwa seorang cendekiawan itu punya kemampuan lebih dari saudara-saudara seiman lainnya. Ia diberi 5 talenta oleh Tuhan, bukan hanya 1. Tuhan dalam kitab Lukas telah mengatakan bahwa siapa yang diberi lebih, akan dituntut lebih. Oleh sebab itu, ia harus mengembangkannya sampai 10, bukan hanya sampai 6 atau 7. Ini adalah konsekuensinya. Pada saat yang tak terduga nanti, Tuan sang empunya talenta itu akan datang untuk meminta pertanggung-jawaban kita tentang apa yang telah kita lakukan dengan talenta itu (Matius 25 :14-30).

Jadi penyadaran tentang kecendekiawanan disini sama sekali jauh dari usaha untuk mencari pengakuan atribut (seeking for recognition) atau kesombongan (pride). Sebaliknya, kecendekiawanan yang kita bicarakan disini dikonotasikan pada tanggung-jawab.

1
PENERAPAN KECENDEKIAWANAN = KARYA-NYATA SEBAGAI HASIL INTEGRASI IMAN DAN KECENDEKIAWA-NAN

Dengan menyadari arti rohani dari kecendekiawanannya, seorang diharapkan akan berusaha untuk meng-integrasi-kan iman dan kecendekiawanannya tersebut yang nanti akan diaplikasikan dalam karya nyatanya. Ini adalah kemempuan untuk menterjemahkan dan mengaplikasikan prinsip Kristen kedalam tindakan kongkret. Kita sama sekali tidak tertarik untuk menjadikan kekristenan sebagai suatu pelarian psikologis, dimana seseorang merasa aman masuk dalam lingkungan eksklusif "orang baik-baik" saja. Contoh bagi kita adalah Tuhan Yesus sendiri, yang meninggalkan surga untuk berinkarnasi untuk bekerja bagi manusia.

Dalam ICF para mahasiswa harus di-encourage untuk mempercakapkan dan mengenali arti profesinya. ICF harus memberi tempat lebih banyak untuk persoalan yang akan mereka hadapi di masyarakat nanti dan bergumul untuk mencari jawabnya dengan cara pikir Kristen yang dijiwai oleh semangat Injil. Dengan demikian, pada waktu ia bekerja nanti, hidupnya tidak akan terkompartemen/ terkotak. Hidup yang terkotak adalah suatu pseudo -integrasi dan merupakan suatu kegagalan integrasi.

Mengapa ICF merupakan wadah yang tepat untuk ini ? karena ICF merupakan upaya inisiatif awam (swakarsa). Umumnya, gereja-gereja punya kecenderungan untuk menghasilkan "clergy kecil" (yang kemampuannya adalah : bisa khotbah, memimpin Bible discussion, counselling dll - ini bukannya salah, namun lebih merupakan tugas seminari) . Sedangkan sasaran ICF lebih kearah untuk membentuk pekerja Kristus di lapangan, yang bergumul dengan dunia yang "kotor, kejam, tidak nyaman" tapi yang dikasihi oleh Tuhan. Untuk bisa begitu, seseorang dalam ICF lalu dibekali dengan wawasan ipoleksosbudhankam dan meningkatkan kepekaan dan kemampuan melaksanakannya.

TUGAS TERBERAT ICF : TRANSFORMASI VISI DAN NILAI HIDUP

Motivasi yang menjadi motor pelaksanaan integrasi adalah visi. Seseorang harus mengalami transformasi nilai-nilai hidup, dari nilai-nilai hidup dunia (misalnya saja materialisme) menjadi nilai hidup Kristen. Seseorang yang telah mengalami transformasi akan memiliki sikap militan untuk melaksanakan kehendak Tuhan. Satu formulasi bagus untuk sikap seperti itu adalah motto yang dipilih oleh reformator Johannes Calvin : prompte et sincere in opere Dei (with readiness and whole-heartedness in God's work).

Ia pertama-tama harus memandang dirinya sebagai seorang Kristen, seorang prajurit Kristus, yang siap melaksanakan panggilan sang panglima untuk diterjunkan dalam situasi apa saja. Prajurit, tidak pernah mendahulukan interest pribadinya. Prajurit, selalu memiliki kesiap-sediaan dan kesungguhan.

Berhasil tidaknya ICF membina seseorang akan sangat ditentukan apakah ICF itu sanggup menyadarkan seseorang akan pentingnya transformasi ini, serta berpartisipasi dalam prosesnya. Ia harus dapat menyangkal dirinya. Dalam memilih profesi, misalnya, dapatkah seseorang bersedia untuk pertama-tama melupakan impian dan cita-citanya serta memikirkan dengan serius, membuka diri terhadap semua kemungkinan ? Dan bahwa kriteria pemilihan profesi itu adalah efektifitas pelayanan dan bukan uang ? Pertanyaan apakah yang menguasai pemikirannya : Pekerjaan apa yang dapat menghasilkan banyak uang ? Perusahaan apa yang paling menjanjikan peningkatan karier ? atau Apa fungsi spesifik saya dalam rencana Tuhan ? Bagaimana saya dapat melayani Tuhan melalui profesi saya ? Seseorang biasanya tidak dapat melihat adanya banyak peluang lain selain apa yang sesuai dengan nilai yang ditanamkan oleh masyarakat, karena ia tidak bersedia menyangkal dirinya. Ia tidak bersedia membuka kacamata dunia dan mempersilahkan Tuhan untuk menganugerahkan visi baginya.

Kemudian ia harus memikul salibnya.
Jika Tuhan memilihkan baginya suatu profesi yang lain dari impiannya, bersediakah ia menuruti kehendak Tuhan dan melaksanakannya ? Tuhan memang tidak pernah menjanjikan kemewahan dan kesuksesan yang sesuai dengan ukuran dunia. Mengikut Tuhan berarti menyadari adanya resiko untuk menderita karena namaNya. Tetapi berbeda dengan ukuran dunia, penderitaan bagi Tuhan adalah anugerah (Filipi 1:29). Pekerjaan Tuhan adalah suatu kesempatan bagi Tuhan untuk menerima mahkota kekal, sebab mahkota yang diterima tanpa alasan adalah meaningless.
Terakhir ia harus mengikuti Tuhan setiap hari. Artinya, secara terus-menerus ia harus berhubungan dengan Tuhan yang adalah sumber inspirasi dan sumber kekuatan. Tuhan tidak pernah menjanjikan bahwa jika kita mengikut Dia, maka semua problem lalu hilang. Yang Ia janjikan adalah penyertaan, kekuatan, ketahanan dan kemenangan. Setiap hari, jika ia harus melawan arus nilai-nilai dunia yang dahsyat, ketergantungan kepada Tuhan adalah syarat mutlak untuk meraih kemenangan.


PERAN ICF
Untuk melaksanakan tugas tersebut diatas, secara praktis ICF diharapkan dapat
berperan sebagai :

1. Wadah Perkabaran Injil.
Memenangkan mahasiswa bagi Kristus dalam arti seluas-luasnya. Tiap partisipan ICF harus dapat melihat hubungan yang jelas antara aktivitas-aktivitas keorganisasian spesifik yang dilakukannya dengan tujuan utamanya, yaitu untuk mengabarkan Injil kesukaan kepada semua orang. Agar para pengurus tidak kehilangan arah aktivitasnya, maka visi tentang tujuan ICF harus diulang-ulang secara periodik.

2. Wadah pembentukan Kerangka Pikir Kristen (Christian Mind).
Transformasi nilai dimulai dengan diperkenalkannya suatu sistem pikir dan nilai baru. ICF membantu para partisipan untuk memahami
kerangka pikir Kristen ini secara mendalam dengan cara mempertanyakan, mendiskusikan dan mencari model penerapannya.

3. Wadah Cultivating Christian Character & Life sebagai model alternatif masyarakat "ideal".
Mengembangkan diri dalam atmosfer kekristenan, dilatih mandiri dalam kebersamaan, belajar mengenali kebutuhannya, memikirkan cara untuk memenuhinya dan menerapkannya secara kongkret.

4. Wadah latihan kepemimpinan dan berorganisasi.
Dalam ICF, partisipasi adalah kata kunci. Peserta didorong untuk mengambil suatu peran aktif yang melibatkan tanggung jawab dan yang dapat mengembangkan ketrampilan kepemimpinannya.

5. Wadah latihan bermasyarakat dalam pluralitas (sosialisasi) dan merupakan "soft power" gerakan moral dan hati nurani masyarakat. Mempengaruhi masyarakat dengan nilai kekristenan tanpa memisahkan diri dengan dunia.
"Didunia, tapi bukan berasal dari dunia".
Menjadi warganegara yang aktif-partisipatif.

6. Wadah latihan untuk menerapkan prinsip Kristennya secara praktis dalam profesinya dengan mendayagunakan seluruh kemampuan kecendekiawanannya.

7. Wadah untuk membangun network antar intelektual Kristen .
Pekerjaan pelayanan Kristen, jelas merupakan suatu kerja besar
dan harus dilakukan bersama-sama. Network/jaringan, akan sangat membantu untuk saling menguatkan dan efisiensi daya dan dana.
___________________________________________________________________
1 Dalam Kekristenan tidak dikenal kelas rohani dari jenis profesi. Artinya, menjadi pendeta atau pekerja sosial atau dokter itu belum tentu berarti punya kelas rohani yang lebih tinggi daripada menjadi business-man atau ahli matematik. Cendekiawan Kristen itu juga tidak lebih penting peranannya daripada pekerja bangunan Kristen. Yang menentukan tingkat rohani itu hanyalah apakah pada pelaksanaan profesi itu, pribadi yang bersangkutan selalu Rfully awareS bahwa ia sedang menjalankan rencana Tuhan dalam dunia ini dalam tugas spesifik yang telah Tuhan percayakan kepadanya, serta menjalankannya dengan baik.
_____________________________________________________________________ YS. Peran

Back to the Top







Lampiran K. Pelayanan Kampus Di Amerika - Kie Eng Go

Saya ingin mencoba mengajukan pengertian dan pemikiran saya tentang pelayanan kampus di Amerika. Artikel tulisan sdr. Yohannes Somawiharja, "universitas" dan "Peran ICF", banyak membantu memberikan masukan. Juri dan kawan lainnya pernah mulai membicarakan kampus, lalu saya ingat saya mengusulkan utk kita mengerti dulu ttg kampus. Saya kira hal ini sangat penting sekali dan sangat fundamental. Salah satu kegagalan (kalau ingin dikatakan demikian) atau kendala dalam pelayanan Kristiani di Barat dan juga di Indo (yg mana kalau saya perhatikan dan amati, seringkali terlalu cepat meniru pola2 Barat), yaitu kita terlalu cepat gembargembor "We know the answer to your problem", tanpa terlebih dahulu mengambil sedikit waktu utk meneliti dan mengerti apa "problem" yg sebenarnya yang dihadapi oleh masyarakat setempat dalam kondisi yg ada pada saat itu (sesuai dengan waktu, jaman dan budaya yang ada).

Utk mengembangkan suatu pola pelayanan yg baik, saya melihat ada perlu 3 hal yang harus dijadikan proses pemikiran dan doa dan riset (pola ini bisa dibaca dengan lebih detail dalam buku "Sharpening the Focus of the Church oleh Dr. Gene Getz; walaupun dalam buku tsb. difokuskan pada pelayanan "gereja", saya temukan prinsip dasar dari pola yang dipakai sangat applicable bagi pelayanan kampus, khususnya kalau kita mau mengerti dan melihat bahwa pelayanan kampus tidak bisa dipisahkan dari konteks pelayanan gereja [dhi gereja tidak usah melulu diartikan one-single local church; yach bisa saja diartikan seperti itu; tapi berikan dulu kesempatan utk kita meninjau kampus, dan kemudian melihat
pola yg mudah2an nanti jelas. Yg jelas ICF harus ada dalam konteks pelayanan gereja, dalam pengertian gereja sbg ORGANISM, yi kumpulan atau komunitas dari orang-orang kudus.]). Tiga proses pengembangan pola pelayanan itu disebut proses Tiga Lensa:
1. Lensa Firman Tuhan
2. Lensa Sejarah
3. Lensa Budaya dan situasi

Jadi kalau bisa dibayangkan, kita mencoba melihat suatu "objek" melalui suatu single-tube corong pembesar, dan dalam tube itu ada 3 lensa, yg seharusnya membantu kita utk bisa melihat dengan lebih tajam, lebih fokus, dan lebih detail "objek" yg ada diseberang sana. "Objek" yang ada diseberang sana itu, tidak lain dan tidak bukan adalah pola-pola pelayanan kampus yang baik, kontekstual, efektif, dan Alkitabiah. Utk kita bisa mengerti "objek" tsb., kita harus tahu dengan jelas spesifikasi dari setiap lensa yg ada tsb.

Lensa Firman Tuhan
Singkatnya dari lensa ini, kita bisa dapatkan dari Firman Tuhan PRINSIP2 dan FUNGSI2 yg ada dalam Alkitab yang bersifat ABSOLUT atau MUTLAK. Maksudnya yi prinsip dan fungsi yang harus ada mewarnai suatu pola pelayanan sbg pola yang Kristiani, dan juga yang bersifat absolut. Absolut mengandung pengertian dan implikasibahwa kalau memang prinsip dan fungsi tsb. absolut, berarti itu harus bisa diaplikasikan dalam setting budaya dan jaman apa saja dan dimana saja. Kalau memang Allah kita itu Esa dan Maha Kuasa dan kekal, berarti Dia sanggup berkomunikasi pada manusia dalam segala jaman dan budaya dan peradaban. Kemampuan Dia berkomunikasi pada manusia tidak harus terikat pada suatu setting budaya atau peradaban, seperti halnya kita temukan dalam ajaran2 lain di dunia ini. Dengan begitu kita juga harus yakin bahwa Alkitab yang sempurna isinya itu, adalah Firman Allah yang kekal, yang sanggup mengkomunikasikan hati Allah dan pikiran Allah pada manusia di abad dulu dan abad modern ini. Jadi dari lensa ini kita dapatkan PRINSIP dan FUNGSI yang MUTLAK yg SUPRAKULTURAL sifatnya.

Secara bersamaan, berarti juga ada dalam Alkitab hal-hal yang tidak absolut atau tidak mutlak atau lebih tepat mungkin hal2 yang bersifat kultural. Kalau hal-hal tsb. kita bisa identifikasikan dalam Alkitab, biasanya hal2 tsb. berhubungan dengan METHODE atau STRUKTUR atau ORGANISASI. Jadi dari lensa Firman Tuhan ini, kita juga bisa bedakan hal2 yg NON-ABSOLUT yaitu hal-hal yang KULTURAL dan merupakan METHODE atau STRUKTUR atau ORGANISASI.

Oh ya, hal-hal yang tidak absolut ini kalau diteliti lebih lanjut, secara menyeluruh dalam Alkitab, sifatnya tidak konsisten, selalu berubah dari setting yang satu ke setting yang lain, tidak dijelaskan atau diuraikan secara tuntas dan detail (penjelasannya seringkali tidak lengkap dalam Alkitab).

Dalam bentuk matrix:
Hal-hal ABSOLUT Hal-hal TIDAK ABSOLUT =======================================================
PRINSIP METHODE
FUNGSI STRUKTUR
ORGANISM ORGANISASI
SUPRAKULTURAL KULTURAL


Sebagai orang-orang yang kritis, kita bertanya, jadi artinya apa informasi tsb.? Paling tidak bagi saya, dalam membangun pola pelayanan (METHODE, ORGANISASI, STRUKTUR dlsb.) yang mempunyai warna Kristiani, hal-hal yang ABSOLUT tidak bisa diabaikan atau dihilangkan, karena hal-hal tsb. sangat elementer sifatnya. Sementara itu, Alkitab atau tepatnya Allah memberikan kebebasan dan freedom yang besar pada manusia dalam mengembangkan pola-pola pelayanan yang bisa menampung hal-hal yang ABSOLUT tsb.

Juga segera akan jelas, bahwa kalau hal yang ABSOLUT dan TIDAK ABSOLUT itu kita campur adukkan, maka akan ada kebingungan dan imbalances dalam pola2 pelayanan yang ada nantinya. Contoh yg jelas adalah misalnya kita lihat ajaran2 non-Kristen, dimana hal yang kultural dijadikan ABSOLUT, sehingga kehidupan beribadah para umat menjadi kaku dan legalistik, dan seringkali ini dipakai oleh kaum "elite" (entah itu penguasa atau agamawan) untuk mengontrol umat. Tentunya hal ini terjadi juga dalam pelayanan Kristen, misalnya David Koresh contoh yang jelas.
Untuk lebih jelas, coba pelajari dan renungi misalnya Kisah Rasul pasal 2:41-47, dan dari ayat-ayat ini coba disarikan hal-hal
yang ABSOLUT dan yang TIDAK ABSOLUT. Lalu coba bayangkan kalau hal-hal yang TIDAK ABSOLUT dalam perikop itu dijadikan ABSOLUT pada jaman dan budaya saat ini, bagaimana kira2 jadinya. Juga sebaliknya kalau hal-hal yang ABSOLUT dijadikan "optional", nanti apa bedanya kumpulan orang percaya dengan acara arisan.

Lensa Sejarah
Saya lupa pelajaran bahasa Indonesia saya dulu, tapi seingat saya ada satu pribahasa yang menyatakan bahwa tidak mungkin tupai tersandung kakinya untuk kedua kalinya. Juga waktu di SMA dulu, salah satu hobby saya adalah mengumpulkan naskah-naskah drama atau sandiwara, dan ada satu naskah dari satu group drama punyanya kelompok Katolik yang terkenal yang sering tampil di TV dulu (akhir tahun 70an), kalau nggak salah namanya Sanggar Pratiwi (?!?!?), dan judul dari dari naskah tsb. kurang lebih "Kegagalan Adalah Guru Yang Baik".

Dari artikel mas Yo, kita bisa lihat sedikit data-data sejarah yang sangat penting dalam pelayanan kampus, dan juga kehadiran Universitas sebagai center utk pendidikan, bagaimana erosi dan evolusi terjadi.
Jelas bahwa sejarah adalah hal yang penting utk kita amati dan mengerti, karena itu perlu kita pelajari sejarah. Alkitab sendiri mengandung banyak catatan sejarah, darisana kita bisa pelajari banyak hal. Kita bisa pelajari juga sejarah-sejarah Middle-age (dari enlightment misalnya) dan kita telusuri sampai lahirnya gerakan liberal, lalu neo-liberalisme, lalu masuk menjadi gerakan sekuler dst...

Kita bisa pelajari juga sejarah peran umat Kristen dan kaum "minoritas" lainnya di Indonesia, dan melihat misalnya apa sungguh ada itu kaum "minoritas" di Indonesia. Kita bisa lihat dan pelajari bagaimana misalnya Islam bisa masuk ke Indonesia, yang pada waktu itu di "dominan" oleh ajaranajaran Hindu atau Budha, dan dalam jalannya waktu ternyata Islam bisa mendominan kepercayaan rakyat disana.
Kita bisa pelajari juga misalnya dari catatan-catatan kampus atau journal-journal aktivist-aktivist kampus, baik di amrik atau di Indonesia. Seharusnya kita harus banyak bertanya dan minta informasi dari rekan-rekan seperti mas Yo yang banyak melayani di Perkantas di Indonesia. Juga kita bisa bertanya pada teman-teman yang aktif di GMKI misalnya, dan mengenal sejarah gerakan GMKI dst...
Kita bisa juga misalnya mencoba cari tahu ttg apa yang terjadi dalam HKBP, atau kalau di amrik sini dengan misalnya Presbyterian pecah menjadi dua, atau tentang kemelut dalam Southern Baptist Convention, dst....
Demikian juga kasus-kasus antara ICF dan IFGF ini sendiri penting untuk kita lihat lebih teliti dan coba dimengerti faktor-faktor yang relevan dalam kasus-kasus tsb.
Sangat disayangkan kalau ada "pemimpin" atau dalam jargon Kristen "pelayan", yang tidak mau peduli dengan sejarah, misalnya dengan membuat pernyataan-pernyataan bahwa "untuk apa kita ungkit-ungkit sejarah dan masa lalu...,
yang penting adalah apa yang terjadi saat ini..." (padahal apa yang akan terjadi saat ini dalam 5 detik lagi akan menjadi suatu "sejarah"). Saya percaya kasus kerusuhan antara ICF dan IFGF ini kalau bisa diteliti dengan kepala dingin dan objektif, akan memberikan pelajaran dan
makna yang sangat penting, berharga dan berguna, baik untuk ICF maupun IFGF.
Jadi dari Lensa Sejarah ini, kita melihat KEJADIAN dan kita ambil PELAJARAN dari dalam kejadian tsb. Yang buruk kita usahakan utk tidak terulang, yang baik kita lihat pattern dan kegunaannya.

Lensa Budaya
Dari lensa ini kita belajar tahu lebih teliti tentang konteks budaya setempat, tentang "bahasa" yang dipakai. Dan dari lensa ini kita dapatkan situasi keadaan.
Misalnya, di beberapa tempat di dunia ini, karena keadaan konteks budaya dan situasi yang ada sedemikian rupa, maka gereja tidak disebut gereja, melainkan "home fellowship".
Atau misalnya kalau kita bandingkan 1 Timotius pasal 3 dengan Titus 1, disana pada dasarnya Rasul Paulus memberikan pesan yang sama, yaitu kriteria pemilihan pemimpin-pemimpin rohani,
kita akan menemukan beberapa hal yang menarik sehubungan dengan lensa budaya ini. Perhatikan dalam 1 Timotius itu, Paulus menggunakan kata "elders" dalam menyebutkan pemimpin2; sedangkan di Titus 1, paulus memakai kata "bishops". Saya percaya bahwa Paulus mengerti akan konsep budaya ini, dalam masyarakat yang orientasi konteks budayanya Yahudi, Paulus memakai "bahasa"
yang bisa dimengerti atau diterima oleh masyarakat Yahudi, dalam hal ini "elders"; sedangkan dalam system masyarakat yg orientasi konteks budayanya Yunani, Paulus memakai kata "bishops". Padahal secara PRINISP dan FUNGSI, kedua "label" itu dalam komunitas orang kudus, mempunyai isi yang sama. (Menarik sekali kalau kita amati, yaitu ada kecenderungan dari
beberapa umat Kristen di Indonesia untuk "membakukan" label-label tsb., dan menghilangkan pengertian PRINSIP dan FUNGSI yang terkandung di dalamnya yang sebetulnya lebih penting, sehingga dalam beberapa system organisasi gereja, masih kita temukan sebutan2 "elders" atau "bishops"; padahal secara kontekstual banyak sebutan "pemimpin" dalam budaya dan bahasa kita yang juga baik utk dipakai.)
Juga tentunya kita ingat pernyataan Paulus dalam 1 Korintus pasal 9, disana Paulus menyatakan bahwa dengan orang Yahudi dia menjadi seperti orang Yahudi, dengan orang Yunani dia menjadi seperti orang Yunani, dengan orang yang tak mengenal hukum dia seperti mereka juga walau dia tidak lepas dari hukum Allah.

Juga tentunya kita ingat dalam Galatia, dimana Paulus marah dan meng-confront Petrus di depan umum terhadap sikap Petrus yang munafik, yi Petrus makan bersama dengan "gentiles" dengan cara "gentiles", tapi begitu datang orang2 Yahudi, petrus menjadi "sok suci". kemarahan Paulus mungkin bisa dilihat dari suatu sisi dan bisa diartikan sbb: Petrus, kalau anda ingin melayani dan menjangkau orang Yunani ini, anda harus tahu dan menerima budaya hidup mereka, dan jangan menjadi "legalistik"; terlebih karena kita tahu bahwa Firman Tuhan memberikan banyak freedom bagi kita yang sudah percaya (It is for freedom that Christ died for us, kata Paulus). Kalau anda munafik dan tidak mau mengerti budaya setempat, anda akan lebih menjadi batu sandungan, dan berita yang anda sampaikan hanya sebagai cliche saja, karena orang akan impressed dengan corak hidup kebanding "pidato" anda.

Budaya dan "bahasa" ini yg memberikan pada kita suatu SITUASI atau KONTEKS, ternyata juga sangat dinamik sifatnya. Misalnya, saya perhatikan teman-teman ICF di Madison, dengan di Seattle dan dengan di Dallas, punya "budaya" dan "bahasa" yang cukup berbeda. Beberapa waktu yang lalu saya coba menceritakan joke dengan teman ICF di Seattle, ternyata tidak ada yang ketawa; padahal sama-sama orang Indonesia. Bahkan budaya dan bahasa dari ICF di Dallas dengan ICF di Arlington (yang cuma 50 miles jaraknya) juga berbeda, dan akibatnya di Arlington dan Dallas ada 2 SITUASI yang cukup berbeda.

Message dan target akhir yang ingin dicapai oleh ICF Dallas dan ICF Arlington bisa sama, tapi METHODE pengaplikasiannya akan berbeda, karena SITUASI yang berbeda. Nach dari ketiga lensa itu (lensa FirmanTuhan, lensa Sejarah, lensa Budaya) seharusnya kita bisa fokus dan mengembangkan METHODE atau POLA pelayanan yang mengena dan efektif, dan masih tetap ada dalam gambaran rencana agenda Allah.

etelah membaca ulang buku "Sharpening the Focus of the Church", saya sungguh mengerti akan pentingnya kaitan antara ketiga lensa tsb., dan susunan hubungan antara ketiga lensa tsb. Dengan kata lain, kalau elemen-elemen dasar dalam lensa-lensa yang ada itu menjadi tidak fokus dan kacau, akan ditemukan pola pelayanan yang juga membingungkan dan tidak balance dan tidak bisa efektif. Misalnya karena bingung memisahkan hal2 yang absolut dari yang tidak absolut dari lensa Firman Tuhan, maka akan mengacaukan fokus lensa sejarah dan juga lensa budaya, sehingga misalnya "label-label" atau "bahasa" yg sangat umum di kehidupan gereja Barat, dipaksakan dalam kehidupan gereja Timur, dan akibatnya kabar Injil tidak bisa jauh menjangkau masyarakat dalam budaya tsb. Masyarakat merasa dan melihat bahwa untuk menjadi Kristen, mereka harus mengadoptasi suatu budaya baru. Bagi orang Timur, dimana budaya sangat peka, ini merupakan hal yang sangat penting.

Ketiga lensa ini merupakan TOOLS yang sangat powerful, menurut saya. Entah disengaja atau tidak, sebetulnya jatuhnya negara Eropa timur, dikarenakan seorang pemimpin yang bisa melihat dari ketiga lensa ini, yaitu Gorbachev. Bedanya beliau tidak berpijak dari lensa Firman Tuhan sebagai dasar utama, tapi dari lensa ideologi beliau pribadi sebagai seorang komunis. Dari lensa komunis, kemudian beliau melihat sejarah, dan kemudian beliau melihat situasi masyarakat Soviet pada waktu itu. Selanjutnya terjadilah glasnost dan prestoika (pembaharuan). Keberanian Gorbachev utk melihat dan membongkar "dunia-nya" melalui tiga lensa itu telah mengakibatkan suatu perubahan mendasar dalam system negara tsb.
Dengan ketiga lensa ini, coba kita lihat dan cerobong kampus di luarnegeri.

Pelayanan Kampus di Amerika
Pelayanan kampus merupakan suatu topik yang besar karena banyak sekali aspek dan dinamika yang memerlukan pembahasan tersendiri. Demikian juga tak kalah kompleksnya pembahasan topik pelayanan kampus di Amerika. Namun demikian dalam kupasan ini, kita batasi saja pada ciri-ciri pelayanan kampus di Amerika dan kenapa penting pelayanan kampus di Amerika ini.

Methode pengembangkan pola-pola methode dan strategi pelayanan melalui 3 lensa bisa dipakai dalam mengembangkan pola pelayanan kampus di Amerika. Adalah penting untuk ICF secara progresif terus mencoba menganalisa basis-basis dasar pelayanannya dari kacamata Firman TUhan. Saya katakan progresif, karena saya percaya proses pertumbuhan iman dan pengenalan akan Tuhan melalui Firman-Nya merupakan suatu kejadian yang tidak sekali matang, melainkan suatu proses. Ketidak jelasan atau keguraman dalam lensa ini, akan menghilangkan atau mematikan banyak dinamikadinamika potensi pelayanan kampus di Amerika. Dengan kata lain ICF akan menjadi kaku, kehilangan kebebasannya dalam mengkontekstualisasikan Firman Tuhan untuk membangun dan membentuk kehidupan murid-murid Kristus.

Lensa sejarah juga harus merupakan bagian yang sangat penting dalam mengembangkan pola strategi pelayanan kampus. Banyak orang yang mengatakan bahwa kita harus belajar dari YMCA misalnya, yang pada awalnya merupakan suatu gerakan Kristiani, tapi mengapa saat ini menjadi luntur dan tidak mempunyai warna Kristianinya sama sekali. Kita juga harus belajar melihat pada fakta-fakta yang pernah terjadi dalam pelayanan-pelayanan kampus, misalnya konflik kasus bentrokan-bentrokan antara IFGF dan ICF, kasus bentrokan antara IFGF dengan masyarakat Permias di beberapa tempat dst. Semua catatan-catatan itu penting dan wajib kita perhatikan, khususnya sebagai pelajaran dimana kita bisa mendapat hikmahnya. Memang betul bahwa kita tidak bisa memperbaiki kerusakan-kerusakan yg sudah terjadi dimasa lampau, dan itu bukan maksud tujuan dari kita mempelajari sejarah. Ada yang bilang bahwa orang yang melupakan masa lalunya, adalah orang yang tidak tahu cara melangkah ke masa depannya. Bahkan sangat menarik sekali misalnya kalau bisa dipelajari dinamika pelayanan kampus di Amerika dimana disitu ada gereja Indonesianya.

Lensa Budaya merupakan lensa yang sungguh sangat penting dalam membangun pelayanan kampus di Amerika. Bahkan mungkin perlu
diadakan suatu diskusi dimana secara bersama dijawab pertanyaanpertanyaan dasar tentang kampus:
o Dimana kampus itu?
o Siapa kampus itu? o Apa kampus itu?
o Mengapa kampus?
o Kapan kampus itu? o Bagaimana kampus?
Tulisan sdr. Yohannes Somawiharja, "Universitas" dan "ICF",
akan banyak membantu memperjelas pentingnya pertanyaan-pertanyaan
di atas.

Dari lensa budaya ini, kita akan temukan suatu situasi (konteks) masyarakat:
1. Kenyataan bahwa kampus ini berada di Amerika bukan di Indonesia, merupakan suatu situasi yang sangat penting untuk disimak dan dimengerti dinamika serta implikasi-implikasi sosial yang ada.
2. Kenyataan bahwa kampus yang di Amerika ini dihuni oleh masyarakat Indonesia yang sangat terbatas jumlahnya dan selalu mengalir (serta datatng dari latar belakang yang berbeda, baik dari segi warna iman, atau budaya suku asal, atau latar belakang pendidikan dan keluarga), merupakan suatu situasi yang perlu dimengerti dan disimak dinamika dan implikasi-implikasinya.
3. Kenyataan bahwa komunitas Kristen di kampus tsb. terdiri dari orang-orang Kristen Indonesia yang datang dari latar belakang gereja dan denominasi yang berbeda, merupakan suatu situasi yang penting untuk disimak dan dimengerti dinamika-dinamikanya serta implikasinya.
4. Kenyataan bahwa majoritas dari penghuni ini akan kembali ke Indonesia setelah selesai membekali dirinya di kampus, dan membangun hidupnya masing-masing bahkan membangun masyarakat dan bangsa Indonesia, merupakan suatu situasi yang penting untuk disimak dan dimengerti dinamika-dinamikanya serta implikasinya.
5. Kenyataan bahwa budaya masyarakat lokal sangat berkaitan erat dengan budaya masyarakat dunia dalam kemajuan teknologi saat ini dan berjalan dengan sangat amat cepat, merupakan suatu situasi yang perlu dimengerti dinamika dan implikasinya.

Setelah kurang lebih situasi-situasi itu dimengerti, dan tetap dalam suatu konteks penglihatan melalui lensa Firman Tuhan dan lensa sejarah, segera akan disadari bahwa pelayanan kampus di Amerika sangatlah penting dan kritikal. Dari semua itu, mudahmudahan, bisa ditarik suatu denominator dasar yang sangat penting, dan dari situ mudah-mudahan bisa dibentuk suatu pola pelayanan kampus di Amerika yang efektif, mengena, dan berkenan di hati Tuhan.

Sebaliknya mengabaikan dinamika dan implikasi situasi budaya dari suatu masyarakat kampus di Amerika, akan membuat suatu pelayanan macet, tidak balance, atau tidak nyata relevansinya dalam kehidupan yang sangat cepat ini. Apakah pelayanan semcam itu akan survive? Kenyataan bahwa David Koresh masih mempunyai banyak pengikut yang setia, membuat pertanyaan di atas suatu pertanyaan yang tidak relevan. Pokok pikiran yang seharusnya ada dalam pikiran kita adalah bagaimana 10 talenta yang kita miliki ini bisa berkembang biak menjadi 10 lagi, tidak cuma berbuah menjadi 1 atau 2 atau bahkan 9 talenta.

Ditengah budaya yang semakin sekuler, semakin liberal, semakin arogan (dimana nilai-nilai budaya "tradisionil" mulai luntur; ikatan-ikatan institusi dasar seperti keluarga, gereja dan negara, makin melemah), sangat diperlukan murid-murid Kristus yang berakar kuat dalam imannya pada Kristus, mengerti panggilan Tuhan dalam masyarakatnya, dan bertekad penuh untuk hidup taat suci dan saleh.
--ooOoo-


Back to the Top